Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10.3 - Svelatrix vs Cervius

Quentine tersentak. "Istriku ... aku—aku ingin melihatnya. Dimana dia?"

"Di kamar tidur kalian—bersama Aithne." Sekali lagi Maeveen tidak merinci kondisi Myristica yang sebenarnya.

Lysandra segera berlari kesetanan menuju kamar tidur, tidak mengacuhkan Excelsis yang memintanya berhati-hati supaya tidak terpeleset dan jatuh.

"Maeveen ... apakah yang kupikirkan benar?" Suara Quentine bergetar.

"Bila yang kau maksud ia kehilangan suhu tubuh dan tidak bernapas ... itu benar. Tubuh istrimu ditumbuhi bunga es, aku tidak tahu itu pertanda apa karena aku tidak mengenal anatomi tubuh kalian. Sebagai seorang dokter, kalian membuatku berada di posisi yang sulit."

"Aku mengerti. Terima kasih kau tidak bertindak gegabah." Quentine berdiri. Sofa empuk kesayangan seolah-olah kehilangan daya tarik yang membuatnya ini ingin duduk lebih lama. Yang ia inginkan sekarang adalah berlari secepat mungkin untuk menjumpai Myristica. Sambil membulatkan tekad, Quentine memerintah kakinya untuk bergerak maju, tidak masalah bila harus menyeret sekali pun. Namun tekad saja tidak cukup karena sepasang kaki yang semakin gemetar masih enggan untuk bergeser sedikit pun.

Frustrasi perlahan menggayuti hatinya diikuti dengan kemarahan yang siap meledak. Tanpa Quentine sadari, aura aura semerah darah menguar keluar. Excelsis yang sibuk menganalisis teorinya terhenyak karena suhu di ruangan yang tiba-tiba naik drastis hingga seperti di dalam bilik sauna. Butiran-butiran sebesar biji jagung yang terbentuk mulai berlomba menuruni dahi. Dalam sekejap kelembapan juga sirna berganti panas dan kering seperti suhu padang gurun dengan matahari terik di atas kepala.

'Apa yang terjadi?' Adalah kalimat yang berulang-ulang terucap dalam benak Excelsis. Paru-parunya mulai kekurangan asupan oksigen karena tidak mau lagi menghirup udara panas yang seperti memanggang rongga hidung. Otaknya memberi perintah darurat supaya berhenti bernapas demi melindungi organ pernapasan supaya tidak bernasib seperti kertas yang dibakar. Namun, instingnya berontak dan memaksa untuk bernapas bila ia masih ingin hidup. Excelsis buru-buru membekap hidung dan bernapas pendek-pendek. Cara ini lebih baik daripada menahan napas entah sampai kapan.

Udara panas di sekitar mereka semakin intens, seperti kompor yang apinya dibesarkan untuk membuat sepanci masakan cepat matang, tapi mengabaikan kemungkinan akan hangus dan tidak bisa dikonsumsi lagi. Sempat terbersik dalam benak Excelsis menyingkirkan si koki sembrono dari dapur.

"Om Quentine ...?" Excelsis tidak menyangka bila Quentine yang menjadi sumber perubahan suhu. Seluruh tubuh pria itu diselubungi aura merah yang menjilat-jilat seperti api, persis obor manusia. Sinis, gelap dan kelam adalah tiga kata yang tepat untuk menggambarkan aura merah tersebut.

Quentine tidak bereaksi meski namanya dipanggil berkali-kali. Ia mirip mayat hidup yang berjalan terseok-seok menuju sumber mangsanya—kamar tidur tempat Lysandra berada.

Entah apa yang ada dalam benak Excelsis sewaktu ia berdiri dan menghampiri Quentine untuk membantunya berjalan. Namun, Maeveen segera menepis uluran tangan Excelsis dan berkata, "Jangan sentuh."

Excelsis menurut. Maeveen mendekati Quentine lalu menepuk bahu kanannya sambil membisikkan sesuatu. Tidak lama kemudian, jilatan-jilatan aura merah di sekujur tubuh Quentine mereda dan hilang, meninggalkan sesosok pria linglung yang baru baru disadarkan dari hipnotis.

Quentine sempoyongan sambil memegangi kepalanya, tapi Maeveen dengan sigap menjadi penopang sebelum ia sempat terhempas di lantai.

Keduanya seperti ... tidak, tidak ... aku harus menghentikan dugaan aneh ini!

Excelsis menepuk-nepuk pipinya yang panas sambi menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran aneh yang merasuki kepala. "Aku ... aku harus mengurangi membaca cerita tentang ... tentang itu ... sekarang luruskan pikiranmu, Excelsis!" makinya pada diri sendiri.

***

Kedua pria yang menjadi sumber pikiran liar Excelsis telah hilang dari pandangan. Satu-satunya petunjuk ke mana perginya mereka adalah ruangan bercahaya terang di ujung koridor.

Di ambang pintu, Lysandra tengah tersedu-sedu dalam pelukan Aithne sambil terus memanggil-manggil Myristica dengan suara serak. Seketika dada Excelsis mengencang dan seperti dihunjami ratusan jarum panas berkali-kali. Aithne mengelus-ngelus punggung Lysandra untuk menenangkannya.

Netra Aithne terpaku pada punggung Maeveen yang berlutut di samping ranjang bersama Quentine. Sorot matanya jelas memperlihatkan luapan frustrasi karena tidak bisa melakukan apa pun selain berharap pada profesi dokter yang disandang sang suami. Dalam hati, Aithne terus bertanya-tanya bila ia bisa mempertahankan kewarasannya bila sesuatu menimpa Excelsis.

"Jangan menyentuh atau tersentuh bunga es, Maeveen!" Aithne buru-buru mencegah sewaktu suaminya mengulurkan tangan untuk memastikan sendiri bila Myristica memang sudah meninggal.

Dari pengalaman sebelumnya, Aithne sudah belajar untuk tidak menyentuh atau tersentuh bunga es yang bersarang di tubuh Myristica. Ujung-ujung jarinya mengalami radang dingin akibat paparan suhu rendah dari bunga es tersebut. Lysandra juga mengingatkan dengan suara parau sewaktu Quentine mengulurkan tangan.

Terlambat.

Udara dingin langsung menyembur diikuti dengan bunga es yang memenuhi ambang pintu. Seolah hidup, bunga es yang sama merambati tembok dan menjulurkan sulur esnya untuk menggapai Excelsis. Namun, kesigapan Aithne menyelamatkan pipi Excelsis yang langsung menariknya menjauh dari tembok.

"Kau ingin bermain kasar denganku, Cervius?" hardik Quentine kepada Rǜę milik Myristica yang membuat kamar tidurnya menjadi sebuah igloo berbentuk kubus, atau mungkin lebih cocok disebut goa es karena stalagtit yang menggantung di langit-langit dan stalagmit yang terbentuk di lantai. Kelima orang yang berada di ruangan ini terlihat seperti mangsa yang terperangkap dalam mulut monster bergigi tajam.

"Keluarlah kalian. Apa pun yang terjadi, jangan ganggu pertarunganku—termasuk kau, Hazel!" perintah Quentine dengan nada tinggi, kemuakannya terhadap sikap Cervius mencapai ubun-ubun. "Aku akan memberinya pelajaran supaya dia tahu di mana posisinya!" tegasnya.

"Tapi," protes L ysandra. Ucapan Quentine terdengar seperti sebuah pesan terakhir sebelum menjalankan misi bunuh diri.

"Lakukan seperti yang kuperintahkan!" Quentine menggunakan kuasa istimewanya sebagai seorang ayah yang tidak boleh dibantah bila sudah bertitah.

"Baiklah." Dengan berat hati Lysandra terpaksa menurut dan menyusul keluarga Vladimatvei yang sudah lebih dulu berdiri di luar kamar dan menatap cemas sewaktu pintu terbanting keras dengan lambaian tangan Quentine. Tidak ada yang menduga ia akan mengunci pintu dari dalam.

"Dia benar-benar gila!" Aithne hanya bisa menatap simpati pada Lysandra, kasihan karena si mungil memiliki orang tua nekat dengan jalan pikiran yang sulit ditebak.

Di dalam, Quentine memejamkan mata. Bibirnya bergerak, tapi tidak ada kata yang terucap. Selesai merapalkan mantra tanpa suara, pada telapak tangannya yang menengadah keluar sebentuk kelereng merah yang melayang-layang.

"Dengan ini, aku Quentine mempersembahkan separuh esens jiwaku untuk dikonsumsi Svelatrix, abdi setiaku. Svelatrix! Keluarlah!"

Svelatrix keluar melalui proses seperti sebelumnya dan langsung menyambar kelereng arwah milik Quentine.

Kelereng arwah yang dikeluarkan Quentine adalah sebuah kristal sebesar kelereng yang diisi sihir bercampur jiwa pemilik Rǜę yang akan memberikan energi tidak terbatas dalam jangka waktu tertentu. Satu kelereng arwah akan mengorbankan sepuluh tahun usia si pengguna. Semakin banyak mereka menciptakan kelereng arwah, semakin dekatlah tebasan arit Si Penuai Kehidupan untuk memanen jiwa mereka. Sepanjang hidupnya, Quentine sudah menciptakan dua puluh kelereng arwah.

***

Menunggu adalah hal yang paling membosankan. Jarum detik di ruang tamu yang terus bergerak terdengar seperti bom waktu bagi Lysandra. "900 detik! Mau sampai berapa lama aku menunggu disini tanpa melakukan apa-apa? Mengapa aku tidak bisa berada di sisi mamaku sendiri?"

Kegusaran Lysandra mencapai batas hingga ia berniat mendobrak pintu kamar, tapi dicegah oleh Maeveen yang langsung menangkap dan mengancam akan mengikat tangan dan kakinya bila diperlukan.

"Ma, apa yang terjadi di dalam sana?"

Aithne menggeleng. "Satu hancur berkeping-keping sewaktu temanmu menyentuhnya dan kami berdua dipindahkan ke suatu tempat seperti kutub utara dan melihat Myristica sedang berdiri di sana sambil mengatakan 'selamatkan Cervius'. Ini benar-benar membingungkan!"

"Siapa Cervius, Ma?"

"Entahlah. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya?" Excelsis hanya mengangguk dan meminta Aithne melanjutkan. " Seekor rusa jantan bermata hitam pekat melompat dan hendak menanduk kami berdua. Entah bagaimana, kami kami kembali ke tempat semula dalam kondisi nyaris beku dan diselubungi bunga es! Myristica dalam bentuk astral mengibaskan tangan hingga kami terdorong ke ambang pintu. Tak lama kalian muncul."

"Mama bilang Lysa menyentuhnya?" Excelsis mengerutkan dahi sesaat sebelum melanjutkan, "tapi, bukankah tadi mama dan Lysa sempat melarang?"

"Ya, memang aneh. Mama mengalami radang dingin sewaktu mencoba menyentuh bunga es itu. Lysa juga mengalami hal yang sama sewaktu mencoba menyentuh untuk kedua kalinya."

Ledakan besar menghancurkan pintu kamar dan Quentine terlempar keluar. Namun, sebelum ia menghantam tembok, sekelebat bayangan merah seperti pita membelit dan menariknya masuk. Lysandra yang penasaran segera berlari untuk melihat apa yang tengah terjadi di dalam sana dan seketika ternganga.

Sosok rusa jantan yang dilihatnya bersama Aithne tengah bersiap menyerang wanita bersayap yang mengambang di belakang Quentine. Tangan wanita tersebut memeluk bahu Quentine dengan sikap yang posesif. "Si—siapa kau wanita genit! Berani-beraninya memeluk pops!" Keparauan Lysandra menjadi-jadi diantara jeritan yang setara tiupan peluit.

Cervius yang terkejut, berbalik dan hendak menyerang Lysandra tapi dengan cekatan Svelatrix memosisikan diri di antara keduanya, seperti hendak menjadi penahan benturan untuk Lysandra. Spontan Lysandra mengulurkan tangan dan menggenggam apa pun yang bisa diraih karena tidak ingin terhempas kasar pada tembok di belakang.

Telapak tangan Lysandra menyentuh pinggang Svelatrix, membuat rambut panjangnya langsung menempel di sepanjang tulang belakang. Kait-kait yang awalnya mengarah ke atas bergerak dan memeluk tiap ruas tulang belakangnya.

Pelat-pelat hitam bercampur emas dari bahan metal mengilap yang berasal dari tiga puluh tiga cincin pada rambutnya membungkus tubuh Svelatrix. Benturan keras tak terhindarkan, tapi Cervius terpelanting sementara Svelatrix bergeming.

Rǜę merah ini menatap telapak tangannya yang diselubungi aura berwarna emas, tapi tak lama aura tipis tersebut langsung meredup dan hilang.

***

Glosarium:

Radang dingin (frostbite): Kondisi di mana jaringan tubuh membeku dan rusak oleh paparan suhu rendah. Untuk gambarnya, bisa dicari sendiri ya ^.^ agak disturbing soalnya.

Kelereng arwah (soul marble): Salah satu perangkat yang umum dimiliki para Pixie. Kristal yang mereka pakai biasanya tidak berwarna seperti es batu yang dibentuk bulat seperti kelereng.

~~ Kelereng arwah milik Quentine berwarna merah, sementara milik Myristica biru muda.

Lalu, bagaimana dengan Schifar yang sekarang memiliki Rǜę (Magnolia)? Sepertinya Magnolia belum berpikir untuk menjadi sosok Rǜę seperti Svelatrix bagi Quentine atau Cervius bagi Myristica. Jadi, ia belum mengajarkan Schifar untuk membentuk kelereng arwah yang bisa digunakan untuk melipatgandakan kekuatannya.

Kenapa proses mewujud Magnolia tidak sama sedramatis Svelatrix/Cervius? Sederhana, ia tidak menjalani kontrak sempurna seperti Quentine/Svelatrix atau Myristica/Cervius.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro