Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02. Kabar Mengejutkan

0o0o0


Gray selalu diantar dan dijemput menggunakan sopir pribadi, ia jarang sekali bahkan tak pernah menaiki angkutan umum. Rumahnya pun mentereng. Maklum ayahnya Gray merupakan salah satu pejabat penting di negeri ini.

Ayahnya memang kaya raya, tetapi Gray tidak pernah menghabiskan uang ayahnya untuk berpesta dan lainnya. Paling ia memanfaatkan uang punya ayahnya untuk membeli banyak buku.
Di rumah yang besar ini, Gray sangat kesepian. Ia anak semata wayang, dan katanya ibunya sudah meninggal sejak ia kecil. Sang ayah tak pernah sekalipun mengajak Gray mengunjungi makam ibunya, tidak habis pikir.

Gray juga sedikit bingung, untuk ukuran ayahnya yang mapan dan good looking mengapa tidak ada niatan untuk menikah lagi? Mungkin ayahnya terlalu fokus bekerja.

Gray turun ke lantai bawah rumahnya, ia ingin makan malam, ternyata di ruang makan ada ayahnya yang baru pulang sedang  menyesap teh.

Dengan canggung, Gray duduk di samping ayahnya.
“Halo ayah.” Sapa Gray kaku.

“Halo Grisham.” Balas ayahnya datar. Grisham adalah nama lengkapnya.

Nama Gray merupakan singkatan yang diberikan oleh pengasuhnya dulu ketika kecil. Ia begitu baik, makanya Gray memakai nama itu sampai sekarang.

Gray mengamati ayahnya yang sedang membereskan file-filenya yang sedikit berantakan di meja makan, mukanya terlihat cemas memikirkan sesuatu.

Gray menerka bahwa jadwal ayahnya hari ini tidak terlaksana dengan baik. Dari beberapa sisi, Gray mengakui banyak kemiripan dengan ayahnya. Seperti tidak suka bergaul dan basa-basi, lebih suka bekerja sendiri daripada berkelompok. Satu hal yang Gray tahu pembeda dari mereka yaitu Gray yakin ia lebih kreatif daripada sang ayah.

Semenit kemudian, barulah ayah pergi meninggalkan Gray sendirian di ruang makan. Barulah Gray mulai menyantap makan malamnya ditemani dengan tayangan HBO Channel di televisi.

Gray membuka buku yang akan ia pelajari tahun ini. Delapan puluh persen ia sudah menguasainya, karena hari-hari liburan kemarin ia isi dengan belajar. Yang sedang Gray pikirkan adalah bagaimana strateginya untuk bisa diterima di perguruan tinggi paling bergengsi di negerinya.

Beberapa hari berjalan dengan lancar. Kehidupan Gray baik-baik saja. Paling diselingi oleh tugas-tugas yang sedikit merepotkan. Ketenangan selama sebulan terakhir ini sayangnya harus berakhir karena suatu hal. Dimulai dari kabar mengejutkan yang Gray terima sore ini.

Sang sopir, Andy membukakan pintu kepada Gray dengan tatapan sendu sekaligus cemas. Gray tidak mempertanyakan perihal air muka Andy, mungkin ia sedikit ada kendala internal dalam dirinya.

“Tuan Grisham.” Andy memanggil Gray dengan nada getir. Tidak sepeti biasanya pria berkepala empat itu memanggil Gray demikian.

“Ada kabar mengejutkan yang akan anda dengar ketika tiba di rumah, tolong persiapkan mental anda untuk itu ya.” Andy berbicara masih dengan nada yang sama.

Apa maksud Andy berkata demikian? Hiperbola sekali.” Gray bergumam dalam hatinya. Ia terlalu lelah untuk berbicara. Gray hanya memberikan anggukan samar.

Perjalanan dari sekolah ke rumah Gray memakan waktu empat puluh lima menit, dan Gray pasti selalu menikmatinya. Ditambah oleh lagu yang Andy setel untuk perjalanan mereka. Tapi kali ini berbeda, tidak ada lagu dan perasaan Gray begitu tidak tenang karena perkataan Andy. Jarang-jarang kondisi batin Gray begitu terganggu karena ucapan orang.

Astaga ada apa ini? Kenapa firasat ku berkata akan ada hal buruk terjadi?”

Sejam kemudian Gray tiba di rumahnya, kondisi jalanan tadi padat merayap, hal itu yang tambah membuat Gray frustasi.
Andy membuka pintu penumpang, ia menepuk pundak Gray seraya berkata sendu “Tuan pasti kuat.”

Gray menatap pria itu tajam. Kata-katanya bikin Gray cemas saja, rasanya Gray ingin menghajar pria itu tapi tak bisa.

Gray baru sadar, Andy tidak menurunkannya di halaman rumah, melainkan di taman kompleks depan rumah Gray. Baru pertama kali Andy memperlakukannya seperti ini, apa ia tak takut kena semprot ayahnya Gray karena tidak mengantarkan anaknya sampai depan rumah?

Gray berjalan cepat menuju rumahnya, dan alangkah terkejutnya ketika melihat halaman rumahnya dan jalanan di sekitarnya di penuhi banyak mobil.
Ada apa ini? Kenapa banyak mobil di sini? Ayah hanya membuka rumahnya untuk jamuan besar dan tamu yang banyak dua kali pertahun. Di bulan Juni dan Desember, tetapi sekarang Agustus. Apakah ada perubahan? Kalau misal iya, itukah yang membuat ayah begitu kesal tempo hari?” Pikirannya begitu ramai saat ini. Di satu sisi Gray ingin bersikap biasa saja, tetapi di sisi lain ada yang membuat Gray khawatir.

Ia ingin menghindari keramaian jadi ia masuk ke rumah lewat pintu samping yang langsung menuju ke dapur. Pikirnya ia akan sedikit menemukan ketenangan di sana. Ketika ia membuka pintu dapur, ia langsung disambut oleh pelukan Hannah yang aneh dan tiba-tiba. Hannah adalah pengasuhnya sejak kecil, yang memberikan nama Gray dan merupakan pelayan paling setia yang dimiliki Gray.

“Ayahmu Gray, ayahmu.” Hannah tersedu-sedu, dibelakangnya ada Anne, yang merupakan pelayan di rumah ini juga yang sedang menenangkan Hannah.

“Ada apa ini?” Gray tampak bingung.

“Kenapa hari ini begitu penuh hal-hal janggal?” Gray kesal sekali.  

Anne merangkul Gray, dia menyuruh Gray untuk duduk di meja makan.

“Sebelum aku bercerita semuanya, lebih baik kau makan dulu Gray.” Anne menyerahkan sepiring makanan ke hadapan Gray.

Gray cukup bingung, tetapi karena ia lapar dan penasaran dengan hal yang sedang terjadi, ia memakan yang diberikan oleh Anne.

“Oke begini…” Anne mulai membuka mulutnya ketika Gray sudah menghabiskan makanannya.
Selanjutnya, Gray disuguhi fakta-fakta paling mengejutkan yang pernah ia dapatkan selama hidupnya Gray sadar ia terlalu cuek terhadap lingkungan di sekitarnya. Ini nyata, dan Gray tidak suka ini terjadi padanya. Tapi apa daya, Gray hanyalah manusia biasa yang tak bisa mengendalikan semesta.

Air hujan mengguyur Kota London sore ini. Di antara orang-orang berduka dan berpakaian hitam ada Gray yang terdiri dengan kaku melihat nisan orang yang ia kenal sejak kecil. Cuaca hari ini begitu buruk, tetapi tidak separah kondisi batin Gray. Baru kali ini dalam hidup Gray ia merasa terpuruk. Seperti terjatuh kedalam jurang yang dalam dan tak ada yang mengulurkan tangan untuk membantunya. Tak hanya kematian sang ayah, Gray juga harus menerima bahwa rencananya ke depan hancur total.



“Singkatnya begini.” Anne menarik napas dalam-dalam, matanya terlihat tidak fokus.

“Kau tahu berita di televisi tentang ayahmu?” Anne bertanya kepada Gray.

“Apa? Kau tahu sendiri aku tak suka politik. Apalagi liat berita panas yang tidak tahu benar atau tidaknya. Mengapa kau menanyakan ini Anne? Langsung to the point maksudmu apa.” Emosi Gray sudah meluap. Ia benci percakapan yang ada unsur intermezzo tak guna seperti ini.

“Nah itu dia permasalahannya Grisham, kau tak mau tahu apa yang terjadi dengan ayahmu. Padahal tak salah kau melihat sedikit berita mengenainya.” Anne berhenti, ia melihat Gray seperti ingin mengamuk lagi untuk segera memberi tahu. Maka sebelum itu terjadi, Anne segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Ini semua bermula dari bulan lalu. Ayahmu ketauan berkorupsi di kantor pemerintah. Jumlahnya sangat banyak sekali. Jadi kekayaan ayahmu tak sepenuhnya hasil kerjanya. Atasan ayahmu tentunya memburu ayahmu untuk mempertanggung jawabkan tindakannya. Masuk bui atau mengganti seluruh hutangnya. Kata pengacara ayahmu, jika ia ingin mengganti hasil korupsinya, semuanya seharga rumah ini dan dan isinya. Ayahmu begitu frustasi sehingga ia memilih untuk bunuh diri pagi ini. Ayahmu sudah tiada, tetapi rekam jejak keburukannya masih ada, jadi rumah ini akan digadaikan untuk menebus apa yang ayahmu lakukan.”





Percakapan beberapa jam lalu dengan Gray dan Anne di dapur terus terulang di benak Gray. Itu bukan sekadar percakapan biasa, melainkan sebuah pernyataan pahit yang harus Gray terima. Gray memang jarang sekali disayang oleh ayahnya. Tetapi, ayahnya selalu memenuhi kebutuhan materinya. Sekarang semua harta ayahnya sudah benar-benar habis. Gray juga tak pernah membuat rekening tabungan, karena ia masih di bawah umur dan Gray merasa belum perlu untuk menabung.

“Ada sesuatu dari Ayahmu Gray.” Hannah menyerahkan amplop putih ke tangan Gray.

Gray membukanya, isinya sebuah surat yang ditulis tangan oleh ayahnya. Gray membacanya dengan cermat. Sedikit terharu, ayahnya jarang sekali menampilkan tulisan tangannya, apalagi untuk hal non-formal seperti ini.

Untuk anakku, Grisham Linwood Caldwell
Hai anakku, Grisham. Apa kabar nak? Bagaimana hari-hari mu di sekolah? Semoga baik ya. Aku mengenalmu sejak kecil. Kau anak yang pintar dan berbakat. Semua orang bilang seperti itu bukan? Di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku amat membanggakan dan menyayangimu nak. Tetapi aku tak cukup menunjukan rasa cintaku kepada dirimu. Kau tumbuh tanpa kasih sayang ibumu. Seharusnya aku bisa menggantikan figur ibu untukmu. Jangankan figur, aku saja bukan ayah yang baik untukmu. Maafkan aku yang telah menjadi orang tua yang tak pantas untukmu Grisham. Wajar jika kau tak mau peduli apa yang terjadi denganku.

Aku melakukan kesalahan fatal, kau pasti sudah tahu kan apa yang ku lakukan? Bulan lalu semuanya terungkap dan aku merasa sangat kesal, marah terhadap diriku sendiri.

Pengacara bilang bahwa semuanya habis untuk membayar ulahku. Saat itu aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Sempat teringat kamu, makanya aku menulis surat ini.

Ayahmu tak berdaya, maafkan ayahmu yang akan membuatmu menderita. Semoga kamu selalu beruntung nak, dan satu lagi semoga kamu bisa menemukan kebenaran mengenai ibumu.

Dari ayahmu yang keberadaanya di dunia ini hanya tinggal nama
Jonathan Linwood Caldwell



Gray merinding membaca suratnya, tubuhnya sangat lelah sampai menitikkan air mata pun susah. Entahlah, pikiran Gray kosong untuk saat ini.

“Jadi, rumah akan di jual kan? Lalu bagaimana aku akan tinggal dan bersekolah?” Setelah sejam lebih mulut Gray bungkam, akhirnya ia membuka suaranya. Ia juga penasaran nasib hidupnya akan seperti apa.

Hannah menghampiri Gray, ia menggendong Milly yang terlihat makin kurus aja.

“Kita semua akan pergi dari rumah ini Gray. Aku akan pulang ke Wales, Anne dan Andy akan mencari pekerjaan baru. Sedangkan kamu? Itu bagian tersulitnya.” Hannah mencium kepala Milly. Gray tidak ada niatan untuk menyuruh Hannah langsung meneruskan kalimatnya.

“Ada teman ayahmu yang berbaik hati mengurus tempat tinggal mu nanti. Namanya Ms. Teresa. Kau tak akan tinggal bersamanya, beliau mengurus agar kau bisa tinggal di panti asuhan yang penuh penjagaan. Kau juga bisa melanjutkan sekolah, tetapi tak di sekolah mahal tempatmu sekarang. Kau  harus menerimanya Gray, jika kau menolaknya maka kau akan lebih nelangsa.” Hannah berbicara dengan tempo pelan.

Gray tidak terlalu terkejut, ia sudah mempersiapkan dirinya hal terburuk yang akan ia hadapi. “Oke, tolong ucapkan terima kasih untuk Ms.Teresa. Kita akan keluar dari rumah ini kapan?” Gray berbicara dengan nada datar. Ia janji akan bangkit dari keterpurukan.

“Tiga hari lagi kita semua akan keluar dari rumah ini. Besoknya ada pemilik baru rumah ini yang datang, oleh begitu semua hasil korupsi ayahmu akan terbayar lunas.” Jelas Anne.

Maka dimulai dari malam ini, Gray bersiap untuk pindahan. Barangnya sangat banyak, ia harus begitu memilih barang-barang yang akan di bawanya. Keesokan harinya pun, Anne datang ke sekolah Gray untuk mengurus surat kepindahannya, agar nanti jika Gray bersekolah di tempat lain ia tak perlu repot-repot mengurusnya.

Hari terakhir Gray di rumah besar itu pun tiba. Andy sudah pulang kemarin, ia mendapat pekerjaan di Skotlandia sebagai buruh di suatu pabrik. Anne akan bekerja di kedai milik temannya di daerah sini.

“Hannah, apa yang akan kau lakukan di Wales?” Tanya Gray. Mereka berdua sedang menunggu jemputan untuk mengantar mereka ke tempat baru masing-masing.

“Ya, aku akan tinggal di rumah anakku. Entahlah, aku akan menikmati masa tuaku di kebun kami.” Kata Hannah. Pandangannya masih sendu seperti kemarin.

“Ah begitu. Hannah bolehkah kau membawa Milly? Aku ragu bisa mengurusnya dengan baik di panti.” Sedari tadi Gray mengelus-elus Milly yang sedang tertidur di pangkuannya.

Mata Hannah langsung ceria “Wah tentu saja aku akan senang hati menerima Milly. Cucuku sangat menyukai hewan.”

Gray mencium kepala Milly cukup lama. Ia menggambil  handphone nya dan berfoto bersama Milly yang masih tertidur manis. Gray sangat jarang melakukan ini, tapi ini bisa saja pertemuan terakhirnya dengan Milly, tak ada yang tahu.
Nice, aku akan mengirimkannya kepada Emily.”

Gray memasukkan Milly yang sedang tertidur ke kandangnya.
“Nah, Milly sudah siap untuk pergi bersamamu ke Wales.” 

Tak lama kemudian, menantu Hannah datang menjemputnya.

“Nah itu dia menantuku sudah datang menjemput.” Hannah berdiri. Menantu laki=lakinya itu membawa semua barang Hannah ke bagasi mobil mereka.

“Hannah, terima kasih atas tujuh belas tahunnya. Aku memang tak pernah bertemu dengan Ibu, tetapi aku mendapat kasih sayang darimu.” Gray memeluk Hannah terlebih dahulu.

“Oh Gray sayangku, tentu saja aku begitu mencintaimu. Masih ingat rasanya pertama kali datang kesini. Sukses terus ya sayang, jalanmu masih panjang.” Hannah menangis tersedu-sedu. Ia mencium kening Gray dengan hangat.
Gray membimbing Hannah masuk ke mobilnya.

“Gray, semoga kita bisa bertemu lagi ya, saat liburan kau bisa nanti datang ke Wales.” Ucap Hannah.

Gray mengangguk samar.

“Oke bye Gray. See you.” Hannah melambaikan  tanganya dari dalam mobil.

See you Hannah.” Gray melambaikan tangannya juga.

Ia melihat mobil Hannah menjauh dan makin menjauh, ketika sudah hilang di tikungan jalan, Gray sadar ia tinggal seorang diri di sini.

Gray duduk di kursi teras rumahnya. Sudah dua hari ia tak membuka handphone-nya. Banyak sekali yang mengucapkan bela sungkawa. Bukan tidak menghargai usaha mereka, Gray hanya merasa membuang-buang waktu untuk membalas pesan mereka semua. Gray berniat untuk mengirim pesan untuk Emily dan Michelle.


To: Elle
From: Ray
Halo Elle, pasti kau sudah tahu apa yang terjadi denganku. Ya sejujurnya aku begitu kaget ketika mengetahui hal itu, tapi apa boleh buat? Btw walau aku pindah kamu gak masalah ya? Tak usah merasa kesepian. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaikku. Jangan patah semangat dalam belajar, semoga impianmu masuk jurusan kesusastraan dapat terkabul. See you next time.

To: Emily
From: Gray
/send a picture
Milly begitu lucu bukan? Thanks karena telah memberikan Milly padaku. Oh iya aku menitipkan Milly kepada Hannah. Ku takut tidak bisa mengurusnya dengan baik, I’m sorry about it. And pastinya kau sudah mengetahui apa yang menimpaku. Yap, I’ll say see you next time.

Gray mengirim foto ia dan Milly kepada Emily. Mereka berdua sedang tidak aktif. Gray kembali membaca pesannya, terlihat begitu kaku. Wajar, ia jarang sekali berkirim pesan dengan seseorang.

Gray segera menonaktifkan handphone-nya. Gray mendengar suara mobil berhenti di sekitar rumahnya. Apakah itu Ms. Teresa? Dan benar saja, itu adalah mobil orang yang berbaik hati menolongnya.

“Dengan Tuan Grisham Linwood Caldwell?” Ms.Teresa turun dari mobilnya dengan senyum mengembang di bibirnya. Penampilannya cukup fashionable.

“Iya.” Gray menjawab singkat, ia berusaha menampilkan senyum walau terlihat sangat kaku sekali.

“Wah oke deeh, aku Teresa pasti kau sudah tahu ya?”

Gray mengangguk lagi.

“Ayo taruh barang-barangmu.” Ms. Teresa menyuruh Gray untuk segera bergegas. Gray menarik kopornya dan menaruhnya di bagasi mobil.

“Silahkan masuk-silahkan masuk.” Ms.Teresa bersemangat sekali. Gray duduk di samping Ms. Teresa yang mengemudikan mobil ini.

“Oke Grisham, aku Teresa Campbell. Kau tak perlu memanggilku menggunakan Ms. Aku ini merupakan salah satu kolega kerja ayahmu, turut berduka cita ya atas kepergian ayahmu.” Mereka baru saja keluar dari perumahan Gray, dan Ms. Teresa sudah bercerita. Tak apa, Gray tak kesal kok mendengarkan itu semua.

“Eummm baik Teresa. Kau juga cukup memanggilku Gray.” Seperti biasa, ia berbicara dengan tempo pelan.

Seketika percakapan di mobil terhenti. Jalanan di depan macet, konsentrasi Teresa penuh untuk lalu lintas.

“Teresa, aku anak seorang koruptor di kantormu. Tetapi kau mengapa mau menolongku?” Jalanan di depan sudah cukup lengang, Gray memberanikan bertanya mengenai hal yang terpikir di kepalanya sejak tadi.

Teresa tersenyum “Itu tidak ada hubungannya Gray. Aku pernah mengalami hal seperti kau. Saat kedua orang tuaku pergi, dan tidak ada satu orang pun keluarga besar yang peduli. Ada seorang pasangan yang mengangkatku sebagai anak mereka. Itu yang membuatku ingin melakukan hal mirip seperti itu.”

Gray mengangguk, wanita ini mempunyai hati yang baik.

“Tetapi aku tak bisa mengangkatmu menjadi anakku. Aku dan tunangan ku berencana untuk menetap di Irlandia. Aku tak mau ambil resiko untuk membuatmu meninggalkan Inggris. Maaf ya.” Kata Teresa lagi.

“Wah tentu saja tidak masalah Teresa.” Gray seperti ingin berbicara lagi, tapi lidahnya kelu. Susah baginya untuk menyeimbangi teman ngobrol yang seru bagi mereka yang ramai.

“Tapi tenang, panti asuhan tempatmu begitu bagus. Aku sering mengadakan penyuluhan di sana, dan tempatnya begitu asri.” Teresa kembali bersemangat.

Percakapan mereka pun berhenti. Teresa memarkirkan mobilnya di pekarangan panti asuhan. Akhirnya Gray tiba juga di tempat tinggal barunya. Yang Gray sendiri belum tahu sampai kapan ia tinggal di sini.








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro