Chapter 10.6 - A Tree?
Quentine tersadar dari lamunan dan disambut oleh sepasang mata yang masih menuntut jawaban. "Ah ... ya. Aku yang membawamu ke kamar. Kau tahu? Beratmu sekarang sama dengan anak sapi."
Perasaan puas yang sama menghinggapi Quentine karena berhasil membuat putrinya cemberut sebagai tanda protes karena disamakan dengan anak sapi. Ternyata perasaan menyenangkan setelah menggoda seseorang memang diturunkan darinya.
"Satu sama." Quentine memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. Sementara Lysandra malah memperhatikan kerutan-kerutan kecil yang mulai muncul di sudut luar mata Quentine, tanda penuaan seorang manusia. Namun, ia ingin tahu manusia mana yang sanggup mengeluarkan makhluk api atau es seperti yang dilakukan orang tuanya, apakah penyihir dalam komik atau permainan RPG yang sering dimainkan di waktu senggang memang benar-benar ada dalam dunia nyata?
"Pops—Apa kalian benar-benar manusia?" Lysandra berhenti mengunyah dan meraih kotak susu yang tersisa sedikit lalu menandaskan dengan sekali teguk.
"Hazel, apa gunanya gelas?" Quentine risih dengan cara bar-bar anaknya yang langsung meminum susu.
"Ups. Maaf, Pops. Sumpah ini ga sengaja." Lysandra cukup terkejut dengan tindakannya sendiri, bahkan bahasa kekinian yang sangat jarang keluar juga tumpah begitu saja.
"Jangan dibiasakan. Kau anak perempuan, Hazel. Bertindaklah selaku seorang putri " Quentine menghabiskan potongan roti terakhirnya. "Gunakah bahasa yang baik dan benar!"
"Maaf, maaf. Serius itu ga sengaja. Ga tahu kenapa ini jad tegang sendiri sewaktu ingat makhluk api yang tadi itu."
"Hazel ...!" Quentine menyipitkan mata.
"Iya, Pops." Lysandra membuat gerakan memutar anak kunci di depan mulut dan mengacungkan jari telunjuk dan tengah, lalu diakhiri dengan menjabat tangan sendiri. Semua bahasa tubuhnya diartikan ia akan mengunci bahasa kekinian dan Quentine bisa memegang janjinya.
Mengetahui sifat putrinya, Quentine hanya berdecak singkat dan melirik tajam ke atas sebelum menyeruput habis tehnya yang sudah dingin.
"Pops, aku akan cerita semua yang sedang kukerjakan. Setelah itu, tolong beritahu apa yang ingin kuketahui. Bagaimana?" Dalam hati Lysandra berharap tawarannya diterima.
"Balik urutannya. Sekarang cerita apa yang kau tahu tentang Vyraswulf, Hazel?" Quentine melipat kedua tangan di atas meja sambil mencondongkan tubuh.
"Itu ... aku tidak tahu banyak. Makanya aku mulai mencari informasi tentang mereka." Lysandra menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Dari mana kau dengar tentang mereka?"
"Dari ...." Lysandra berpikir sejenak lalu teringat dengan wajah guru di sekolahnya. Ya, ia bisa bersembunyi di balik nama guru sejarahnya. "Pelajaran Sejarah. Nona Gale, Pops tahu guru purbakala itu, kan?"
"Apa saja yang telah ia ajarkan?" Quentine jadi bertanya-tanya mengapa guru sejarah Lysandra bisa menyinggung soal bangsa serigala ini dalam mata pelajarannya.
"Aku kurang menyimak, pelajarannya selalu sukses membuatku tidur, Pops." Menyadari baru membuka kartu, Lysandra langsung membekap mulutnya sendiri. "Maksudku, cara dia mengajar sangat membosankan. Jadi ... begitulah."
Quentine dihadiahi seulas senyum yang menampilkan sepasang lesung pipi khas milik Myristica. "Tapi mustahil bila kau bisa selamat dari matanya terus-menerus, bukan?"
"Ya, beberapa kali memang ketahuan. Cuma dia lebih fokus untuk menyiksa telinga kami dengan bualannya, Pops. Pokoknya guruku itu akan terus bicara sampai waktunya habis."
"Setidaknya ada yang sempat selamat terekam di otakmu, bukan begitu?" Lysandra sulit mengelak dari logika Quentine yang mulai menyudutkannya.
"Tidak banyak, sepertinya malah tidak ada yang tersangkut."
"Sama sekali tidak ada? Apakah otakmu berlubang seperti roti kelebihan ragi?"
"Hih! Pops, itu ... kejam, terlalu kejam!" Lysandra mengerutkan dahi sampai ujung-ujung alis bersentuhan. Merasa kurang, ia mengerucutkan mulut sebagai protes besar.
"Heh? Kali ini tidak sampai berurai air mata? Bakat aktingmu semakin tumpul?"
Lysandra menarik napas dan mengembus cepat. Sebenarnya candaan Quentine yang lebih mirip hinaan seperti tadi bukan hal yang asing. Memang sudah lama ia merasa kedua orang tuanya seperti menahan diri dalam bersikap, tapi sebaik apa pun yang mereka tunjukkan di permukaan, terkadang sifat sinis seperti tadi akan tumpah.
***
"Sebenarnya aku punya agenda untuk membuktikan Nona Gale juru bual nomor satu. Pasti dia terlalu banyak baca-baca cerita mitologi dan terobsesi berat. Penyebar hoax harus dibungkam, bukan begitu?
"Bayangkan permainan catur, aku ingin sekali men-skakmat dia. Sayang informasi internet sangat terbatas, makanya aku ke perpustakaan kota untuk mencari informasi tentang Vyraswulf. Tebak, kepalaku rasanya seperti dihantam godam hingga seluruh isinya muncrat dan berceceran di lantai perpustakaan, Pops."
"Penggambaranmu terlalu menakutkan, Hazel."
"Mau bagaimana lagi, itu yang kurasakan sewaktu menemukan buku-buku yang tebalnya melebihi ensiklopedia kedokteran paling tebal milik papa Excelsis, Pops!"
"Lalu, apa kau dapat di sana?"
"Oh, itu. Ada tiga buku yang kupinjam. Sempat lihat-lihat sepintas, di salah satu halaman ada foto tengkorak utuh yang diklaim sebagai Vyraswulf. Terus ada klaim di buku lain yang bilang para arkeolog berhasil menemukan jasad utuh mereka yang terperangkap dalam es!"
"Di mana bukunya?"
"Di tas. Nanti aku kasih lihat dan Pops nilai apa buku-buku itu bisa dipercaya atau hanya hasil halusinasi penulisnya."
"Tas?"
"Iya, tas punggungku." Lysandra mengangguk-angguk antusias. Namun, air muka Quentine yang tidak berubah memanggil kecurigaannya. "Pops ... jangan bilang kau tidak lihat ada tas di dekatku—"
"Uhmm, untuk itu aku tidak terlalu memperhatikan."
"Jadi, tidak ada tas waktu Pops membawaku pergi dari tempat horor itu?"
"Ya."
"Ah ... ini ...." Sepasang siku terbanting di atas meja. Lysandra sibuk meremas-remas sisi kepala, tidak peduli lagi tindakannya sukses mengacak-acak rambutnya. "Kenapa oh kenapa .... kenapa bisa ketinggalan di sana ...."
"Kalau kehabisan ongkos, besok kau ikut saja ke kota bersamaku."
Wajah Lysandra langsung terangkat mendengar tawaran Quentine. "Bisakah Pops saja yang ambilkan? Aku malas berurusan dengan dua orang menyebalkan itu. Satu orang dinginnya ngalahin freezer, satunya lagi penyakit keponya itu udah stadium lanjut!" Sadar tata bahasanya berantakan akibat campuran bahasa kekinian, Lysandra merekatkan bibirnya kuat-kuat.
"Siapa mereka?" Sepertinya antena Quentine lebih menangkap isi yang terkandung dari informasi yang disampaikan dibandingkan cara penyampaiannya.
"Si freezer, namanya Wyfrien. Si sombong yang hanya bisa mengintimidasi orang, satunya lagi cuma anjing peliharaan majikan berkelakuan setan saja!" cibir Lysandra.
"Sebentar, tadi kau bilang pergi ke perpustakaan, tapi kenapa aku menemukanmu di museum?"
Quentine mulai menunjukkan sikap protektif karena instingnya mengatakan pemilik nama yang baru disebut Lysandra adalah seorang lelaki. Ditambah lagi meski mencibir, mata Myristica mini di seberang meja malah berbinar-binar. Tentu saja ia sangat kenal sikap 'mengagumi secara terselubung' karena ia pernah mengalaminya dulu sewaktu mengenal Myristica.
"Ayolah, yang Pops bayangkan tidak benar. Aku baru bertemu dia hari ini, jadi jangan berpikir kalau aku pergi berkencan dengannya. Lagipula, apa romantisnya berkencan di museum usang seperti itu?" Lysandra mengibas-ngibaskan tangan karena sangat paham pancaran kecurigaan dari sorot mata Quentine.
"Jelaskan."
"Dari tadi aku ingin menjelaskan, kan? Tapi disela terus." Lysandra menarik ujung bibirnya hingga membentuk satu garis lurus.
"Baiklah, baiklah." Masih dengan tangan terlipat di depan dada, Quentine menarik mundur dirinya dan bersandar di kursi"
"Sebenarnya hari ini tidak ada rencana ke museum kota abis pinjam buku. Cuma, lihat jadwal bus yang masih lama datang—sekitar dua jam—dan malas duduk di halte selama itu, jadilah aku pergi ke museum. Kata Nona Gale, di sana akan ada pameran. Coba tebak apa yang akan katanya akan dipamerkan?"
Bukannya berusaha menebak pertanyaan teka-teki Lysandra, Quentine semakin skeptis. "Sejak kapan kau tertarik dengan benda-benda usang?"
"Aku tidak pernah tertarik dengan benda-benda purbakala, Pops."
"Lalu?"
"Dapat tugas buat isi liburan, bikin laporan hasil kunjungan ke tempat publik. Dalam laporan harus ada lampiran tiket masuknya. Aku pilih museum karena letaknya paling dekat dan menjalankan misi ingin mematahkan klaim-klaim guru sejarahku itu."
"Tadi kau bilang akan ada pameran? Temanya apa?"
"Vyraswulf. Kebetulan sekali, kan?""Hazel, seberapa besar kau ingin tahu tentang Vyraswulf?"
"Sangat tidak ingin tahu sebenarnya, tapi demi membungkam hoax, apa pun akan kulakukan. Heran, kenapa sekolah bisa merekrut guru aneh yang bahkan tidak bisa memisahkan antara dunia nyata dan khayalan seperti dia. Satu-satunya kelebihan dia ... apa ya? Dia lumayan cantik seandainya kaca mata bokong botolnya dibuka!"
Lysandra buru-buru berdiri dan mengambil sekotak susu baru dari kulkas supaya rasa antusias yang terus ditekan tidak terdeteksi oleh Quentine yang sepertinya lebih sulit diyakinkan.
***
"Akhir-akhir ini aku jadi berpikir, bila Vyraswulf itu hanya berupaya khayalan si nona purbakala saja, tentu pameran di museum kota akan menjadi sebuah lelucon saja, kan? Tapi, kurasa pemerintah kota tidak akan segegabah itu mengizinkan pameran bohongan di museum kota yang merupakan salah satu ikon kota Wichzkita—itu akan merusak nama baik mereka di mata publik, kan?"
"Opini yang bagus."
"Berarti Pops setuju denganku." Dalam hati Lysandra mengagumi kepintarannya untuk membuat argumentasi yang sangat masuk akal seperti sekarang. Akhirnya, setelah sekian lama berteman dengan Excelsis dan Schifar, remah-remah kecerdasan dua makhluk itu tercangkok di kepalanya.
Tekad Lysandra sudah bulat untuk menyimpan rahasia Schifar untuk dirinya sendiri karena tahu bila sampai identitas lelaki yang disukai terungkap, saat itu juga ia harus mengubur impian untuk menjadi ibu dari anak-anak Schifar.
Quentine tentu tidak akan mengizinkan putri semata wayangnya menjalin hubungan dengan salah satu Vyraswulf. Orang tua yang waras pasti tidak akan mau memberikan anak mereka untuk menjadi mangsa potensial dari bangsa yang di tubuhnya mengalir darah monster bercakar dan bergigi tajam.
"Kau ingin mendengar cerita tentang mereka?"
"Seperti?"
"Pertama, bangsa Vyraswulf bukan hasil khayalan gurumu. Mereka memang benar-benar ada, sampai sekarang." Quentine menunggu reaksi Lysandra.
Saatnya Lysandra menajamkan bakat aktingnya dengan berpura-pura terkejut. "Yang benar, Pops!"
"Ya. Sebenarnya, aku tidak suka dengan mereka." Quentine berdeham lalu melanjutkan, "karena satu dan lain hal yang tidak bisa dihindari, orang tuamu ini menjalin hubungan timbal balik yang menguntungkan dengan salah satu dari mereka."
"Ada alasan khusus kenapa ... Pops tidak suka?"
"Mereka itu bangsa buas yang haus darah, makanya kita harus sangat berhati-hati. Aku tidak habis pikir kenapa seorang dewi lembut seperti Freynir bisa menghasilkan keturunan binatang buas seperti itu."
"Benarkah? " Lysandra berusaha menyeimbangkan informasi yang didapat dari hasil interaksi dengan Schifar dan yang baru diterima dari Quentine. Sangat bertentangan, tapi Lysandra merasa sangat tidak pantas melabeli orang tua sendiri sebagai seorang pembohong.
Dari caranya berbicara juga terlihat jelas bila Quentine tahu persis apa yang ia bicarakan. Selain itu, menurut pengakuannya yang memiliki hubungan baik dengan salah satu spesies yang keberadaannya disangkal habis-habisan oleh para Aether.
Hipokrit menjadi kata pengganti yang muncul di kepala Lysandra setelah mencoret kata 'pembohong'. Namun, rasa bersalah langsung menusuk hatinya. Melemparkan tuduhan serius seperti itu kepada orang tua sendiri adalah suatu tindakan tidak bermoral yang pantas mendapatkan hukuman dari langit saat ini juga.
"Hazel. Kenapa wajahmu masam begitu, apa lagi yang tengah mengganggu pikiranmu?"
"Ah! Maaf, aku hanya sedang kesulitan mencerna informasi, Pops. Itu saja."
"Bagian mana yang sulit ditelan oleh otakmu?"
"Dewi Freynir ... yang kau bilang lembut dan binatang buas. Aku ... tidak pernah mendengar namanya dari mitologi mana pun. Setahuku tidak ada kuil yang menyandang namanya di negara kita, apa dia dewi lokal?"
"Kau benar." Quentine langsung menyadari bahwa sejak Perang Besar Kedua segala informasi mengenai Freynir telah dihapus dan semua kuil di seluruh penjuru negeri yang dibangun untuk menghormatinya telah diratakan dengan tanah.
Quentine sendiri tidak terlalu mengenal mantan Dewi Cinta tersebut karena konon ia tidak pernah turun lagi dari Dunia Atas setelah sepasang Aether pertama dihembusi napas kehidupan oleh Kalbatama sendiri dan mendiami Dunia Tengah untuk dikelola oleh mereka dan keturunannya. Kecantikan dan kelembutan Freynir didapat oleh Quentine melalui memori Bunda Orflaith.
"Jadi, siapa dan apa tugas dari Dewi Freynir, Pops?"
"Dewi Cinta dan Kesuburan. Hanya itu yang kutahu."
"Oh, dewi seksi dari salah satu mitologi kuno, ya?"
"Seperti itu, tapi tidak dalam bentuk yang sensual ataupun vulgar. Setidaknya itu yang kudapat dari memori Bunda Orflaith."
"Siapa dia? Nenek berwajah ramah?"
"Pohon Kehidupan yang membuat bangsa kita ada di dunia ini."
"Pohon!" Ruas tulang di leher Lysandra nyaris terpelecok akibat gerakan mendongakkan wajah tiba-tiba.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro