Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2 ( Blackhuge )

Steven tiba tiba mengerem mendadak. Steven bergegas turun dari motornya, ia berlari menjauh dari Caca. Detak jantungnya tiba tiba tak beraturan. Steven berusaha mengatur nafas. Jiwanya sangat tertekan, begitu banyak hal yang mengganggu pikirannya. Caca yang berada di belakang Steven terlonjak kaget setelah Steven mengerem mendadak. Melihat Steven berlari meninggalkannya membuat Caca kembali bertanya-tanya. Caca sungguh ingin bertanya tapi ia tak ingin membuat Steven marah. Caca mengikuti kemana Steven tadi berlari. Caca melihat jika Steven sedang berjongkok membelakanginya. Dari belakang Caca dapat melihat dengan jelas jika wajah Steven pucat. Peluh mulai membasahi baju Steven, Caca yang melihatnya menjadi semakin khawatir. Kaki Caca mulai melangkah mendekati Steven. Baru beberapa langkah ia pun berhenti, Caca sadar Steven akan semakin tertekan jika ia mengganggunya.

"Ca," sebuah kata keluar dari mulut Steven.

Caca masih ragu-ragu dengan panggilan Steven. Ia bingung akan menjawab atau akan diam. Setelah beberapa saat ia berpikir, Caca memandang wajah Steven. Terlihat dari wajahnya, bahwa Steven mencoba menekan rasa cemasnya pada suatu hal. Ingin sekali Caca menanyakan hal apa yang membuat Steven cemas, namun berkali kali Caca terpaksa mengurungkan niatnya. Caca tampak berpikir keras, ia menimbang nimbang apa dia akan menanyakannya atau tidak. Pilihan Caca jatuh pada pilihan pertamanya.

Yapss, Caca akan menanyakan hal itu pada Steven. Baru saja ia ingin mengatakan sesuatu, lengannya kembali ditarik oleh Steven. Steven kembali mengajak Caca menaiki motornya. Caca masih heran dengan tingkah aneh Steven, tapi Caca tak ingin Steven menjadi semakin depresi. Caca sadar orang yang depresi dapat melakukan apa saja.

Setelah Caca menaiki motor Steven segera melajukan motornya dengan sangat cepat. Caca yang berada di belakangnya hampir saja jatuh terpental. Caca mencoba tetap sabar dan tenang, pria yang sedang memboncengkannya adalah teman barunya. Dari pernyataan itu dia berpikir bahwa tak seharusnya dia marah dengan orang yang belum terlalu dia kenal seperti Steven.

Steven kembali mengerem secara mendadak. Caca mulai waswas, Caca mulai berpikir yang aneh aneh. Bayangan Steven yang akan bunuh diri atau yang semacamnya membuat pikiran Caca berpikir tidak jelas. Namun ternyata, itu tidak benar-benar terjadi. Caca bersyukur hal yang dipikirkannya tidak terjadi. Caca mulai berpikir bahwa ia tak perlu lagi berpikir yang aneh-aneh karena Caca merasa Steven adalah pria yang baik. Caca masih terlihat senang dengan kenyataan hinga Steven memanggilnya.

"Ca, buruan kesini!"

Caca segera bergegas ke arah Steven. Steven tengah membersihkan sulur yang menutupi sebuah lubang hitam di dinding pohon. Caca terkejut, melihat apa yang dilihatnya itu. Blackhuge, ya itulah namanya. Caca pikir lubang itu hanya ada di cerita saja, tapi apa yang sedang dilihatnya sekarang mampu mematahkan apa yang ada dipikirannya. Menurut Caca, pria yang didepannya itu begitu memiliki banyak hal yang istimewa.

"Ca, ayo buruan masuk."

Baru saja Caca ingin menanyakan apa motornya mau dibawa masuk ke lubang, atau akan ditinggal di luar lubang, Steven sudah masuk mendahuluinya. Caca berpikir bahwa dia sudah ditakdirkan untuk hanya menjawab pertanyaan dan tidak dapat mengajukan pertanyaan. Caca segera menyusul Steven. Lubang itu dengan cepat membawa Caca ke sebuah tempat yang tidak pernah dilihatnya. Di depannya hanya terdapat pohon-pohon besar yang bercahaya.

"Wooww! Benar-benar penuh keajaiban." Pikir Caca.

Tempat yang lenggang itu membuat Caca menjadi semakin bertanya-tanya. Dimanakah orang yang tadi mengajaknya? Belum selesai rasa penasarannya, tiba-tiba tanah dibawahnya bergetar dengan sangat hebat. Gempa bumi, itulah yang pertama kali Caca pikirkan. Caca menjadi panik, otaknya berpikir keras.

Belum selesai Caca berpikir, tiba-tiba tanah di bawahnya terbelah. Caca terpelosok kedalam lubang dan tanah yang berada di atas seketika tertutup. Mengubur Caca hidup-hidup.

Hitam dan kelam, hanya itu yang dapat digambarkan kondisi tempat yang Caca tempati saat itu. Ingin sekali rasanya Caca menangis, tapi ia sadar nenangis tak ada gunanya. Otaknya terus berpikir. Tangannya sesekali meraba tempat disekitanya. Hal yang pertama kali muncul dipikirannya hanyalah cahaya. Ya, dia harus membuat cahaya. Tangannya kembali meraba sekelilingnya. Setelah beberapa lama, akhirnya Caca menemukan sesuatu. Betapa terkejutnya ia setelah sadar apa yang ditemukannya. Berlian. Caca kembali berpikir dengan keras, untuk apa berlian ini. Caca memilih menyimpan berlian itu, dia berpikir mungkin dengan membawanya sebuah petunjuk akan di temukan. Caca kembali berpikir keras. Belum selesai ia berpikir, tanah tempat Caca berpijak kembali bergetar.

Tanah yang dipijak Caca kembali terbelah. Caca kembali terperosok di dalam lubang. Kepala Caca terbentur tanah. Memanglah sakit, tapi Caca tak ingin menangis. Efek terbentur tadi membuat Caca pusing, perlahan pandangan Caca menjadi kabur dan perlahan gelap.

"Ca, kamu nggak papa?" suara yang terdengar familier mampu membuat Caca tersadar dari pingsan. Ya, Caca tadi sempat pingsan setelah kepalanya terbentur batu.

Samar-samar wajah Steven mulai terlihat. Caca masih tak percaya apa yang dilihatnya. Steven kini berada di depannya. Menunggu jawaban dari pertanyaannya tadi. Caca tak tau harus berkata apa, Caca kembali bertanya-tanya kemanakah Steven sedari tadi. Hal aneh yang tadi Caca lalui kini menjadi segudang pertanyaan, Caca sungguh ingin sekali bertanya pada Steven, tapi ia tak berani menanyakannya. Kejadian sebelum Caca dan Steven memasuki lubang telah membuat Caca trauma. Caca hanya takut sosok yang ada dihadapannya kembali cemas akan suatu hal.

"Ca? kamu nggak papa?" Steven kembali mengulang pertanyaan. Wajah sayu Caca membuat Steven menjadi tak enak hati. Steven merasa telah membuat Caca menderita.

Steven merasa bahwa jalan menuju Crackywell begitu tidak biasa bagi Caca, hal itu mungkin yang membuat Caca menjadi sedih dan kebingungan. Steven kembali meraih lengan Caca, mengajaknya pergi kesuatu tempat.

"Kita mau kemana, Steven?" tanya Caca.

Namun, lagi-lagi sosok yang menarik lengannya tak menjawab pertanyaan yang ia ajukan. Jujur, ia merasa kesal dengan Steven yang tidak pernah menjawab pertanyaannya sejak mereka bertemu. Ia ingin marah, tapi ia tidak tahu untuk apa ia marah. Steven tetap menarik lengannya, padahal ia sedang tidak baik-baik saja. Beberapa saat yang lalu kepalanya terbentur tanah, dan saat ini ia masih merasa berkunang-kunang. Entah mengapa ia merasa jika sosok yang ada di depannya sama sekali tak peduli akan kesehatannya. Tak peduli jika di perjalanan ia kembali pingsan.

"Hei, jalan yang cepat dong!" perintah Steven.

"Ini, juga udah cepat," balas Caca dengan mulut sedikit dimajukan beberapa senti ke depan.

"Jalan yang cepat dong! Kamu manusia apa siput sih? Jalannya kok lama banget!" ledek Steven.

Caca tidak membalas, ia merasa kesal dengan apa yang baru saja Steven katakan. Ia merasa dipermalukan oleh sosok yang baru saja dikenalnya. Walau begitu ia masih mencoba untuk bersabar menghadapi teman barunya yang kelewat menyebalkan.

"Bisa lebih cepat ga sih, siput?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro