50 - The Past That Make Her Strong
Aku dan Elen pun mengangguk dengan pertanyaan Fera. Setelah itu ia kembali menceritakan masa lalunya. Walau terbilang berbeda masa lalu kami berdua hampir terlihat sama.
Dalam kondisi terpuruk dan tak tahu arah. Hanya saja ia bangkit dengan kedua kakinya sendiri dengan aku bersama Adi bangkit untuk menyusun potongan teka-teki kebenaran.
Cerita ini berawal dari masa kecilnya. Di mana ia adalah satu-satunya gadis kecil yang dikucilkan. Tidak hanya oleh teman-temannya, bahkan saudara, dan ibunya sendiri mengutuk Fera karena telah dilahirkan ke dunia ini.
Benar-benar cerita yang menyedihkan dan kulihat perempuan cantik di sampingku ini menahan isak tangisnya ketika mendengarkan cerita itu.
"Pada awalnya aku mengira Ibuku tidak akan seperti itu. Tetapi rasa sakit hatiku semakin menjadi ketika mengetahui bahwa selama ini ia hanya berpura-pura"
"Terdengar seperti ... "
"Menyedih kan bukan? iya, aku sendiri tak tahu harus bersandar pada siapa. Selama hari-hari penuh penderitaan itu satu-satunya tempatku menangis adalah pemakaman Ayahku."
Wajahnya pun menunduk dengan kesepuluh jari yang kini meremas kuat pakaiannya sendiri.
"Aku ingin bunuh diri! Aku ingin mati dan tidak sudi melihat mereka lagi! Bagaimana mungkin keluargaku sendiri ... I-ibuku sendiri memperlakukanku selayaknya orang asing yang tak tahu malu?!"
Semakin ia menceritakan masa lalunya. Aku merasa terbawa masuk ke dalam alur cerita yang membuat dadaku sesak.
"Sejak hari itu aku telah bersumpah untuk tidak bergantung pada siapa-siapa. Awalnya aku akan mengorbankan tubuhku untuk tetap terus hidup, menjualnya demi sesuap makanan. Apapun kulakukan ... tidak ada yang bisa kupercaya dan ku-anggap keluarga."
Dengan mulutnya yang kecut ia berusaha menahan amarahnya.
"Aku sendiri hanya ingin seseorang menyayangiku, mencintaiku seperti seseorang yang berharga baginya. Lalu bagaimana mereka tidak bisa melakukan hal sederhana seperti itu?"
"Sebelum kau melanjutkan cerita yang membuat Elen menangis dan aku tidak. Alasan apa yang membuat mereka mengucilkanmu?"
"Itu karena mata ini. Sejak kecil aku bisa sesuatu yang seharusnya tidak hidup dan karena mata ini juga aku di anggap sebagai penyihir"
"Di abad ini mereka masih percaya dengan mitos seperti itu?" tanyaku heran.
"Itu karena tradisi yang ada di dalam keluargaku cukup erat dengan penyihir dan berbagai ritual terlarang. Semenjak terjadinya perpecahan, semua yang di anggap penyihir akan di asingkan. Kemudian di biarkan mati tanpa ada yang memedulikannya."
Baiklah, itu terdengar sangat kejam dari sudut pandangku. Anaknya sendiri bahkan ia tidak pedulikan.
"Entah apa yang akan kulakukan jika semua itu terjadi"
"Jadi bagian menjual diri itu?"
"Tidak sepenuhnya benar. Aku memang menjual diriku untuk uang, tapi tubuhku masih murni. Apa kau kecewa jika aku tidak murni lagi, Archie?"
Dengan wajahnya yang mendongak, ia menatapku penuh gairah. Berpadu senyum manis yang ia perlihatkan padaku, untungnya aku masih bisa menahan diriku.
Semua itu karena Elen kini menggenggam menaruh telapak tangannya di atas milikku. Karena itulah aku bisa kuat menahan godaan Fera.
"Tapi semua yang kulakukan berbuah manis. Hingga saat ini aku masih hidup dan melupakan niatku untuk bunuh diri. Walau begitu, sayangnya aku tidak bisa melupakan masa lalu mengerikan yang selalu menghantuiku"
"Tanpa masa lalu kita tidak akan menjadi seperti ini," ucapku. "Masa laluku tidak jauh berbeda denganmu, jadi sebaiknya kau melangkah keluar dari bayang-bayang hantu masa lalumu"
"Archie ... a-apakah itu benar?"
Untuk menjawabnya aku hanya memberikan sebuah senyum tipis tanpa berkata apa-apa.
"J-j-jadi rupanya ada yang sama sepertiku."
Tanpa kuduga sama sekali, ia lagi-lagi mencoba untuk memelukku, sambil menguburkan wajahnya di perutku. Parahnya lagi bukan hanya Fera, Elen pun melakukan hal yang sama, dan itu membuatku kesal.
Jika itu Fera mungkin wajar saja ia mencari tempat untuk melampiaskan rasa sedihnya. Tapi Elen? Apa yang ia tangisi? Kisah orang lain?
Dan ketika aku sadar, tubuhku telah di invasi oleh dua perempuan yang kini menangis dengan hebat.
"Ya, aku tahu tubuhku ini memang samsak yang cocok untuk pelampiasan kalian berdua. Tetapi setidaknya jangan terlalu sering menggunakanku sebagai pelampiasan kalian berdua juga!"
Sepertinya aku tak bisa lolos dari terkaman dua predator kasih sayang ini. Mungkin kah ini semua kesalahanku?
Ahh, yang pasti untuk saat ini aku harus bisa membuat Fera dan Elen tenang sebelum tubuhku hancur duluan.
"Sebaiknya untuk saat ini kalian harus tenang. Dari pada hantaman keras seperti itu, aku lebih memilih yang sedikit lembut. Walau ini adalah zona aman, tapi bukan berarti fisikku tidak akan kesakitan karena ulah kalian berdua," tuturku sambil menggaruk kepala.
Setelah aku mengatakan itu, Elen perlahan mulai melepaskanku. Tapi sepertinya Fera belum selesai dengan isak tangisnya. Ia juga selalu mengatakan kata-kata yang sama, berulang, dan tak henti-henti.
"Syukurlah! Syukurlah! Syukurlah! Terima kasih! Terima kasih! Terima kasih!"
Lalu kusentuh pipinya, mencoba untuk mengangkat wajahnya yang terus saja menempel pada perutku. Akhirnya aku bisa melihat wajahnya yang terlihat berantakan penuh dengan air mata.
"Jika kau terus menangis, kau akan terlihat jelek—"
"A-aku tak peduli. Sisi lemah ini hanya kutunjukkan padamu seorang," potongnya kemudian memegangi tanganku.
"Merepotkan sekali. Setidaknya jika kau ingin menangis lagi, jangan menabrak perutku seperti itu. Rasanya seperti di hantam bola besi."
Sambil menghela napas, aku pun mencoba kembali duduk sementara Fera kini berada di depanku berusaha menghapus setiap air matanya.
"Apa kau merasa lebih baik sekarang?"
Ia pun mengangguk lemah.
"Archie, bagaimana denganku? Kenapa kau tidak menanyakan kondisiku?"
"Kau menangis karena mendengar ceritanya, 'kan?"
"Ummm ... "
"Berarti tidak ada yang perlu kukhawatirkan"
"Archie!!"
Elen yang awalnya masih melihatku dengan wajah masam kini mencubit perut samping kiriku. Rasa sengat itu benar-benar menyakitkan, kenapa aku kena cubit lagi? Bukan kah itu wajar untuk tidak mengkhawatirkan seseorang yang menangis karena mendengar cerita orang lain?
"Aww, apa salahku?!"
"Semuanya!"
"Ehh?! Kenapa kau menyalahkanku?"
Namun sesuatu yang terduga membuatku tersenyum dari rasa jengkel akibat ulah Elen. Yaitu Fera kini tengah tertawa kecil karena melihat kelakuan kami berdua.
"Sepertinya rasa sakit berkat Elen membuahkan sesuatu yang tak terduga, huh?"
"Archie!"
"Baiklah, baiklah ... kemari kau. Dasar pembuat ulah!"
Kutarik lengannya agar mendekat, setelah berada ada di atas pangkuanku. Kugelitiki bagian samping perutnya hingga ia meminta maaf.
"Bagaimana? Kau mau meminta maaf?"
"Hahaha ... hahaha ... h-h-hentikan itu. A-aku menyerah, Archie ... h-hentikan"
"Tidak sebelum kau meminta maaf padaku dan tidak melakukan hal seperti itu lagi!"
"B-baiklah ...."
Akhirnya perempuan yang satu ini menyerah juga. Saat ini aku bisa memastikan bahwa Elen tidak akan melakukan hal-hal aneh yang dapat membuat tubuhku kesakitan lagi. Setelah dorongan, tabrakan, dan hantaman tak terduga itu.
Kuharap ia mau berhenti dan berlaku selayaknya seperti seorang perempuan. Ya, walau sikapnya yang seperti itu juga terlihat manis bagiku.
Lalu tak lama setelah itu ia tumbang dan tertidur dengan cepat di sebelahku.
"Ini mengejutkanku. Jadi ... tampaknya sang putri putih telah tertidur, kini sang putri hitam. Apakah kau masih merasa aneh?"
"Sepertinya tidak. Aku merasa lebih baik ketika melihat sikapmu yang kekanak-kanakan"
"Bagus lah jika seperti itu. Apakah masih ada yang ingin kau lanjutkan? Jika tidak aku juga ingin segera tidur"
"Bagaimana jika permintaan kecil?"
"Permintaan kecil?"
Ia pun mengangguk dengan pipi yang memerah.
"Sebelumnya aku hanya ingin berterima kasih kepadamu. Setelah menyelamatkanku dari pengaruh Dias, sebenarnya aku ingin memanfaatkanmu untuk kepentinganku sendiri. Tapi saat ini mungkin sebaliknya ... "
"Jangan meremehkan instingku. Walau seperti ini, instingku dapat di andalkan"
"Ya, karena itulah aku menyukaimu. Rasanya di terima oleh seseorang sudah membuatku sangat bahagia. Permintaanku adalah ... tolong jangan lupakan diriku, kenangan kita bersama, dan perlakukanlah aku seperti kau memperlakukan Elen dengan penuh rasa kasih sayang"
"Apakah ini kecil yang kau maksud?"
Pertanyaanku hanya di jawab oleh senyum tipisnya. Ini benar-benar di luar dugaanku.
"Jika sebelumnya aku ingin memanfaatkanmu. Saat ini aku ingin di manfaatkan olehmu, kau bisa menjadikanku apa saja. Budak, wanitamu, pelayan, atau i-istrimu ... "
"Fera, itu adalah pernyataan terekstrem yang pernah kudengar selama ini"
"Selagi aku bisa bersamamu. Aku akan melakukan apa saja yang kau inginkan"
"Dan satu lagi ... kau ini benar-benar agresif seperti Elen, ya?"
"Untuk yang terkasih, kenapa aku harus menahannya? Apakah perasaan gadis cantik sepertiku ini tak boleh di curahkan?"
"Ada kalanya kau harus menahan diri. Mungkin saja aku akan mengecewakanmu."
Namun kali ini ia menggeleng, setelah itu wajahnya memiring dengan jari yang menempel pada bibirnya.
"Itu tidak mungkin. Orang sebaik dan sejujur dirimu tidak akan pernah mengecewakan perasaan seorang putri, 'kan? Terutama jika itu menyangkut hubungan antar satu sama lain. Aku menganggapnya sebagai sesuatu yang penting lho"
"Saat ini aku tidak memprioritaskan perasaanku sendiri. Ada sesuatu yang harus kulakukan dan itu cukup kejam, apakah kau yakin masih menyukaiku?"
"Perasaanku tidak akan pernah berubah. Apalagi ketika kau mau menerimaku—aku seorang perempuan yang sudah ternoda, dengan pengalaman buruk yang tak termaafkan, dan masa lalu penuh kekejaman. Mana mungkin meninggalkan lelaki yang ia cintai"
"Dasar. Inilah kenapa aku tidak terlalu suka berurusan dengan perempuan, mereka semua keras kepala"
"Hahaha, ya. Cukup keras kepala untuk menyukai laki-laki aneh seperti dirimu. Karena sifatmu lah aku bisa jujur seperti ini"
"Baiklah, baiklah ... aku menyerah. Aku mulai mengantuk dan lagi tubuhku tidak akan bertahan lama"
"Bagaimana jika kau menjadikanku sebagai bantal peluk?"
"Eh?—"
Aku benar-benar kaget mendengarnya dan tiba-tiba saja lenganku di tarik hingga membuatku jatuh terbaring. Ternyata itu adalah ulah Elen dan sebelum Fera mengajukan dirinya sendiri sebagai bantal pelukku.
Di sisi lain aku lah yang kini menjadi bantal peluk Elen. Mengapa semua ini harus terjadi padaku?
Namun tak lama berselang, Fera menjatuhkan dirinya di sisiku. Memegangi lenganku, kemudian mengalungkannya ke perut miliknya sendiri.
"Ini adalah posisi terbaik yang pernah ku alami selagi aku mengistirahatkan tubuhku," ucapnya dengan senyum genit.
"Hahhh, jangan kau juga ... yang ku-inginkan hanyalah tidur dengan tenang."
Setelah itu mereka berdua pun menggunakanku sebagai bantal peluk. Karena ini lah aku tak bisa tidur dengan nyaman. Tapi hasilnya aku merasakan sensasi menyenangkan pada bagian samping tubuhku.
Hangat, nyaman, menyenangkan, dan juga wangi. Aku sama sekali tak menyadari jika tubuh mereka begitu wangi. Terlebih sesuatu yang ada pada dada mereka kini menyentuhku ... ahhh, lupakan itu. Saat ini yang ku inginkan hanyalah bisa tidur dengan nyaman.
=========================================================
Whoaaaa ... benar-benar semangat buat ngerjain cerita. Ahh ... lupa, penasaran sama Elen kan? ini kebetulan ada sampel gambarnya. Belum tahap revisi sih ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro