Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

42 - Carneval Pantasm

Saat ini aku tidak bisa sebebas saat aku tidak bersama dengan perempuan berambut pirang ini. jika kukatakan ia terlalu lengket dan ada apa dengan sifatnya yang tiba-tiba berubah drastis seperti ini?

Benar-benar aneh, ya ... pasti ada yang aneh. Aku tidak percaya perempuan berhati dingin dengan tatapan tidak pedulinya itu bisa seperti ini. Apa yang terjadi dengannya?

Ah, aku hampir lupa.

"Lash?" tanyaku tidak sengaja.

Elen pun menggelengkan kepalanya.

"Jika kau mencari Lash, aku sama sekali belum bertemu dengannya semenjak insiden ini muncul. Mungkin ia berhenti dan membuang game ini," jawabnya dengan polos.

Baiklah jika memang ia tidak ada di dalam dunia gila ini, itu lebih baik daripada melihat teman pertamamu mati mengenaskan. Sebaiknya sekarang aku harus menuju ke tempat Type A1.

"Lalu apa yang kau inginkan dariku. Aku tahu topeng ini tidak bisa menyembunyikan identitasku lagi ... "

"Tidak, yang ku-inginkan hanya bersama samamu. Aku ingat ... aku benar-benar ingat sekarang. Saat itu ketika berada di fasilitas penyembuhan, Ardi."

Ketika mendengarnya aku pun cukup tercekat. Sepertinya ingatan masa kecilnya terbuka. Ya, dia adalah pasienku dulu. Walau aku masih kecil dan tidak mengetahui masalah medis.

Setidaknya dengan teknologi yang kugunakan aku berhasil menyelamatkan nyawa seorang gadis kecil. Ia memiliki umur yang terpaut dua tahun denganku.

Eleanore Granz alias Elena. Itulah mengapa aku menyebutnya Elen. Tidak jauh dari nama aslinya, begitu juga dengan nama yang ia pakaian saat ini adalah alias. Sama halnya denganku Archie, nama itulah yang kugunakan saat merawat tubuhnya.

Dengan menggunakan penerapan yang sama seperti dunia ini. Aku memindahkan kesadarannya ke dalam dunia virtual, sehingga ia dapat bergerak sepuasnya. Tanpa harus tertidur layaknya kematian singkat yang tidak nyata.

Sayangnya aku pun baru mengingatnya tidak lama setelah ia mengucapkan nama asliku. Ini benar-benar mengejutkan bahkan aku sama sekali tidak menduganya. Sebuah kebetulan? Mungkin tidak, sebuah keajaiban? Tidak juga.

Lebih tepatnya adalah takdir. Itulah yang terbesit ketika aku mendapatkan kembali semua ingatanku. Tapi tujuanku datang ke dunia ini bukanlah untuk bermain bersamanya ataupun meluangkan waktu.

Melainkan mencari pelaku sebenarnya di balik kematian orang tuaku. Maka dari itu aku harus menyelesaikan misi ini.

Jika menyangkut misi ini aku sendiri tidak terlalu mengerti pada awalnya. Apa yang Argo beritahu kepadaku adalah sebuah sandi. Dan itu membuatku berpikir, bisa saja semua angka maupun huruf acak itu memberiku pesan tersirat.

"Archie?"

"Ah, tidak apa-apa. Sekarang apa yang akan kau lakukan?"

"Mengapa kau bertanya kepadaku. Sudah jelas aku akan selalu menemanimu"

"Hahhh, maksudmu satu party?"

Ia pun kembali menggelengkan kepalanya. Namun sorot matanya tampak berbeda dan terlihat lebih indah jika kulihat.

"Lebih intim dan mendalam ...."

Saat itulah tubuhku sedikit membeku. Nada yang ia keluarkan benar-benar bukan sebuah kebohongan.

"Apakah tidak boleh?" ucapnya sambil mendongakkan kepala.

"Lalu bagaimana dengan serikatmu?"

"Aku tidak peduli. Saat ini bersamamu adalah yang lebih penting"

"Baiklah," sahutku dengan nada yang cukup berat.

Setelah itu aku pun berbalik, mengetahui apa yang akan kulakukan. Elen pun segera mengikutiku dari belakang. Tampak terlihat dari wajah gembiranya, sebuah senyum yang manis membuat hatiku sedikit berdetak kencang.

Apakah ini rasanya memiliki teman—tidak, mungkin memiliki seseorang yang peduli padamu. Seseorang yang akan selalu bersama hingga akhir. Kuharap memang begitu, karena kebenaran yang sesungguhnya akan terungkap jika semua pecahan terkumpul.

**

Tidak lama setelah itu kami sampai di sebuah karavan karnaval. Walau seperti itu, tempat ini terbilang sepi, dan terlihat di abaikan. Jika melihat tempat seperti ini, aku teringat satu jenis monster.

Astral. Tapi tidak dipungkiri juga akan ada beberapa tipe mayat hidup ataupun hibrida yang sejenis ataupun turunan dari jenis ini.

Setelah itu ketika kami baru saja melangkah kan kami, sekumpulan monster dengan cepat langsung berdatangan. Layaknya kelaparan, suara geraman, dan juga rintihan terdengar.

Seperti "ahhh, tolong ... sakit. Dewa! Tolong kami" atau "Takdir kejam, mengapa semua ini terjadi padaku". Walau pada kenyataannya semua itu terdengar seperti gumaman, namun dengan rasa sensitifitas pada telingaku meningkat.

Gumaman itu menjadi sebuah ucapan perkara yang mengutuk sekaligus menyalahkan satu pihak yang sampai saat ini aku sendiri tidak yakin, dewa yang mereka maksud itu siapa, dan apa?

Kita bisa melihat bahwa semua dunia ini bergantung pada satu sistem yang tidak nyata. Mereka terlihat nyata pada luarnya dan palsu di dalamnya. Entah sampai kapan semua kegilaan ini akan berakhir.

Namun kali ini aku akan menghajar mereka sepuasku.

"Elen!"

"Baiklah, Archie!"

Aku pun berlari menuju pusat semua monster itu sedangkan Elen membantuku dengan kemampuan pendukungnya. Seperti Buff dan serangan jarak jauh yang masif. Ketika hujan peluru mulai berusaha untuk menyentuhku.

Sebuah tarian pedang yang lincah dan sangat elegan berhasil kulakukan. Sehingga hujan peluru yang Elen hasilkan menjadi pendukungku dengan sangat baik.

Beberapa tebasan dan juga gelombang kejut yang di lanjutkan dengan sebuah huyungan dalam. Menciptakan sebuah retakan yang menggetarkan sekitarnya dengan cukup dahsyat.

Berdebum dan sesekali memunculkan aura hitam yang memotong tubuh-tubuh mereka layaknya sirip hiu.

Ketika posisi kami di balik, aku lah yang kini mendukung Elen dari belakang. Selagi ia mengubah senjata laras panjangnya menjadi semi-buckshot. Senjata itu kini bukan seperti menembakkan peluru saja, melainkan sekaligus menyemburkan mereka dalam satu kali kokangan.

Di sisi lain aku terus berusaha membantunya dari belakang. Memberikan ia setiap titik koordinat setiap monster dengan akurat. Dan dengan anggukan kecil ia pun mengeksekusinya dengan terampil, bahkan meningkat ke tahap yang lebih tinggi.

Terus dan terus kami menyerang, anehnya mereka sama sekali tidak ada habisnya. Hingga pada akhirnya aku melompat tinggi untuk melihat titik kembalinya mereka.

Mataku tertuju pada sebuah tugu yang mengeluarkan cahaya kehijauan dari bawahnya dengan beberapa tulisan yang menyala kehitaman. Beberapa saat setelah aku kembali turun, benda itu mengeluarkan monster tipe lain sebelum aku mendarat.

"Apa kau masih sanggup, Elen?"

"Tentu saja. Aku tak akan mengecewakanmu, Archie."

Tersenyum kecil mendengar perkataannya, aku pun berputar, dan menguatkan genggaman pada bilah pedangku. Ketika semua energi terkumpul pada satu titik di ujungnya, aku pun memberitahu Elen untuk mengikuti seranganku dengan tembakan yang sangat kuat.

"Kau siap?!"

"Umm."

Lalu aku pun melepaskan energi itu menjadi sebuah pedang kabut yang sangat panjang. Menebas habis semua monster yang berada di jalur tebasannya.

Sedangkan Elen mengubah senjatanya kembali menjadi laras panjang dan melepaskan tembakan berskala besar dalam satu tarikan napas.

Kemudian ledakan besar dengan skala getaran yang mengentak tanah hampir menerbangkan kami berdua. Untungnya aku memegangi Elen dengan erat, namun ia malah memelukku dengan sangat erat.

Tugu batu itu pun hancur dan memuntahkan semburat kerikil ke seluruh area di sekitarnya. Aku pun menghuyungkan pedangku untuk membuat sebuah aura abu sebagai pelindung.

Ketika semua telah mereda, kulepaskan peganganku pada Elen. Sayangnya ia tampak tidak ingin melepaskanku, sehingga kusentil keningnya cukup keras.

"Nngg! Archie ...," ucapnya memelas sambil memegangi keningnya.

Aku pun hanya menghela napas kemudian kembali berlari untuk memasuki tenda raksasa di depan sana. Elen yang tampaknya sedikit kesal mulai mengikutiku dengan wajah yang mengerut.

Dasar aneh. Namun apa yang menanti kami bukanlah sebuah pemandangan yang memperlihatkan akrobat ataupun pertunjukan. Melainkan sebuah makhluk raksasa yang di rantai, mulutnya tertutup oleh sebuah kain hitam.

Begitu juga mata serta kedua lengannya yang terikat cukup erat. Lalu kulihat indikasi pada informasinya.

[Madness Berseker Lv.150]

Dengan sebuah ikon berbentuk tengkorak merah, sebuah kata pun muncul menampakkan dirinya. Boss ... itulah yang kulihat dengan kedua mata kepalaku sendiri.

Namun apa yang membuatku kaget adalah kategori tingkat bahayanya. Catastrophe, itu artinya benar-benar gawat jika kami membangunkannya atau hanya sekeder iseng untuk melawannya.

Ini bukanlah tempat rahasia di mana kejadian bersama naga hitam itu lagi. Di mana sebuah misi rahasia muncul dengan tingkat kesulitan yang mustahil dapat di bereskan.

Karena tidak akan ada penyelamat yang tiba-tiba saja datang dan memberikan satu serangan mati. Melainkan yang ada adalah kami berdua akan mati ketika menerima serangannya sekali.

Lalu bagaimana kami bisa melewatinya? Bahkan tidak ada pintu yang dapat kami gunakan untuk melewati tempat ini. Benar-benar sepenuhnya tertutup dan tidak ada jalan keluar.

Satu-satunya cara yang bisa kupikirkan adalah menggunakan sebuah portal teleportasi. Tetapi aku tidak melihatnya di sekitarnya sini. Sehingga mau tidak mau, aku harus menghajar makhluk besar ini tanpa membuatku mati dengan tindakanku sendiri.

"Archie?"

"Hmmm ... "

"Seingatku ada sebuah desas-desus yang mengatakan tentang makhluk seperti ini"

"Contohnya?"

Elen hanya mengangkat bahunya sedikit dengan pandangan lurus menghadap makhluk di depan kami.

"Seperti itu. Ada juga yang mengatakan naga hitam dan bahkan tentang Kesatria Kematian yang di kaitkan dengan Dewa pencabut nyawa"

"Naga? Tetapi jika kesatria kematian, mungkin akan lebih baik menyebutnya Dullahan."

Ia pun memiringkan wajahnya, kemudian berjalan mendekatiku.

"Dullahan?"

"Dia menunggangi kuda, 'kan? Tanpa kepala? Dan berwarna hitam?"

"B-bagaimana kau mengetahuinya?"

Ya, bagaimana aku tidak tahu. Orang yang membuat konsep dasar game ini kan aku sendiri, batinku.

"Percuma jika kau ingin memburunya. Yang ada kaulah yang di buru, lebih baik menjauhinya selagi bisa"

"Apakah kau ketakutan?" ucapnya dengan tawa kecil.

"Hahh, bukan seperti itu. Tapi yang jelas Dullahan sendiri tidak bisa di kalahkan"

"Hehhh. Jadi Archie sudah mengetahuinya? Lalu, lalu?"

"Panjang ceritanya, kalau penasaran kenapa tidak kau cari saja sendiri?"

"Ehhh! Archie pelit"

"Jangan harap itu bisa mengubah pemikiranku—?!"

Indera perasaku alias sensor bahayaku tiba-tiba saja berbunyi. Bukan seperti alarm jam, tetapi seperti ada sengatan yang sesaat mengalir di otakku.

Setelah itu kusekap mulut Elen lalu membawanya pergi menuju tempat tertinggi. Lebih tepatnya ke dekat sebuah tiang yang berada di bagian sisi kanan dekat dengan bagian robek.

"Archie, kau nakal," ucapnya dengan nada yang menggoda.

"Diam lah untuk sebentar. Lagi pula aku tidak ingin terlibat dengan sesuatu yang menyusahkan, kau mengerti?"

"Umm, jika aku bisa seperti ini selamanya"

"Eiii! Dasar manja!" kusentil keningnya sekali lagi dan ia pun mengeluarkan suara lirih kecil.

Pada saat itulah pemain-pemain lain memasuki tempat ini dengan kesiagaan penuh. Dengan hancurnya tugu itu, aku yakin memasuki tempat ini akan menjadi mudah.

Namun itu adalah wajahnya, lalu bagaimana ketika lawan yang akan mereka hadapi selanjutnya adalah makhluk raksasa itu. Ia menyerupai manusia dengan postur yang besar. Mata, mulut, dan tangannya di ikat.

Itu berarti ia memang benar-benar berbahaya. Bahkan di rantai juga, jika melihat situasi kami saat ini. Melawannya akan sangat sulit. Selagi Elen memperlihatkan wajahnya yang memerah padam, aku hanya menghiraukannya, dan terus memantau kondisi pemain lain di bawah sana.

Tempat ini seperti sebuah lapangan bundar dengan bangku penonton. Hanya saja luasnya bukan main, mungkin setara dengan tempat pertama kami di kumpulkan dalam misi ini.

Jadi lebih tepat seperti plaza. Sehingga aku bisa leluasa mengintai pemain lain dari titik buta mereka di saat makhluk besar itu menjadi pusat perhatian. Tapi di saat yang bersamaan, orang aneh itu muncul bersama dengan wanitanya yang genit.

Mereka adalah Dias dan Fera. Saat itulah aku hanya bisa pasrah, tampaknya kejadian seperti ini memang tidak bisa kuhindari apalagi kami berada di dalam satu misi yang sama.

Tidak lama setelah itu malapetaka datang. Monster itu terbangun dan meraung menggetarkan sekitarnya. Ini kabar buruk bagiku. Tetapi setidaknya sisa dari aliansi Serika Vesuvia lainnya tidak ada di sini.

Itu artinya tidak ada Arthur, Leon, maupun Vira. Di sisi lain aku bisa bernapas lega, tapi sekaligus jengkel. Berkat kehadiran dua orang itu suasana hatiku menjadi tidak enak.

"Kuharap semua ini cepat berakhir ...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro