Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35 - Alzea

Setibanya di bawah, suasana yang hening nan mencekam membuatku keheranan. Pasalnnya, terakhir kali aku ke sini hampir semua bangunan yang berdiri hancur. Itu semua berkat serangan Maria, salah satu bos atau monster raksasa menyerupai perempuan yang mengerikan.

"Apa kau tahu kota ini?"

Tiba-tiba saja Grimyr bertanya kepadaku. Dengan nada menebaknya itu, ia berhasil mendapatkan jackpot.

"Apa kau seorang esper?"

"Itu mudah. Perilaku yang kau tunjukan telah memberitahuku semuanya."

Tenang dan juga sangat tepat, bisa-bisanya ia menebaku dengan begitu mudahnya. Sepertinya aku baru ingat akan satu hal. Bukan kah aku memiliki kemampuan untuk melihat status orang lain?

Tetapi mengapa aku tak bisa melihat statusnya. Tidak seperti indikator angkat kekuatan. Melainkan detak jantung dan juga perasaan yang digambarkan dalam sebuah kalimat.

"Percuma, kau tidak akan bisa melihat apa-apa dariku!"

"Baiklah, aku menyerah. Lalu mengapa sebelum matahari tenggelam?"

"Karena setelah itu dia akan segera menyusul kita. Terlebih tidak lama itu akan segera terjadi"

"Tunggu sebentar. Apa maksudmu?"

"Waktu antara reruntuhan sebelumnya sekarang sangat berbeda. Sehingga jangka waktu yang kau alami mungkin terasa sebentar namun kau telah menghabiskan waktu yang lama di sana."

Tercekat karena mendengarnya, aku pun hanya bisa melihat langit kelabu dengan tatapan iri.

"Sebaiknya kita mempercepat langkah kita sebelum sesuatu akan segera muncul!"

Dengan anggukan mantap, aku pun segera mengikuti langkah Grimyr yang cepat. Tetapi sesaatnya kami sampai di pertengahan kota. Sebuah guncangan membuat langkah kami terhenti. Retakan yang lebar membentang di sekitar kami.

Seketika itu, sebuah tangan muncul. Penuh dengan luka sayatan dan juga kuku tajam. Menghentak tanah, lalu munculah seoran raksasa yang kini berdiri tepat di hadapan kami. Tingginya memang tidak seberapa di bandingkan Maria.

Tetapi melihatnya saja membuatku ingin segera menghabisinya dengan cepat. Sebuah geraman terdengar lemah—

"—Cepat menghindar!"

"Huh?!—"

Dengan menepis rasa kebingunganku, aku pun segera melompat tinggi. Dimana Grimyr mengeluarkan sebuah perisai transparan yang sangat lebar. Membentang di sepanjang penglihatannya.

Belapis, setelah itu ia pun ikut melompat tinggi. Tetapi kecepatan rapalan sihirnya membuatku sedikit terkejut. Bukan hanya cepat, tetapi intonasi, nada, serta strukturnya sangat rapi.

Aku memang tidak terlalu paham dengan jenis-jenis sihir. Tetapi jika aku menyangkutpautkannya dengan unsur jenis dari berbagai benda dalam pengetahuan alkemi-ku. Mungkin tingkatannya lebih jauh di bandingkan denganku.

Tidak lama kemudian, sebuah gas muncul dari mulut besarnya. Geramam yang tadi ia lakukan adalah sebuah penahan. Gas hitam yang langsung memadat, menjadi sekumpulan bola-bola kecil yang melesat setelah ia berteriak.

Perisai sihir Grimyr dapat menahannya, tetapi tidak begitu lama hingga akhirnya menembus, menghancurkan, dan menyisakannya beberapa buah.

"Sebenarnya mahluk apa itu?"

"Mereka biasa di sebut sebagai Fallen, tetapi siapa sangka mereka bisa muncul di sini"

"Fallen?"

"Intinya mereka mahluk yang tidak dinginkan, berbeda dengan insiden Black Morph yang mengakibatkan penderitanya berubah menjadi monster"

"Kau mengetahuinya?!"

"Kau kira julukanku sebagai kutu buku apa?!"

Di saat kami masih mengapung di udara, mahluk itu menunduk seperti sedang kesakitan. Tetapi ketika kami berhasil mendarat, ia pun mengangkat wajahnya kembali. Seketika itu sebuah aura intimidasi yang kuat berhasil membuatku menegang.

"Ini benar-benar di luar dari perkiraaanku ...."

Seringai kecil merekah di wajahku, di mana saat itu Grimyr telah mengeluarkan puluhan tombak hitam transparan di langit. Ketika ia menjentikan jarinya, semua tombak itu pun langsung menghujaninya.

Aspal menderu, dimana debu-debu cokelat semakin menyebar di karenakan puluhan tombak dengan cepat menghujamnya dari atas.

"Ini bukanlah masalah bagiku ... "

"Tetapi, itu masalah bagiku. Aura yang kuat sekali."

Sekilas mungkin hanya sebuah tatapan mata, tetapi tatapan itu membuatku berhalusinasi. Sebagai gambaran kematian terlintas di benakku dan karena itulah aku sedikit tegang.

"Sebaiknya kita harus cepat!"

"Tidak semudah yang kau ucapkan. Sial, kita terlambat!"

"Huh?!"

Langit yang semula hanya kelabu kini mulai menggelap. Di sekitar kami muncul beberapa roh yang menerangi jalan sekitar. Aku tak tahu apakah itu roh atau bukan, hanya saja mereka berjalan tanpa tahu arah.

Eksistensinya mengeluarkan cahaya samar. Walau minim, setidaknya itu cukup untuk membuatku nyaman.

"Aku terkesan kau tidak takut dengan mereka. Biasanya orang lain akan jatuh dan menunjukkan ekspresi yang mengeras"

"Ini hal biasa. Lagi pula hindangan utamanya belum muncul"

"Benar sekali ."

Lelaki berkaca mata itu pun mengangguk setuju. Lalu kami berdua kembali menulusuri jalan perkotaan ini. Mungkin akan cukup jauh, karena kota ini sangatlah luas. Pengutaraannya yang memberitahuku tentang tempat ini, membuatku yakin akan satu hal.

Bahwa kota tempatku berada tidaklah menyatu dengan reruntuhan itu. Melainkan tempat yang terpisah antara dunia luar dan dunia dalam. Yang artinya, aku berada di dimensi lain dari dunia Azure.

Maka dari itu kota ini di sebut labirin tak berujung. Karena hanya seorang juru kunci lah yang bisa menuntunku hingga menuju jalan keluar.

Langkah kami semakin cepata hingga akhirnya melompat, terbang di atas atap-atap rumah yang hancur. Tak lama setelah itu, kami tiba di sebuah lapangan luas yang penuh dengan jaring penangkap di sekelilingnya.

Mungkini ini lapangan bisbol, tetapi aku tidak terlalu yakin. Karena ada juga net bola di kedua sisinya. Selain itu rerumputan ungu yang tumbuh di sekitar lapangan tampak tidak terurus sama sekali.

"Salah melangkah, kepalamu akan melayang?"

"Huh?!"

Grimyr selalu saja mengejutkanku dengan perkataannya, tetapi untuk yang satu ini aku bisa mengatakannya terlalu ekstrim. Terlebih ... melayang?

Karena penasaran, aku pun merendahkan tubuhku. Mengambil kerikil batu, kemudian melemparkannya ke depan. Tetapi siapa sangka batu kerikil sekecil itu langsung terbelah dua.

Aku telah menggunakan dua kesempatan untuk bertanya. Jika bertanya lebih jauh lagi, aku ragu di saat yang tepat dapat menanyakan sesuatu kepadanya.

"Aku tahu kau di sana, keluarlah perempuan busuk!"

"Hahahahahaha ... Grimyr, seperti biasa lidahmu tajam sekali!"

Retakan tercipta di hadapan kami, perlahan merekah, dan akhirnya hancur berkeping-keping. Memunculkan seorang wanita berambut merah pendek. Dengan pakaian minim dan celana pendek yang hanya sepaha.

Ia membopong pedang raksasa di punggunnya. Lengannya yang lentik itu tampak kokoh walau aku tidak tahu seberapa kuat dirinya. Ia juga menggunakan sepatu kulit panjang.

Hanya menggunakan tangtop yang memperlihatkan bagian perut bawahnya. Ia pun terkekeh sambil menatap kami dengan tajam.

"Dasar bocah tengil, berani-beraninya kau mengatakanku perempuan busuk!"

"Itu fakta ... "

"Perkataan itu tidak sepantasnya di ucapkan oleh seorang pengkhianat!"

"Lagi pula, sejak awal aku memang tidak ada niat untuk berteman dengan kalian. Bukan hanya menyebalkan, tetapi juga membuatku tidak nyaman"

"Hahahaha, bocah! Sebaiknya kau pakai popokmu sebelum kubuat kau basah duluan!"

"Dan sebaiknya kau perhatikan wajahmu sebelum kuhancurkan! Alzea!"

Hanya bisa melihat mereka berdua dalam diam. Aku pun melangkah mundur. Rasanya seperti melihat film sinetron saja. Karena rasanya aku menggangu, akhirnya kuputuskan untuk menyisih, duduk lalu menonton mereka berdua.

Alzea dengan cepat menerjang Grimyr yang sedang merapalkan sihirnya. Tetapi huyungan pedanngya terlebih dahulu menghentak pergerakan lelaki berkaca mata itu. Sehingga ia terdorong mundur.

"Lumayan juga, rasakan ini!"

Ketika Grimyr menjentikan jarinya, sekumpulan palang tajam tiba-tiba saja muncul dari permukaan tanah. Tetapi Alzea menari, dengan memainkan pedang besarnya itu. Sihir milik Grimyr pun pecah dan gagal mengenainya.

"Apa hanya seperti ini kekuatanmu, huh?!"

"Berisik, lebih baik perhatikan dirimu sendiri."

Seringai licik dapat kulihat dari wajah Grimyr. Entah apa yang akan ia lakukan, tetapi aku memiliki firasat yang cukup buruk tentang hal ini. Lelaki berkaca mata itu pun mengangkat lengan kanannya, membukakan telapak tangannya.

Lalu sekumpulan asap hitam muncul, menguat menjadi sebuah pedang hitam yang melayang. Ketika ia menggerakan jari telunjuknya. Pedang itu pun melesat dan langsung menyerang Alzea dengan bertubi-tubi.

"Ternyata kau ingin bermain seperti ini."

Tetapi dengan lihainya Alzea terus menghindar. Permainan kakinya yang sangat lembut berhasil membuat pedang Grimyr meleset terus menerus.

"Jika seperti itu ...."

Sekali lagi jentikan jari terdengar, muncul lagi, dan sekali lagi kemudian pedang melayang itu bertambah banyak. Kini yang menyerang Alzea bukanlah satu, melainkan lima buah pedang.

Secara bersamaan menyerang Alzea. Karena kewalahan, akhirnya ia pun menerjang Grimyr sambil mengayunkan pedang besarnya. Namun lelaki itu langsung mundur, mengambil langkah, kemudian ikut menerjang Alzea bersamaan dengan tiga buah tombak melayang di sekitar dirinya.

"Jangan remehkan aku, bayi besar!"

Tetapi pedang milik Alzea terlebih dahulu menghempaskan Grimyr sehingga ia pun terlempar cukup jauh ke belakang. Sedangkan ketiga tombak itu tercerai berai dan akhirnya hancur termakan udara.

Lalu setelah itu ia melesatkan beberapa gelombang udara yang kuat, mengejar Grimyr bagai predator. Hentakan ia lakukan dan sebuah rahang muncul. Tercipta akibat rekonstruksi angin di hadapannya, lalu Alzea pun mengaung seperti hewan.

Rahang angin besar itu kemudian melesat, berusaha menerjang Grimyr yang masih terhempas. Bersamaan dengan gelombang angin yang kuat. Melihat itu ia hanya bisa mendecakan mulutnya.

Dapat kulihat dengan jelas, sekarang lelaki berkaca mata itu terpojokan. Tetapi entah mengapa ia masih tenang walau wajahnya menunjukkan kekesalan. Setelah ia ia berhasil memijak, satu buah tendangan hampa darinya mengeluarkan sekumpulan badai pedang transparan.

Kini dua buah kekuatan yang besar itu saling berbenturan. Angin-angin liar yang kencang berterbangan ke segala arah. Tentu itu juga mengarah ke arahku, tetapi aku menghindarinya dengan cepat.

Jika tidak, mungkin aku akan ikut terbawa terbang. Lapangan yang semula tenang kini memanas, kepulan debu cokelat yang membaur bersamaan dengan kekuatan itu semakin tebal. Di mana rerumputan bergoyang pun ikut melayang karena ikut terbawa.

Bahkan rambutku kini seperti rumput itu. Berdiri karena tersisir oleh angin hebat. Berusaha mendapatkan hasil yang puas, kutancabkan pedangku.

Membuatnya sebagai perisai sekaligus tempatku untuk kusandari. Bunyi ledakan hebat pun menggema, dibarengi tiupan angin yang menggebu-gebu. Bahkan aku tak yakin apakah tempat ini dapat kusebut sebagai lapangan lagi.

Walau ini malam, tetapi mereka bergerak begitu lincahnya. Bahkan bagi Alzea yang menghindari pedang gelap milik Grimyr benar-benar membuatku terdecak kagum. Pasalanya ini malam, bukan hanya penerangannya yang minim.

Bahkan suasana serta kondisi tempat ini yang bagaikan kuburan. Karena roh-roh yang tadi muncul kini lenyap entah ke mana. Sehingga penerangan pun semakin memburuk. Tetapi dengan kemampuanku melihat di waktu malam semakin menajam, hal itu tidak terlalu kewalahan.

Terkadang ada bagusnya juga memiliki kemampuan seperti ini. Mungkin ini kemampuan turunan dari ras-ku yaitu, Azure.

"Perempuan busuk, ternyata kau hebat juga."

Sambil mengelap sisi mulutnya, Grimyr pun bangkit setelah ia terjatuh.

"Kau juga, bocah tengil."

Sedangkan untuk Alzea, ia berusaha mengangkat pedangnya yang menancab pada tanah.

Di lihat dari mana pun juga kekuatan mereka sangat berimbang. Tetapi aku tidak bisa menyimpulkannya hanya dari segi kekuatan. Mungkin mereka masih belum mengeluarkan kartu andalannya.

"Akan kuakhiri sekarang juga!"

Grimyr—ia mengeluarkan sebuah cahaya samar dari tangannya. Lalu beberapa rantai dengan suara khasnya berbunyi. Saling membalut satu sama lain, kini sebuah buku muncul di atasnya. Jatuh dan mendarat dengan sempurna di atas telapak tangan kirinya.

"Matilah!"

Ketika ia mengucapkan beragam bahasa yang tak kumengerti, roh-roh itu kembali muncul, dan tampak mulai mengamuk.

"Dengan namaku, aku memerintahkanmu atas buku kematian ini. Takutlah! Teriakanlah! Namaku yang agung ini! Aku Grimyr salah satu dosa besar memberimu titah, hancurkan musuh di depanku!"

"Heh, kau mengeluarkannya juga. Kalau begitu—"

Ketika sekumpulan roh yang mengamuk itu mulai berlarian ke arah Alzea. Ia pun melompat tinggi dan aura kegelapan muncul bersamaan dengan senjatanya yang ia lemparkan ke bawah.

"Apa yang nyata dan tak bersalah, apa yang nyata dan bersalah. Tak pernah terkotori oleh busuknya dunia ini. Namaku adalah Alzea dan aku memanggilmu ke dunia fana ini, munculah wahai taringku ... Durandal!"

Pedang yang ia tancabkan mengeluarkan angin ribut yang membuat roh-roh di sekitarnya menjauh. Kemudian dari bentuknya yang besar itu mulai mengecil, berwarna merah darah, sedangkan pada bagian tengahnya putih.

Ketika ia mendarat, dengan cepat pedang itu keluar sendiri. Melayang dan berhasil masuk ke dalam genggaman tangan Alzea.

"Cukup sampai di sini waktu bermain-mainnya, Grimyr!"

"Jangan mengutip perkataanku!"

Keduanya pun mengeluarkan kekuatan yang besar hanya untuk mengalahkan diri mereka masing-masing. Selain itu aku merasakan sesuatu yang aneh. Bukan dari mereka, tetapi seperti ada sesuatu yang sedang menungguku.

Entah apa itu, tetapi mungkin intuisiku di saat seperti ini akan selalu benar. Tetapi kesampingkan hal itu, saat ini aku sedang memperhatikan mereka.

"Sayang, aku tidak membawa popcorn saat ini."

Menatap langit beberapa saat, aku pun mengembalikan pandanganku ke arah mereka lagi.

Kini keduanya saling menyerang dengan kekuatan unik mereka masing-masing. Di mana roh-roh ganas itu menyerang Alzea membabi buta. Sedangkan untuk Alzea sendiri hanya bisa menahan serangan mereka.

Tetapi ketika ia mengangkat pedangnya tinggi. Sesuatu tiba-tiba saja datang dari langit. Sebuah tiang seukuran Alzea sendiri muncul dan menghempaskan roh di sekitarnya. Di mana ada bendera yang sedang berkibar karena tiupan angin ringan.

Tiang itu kemudian ia tancabkan.

"Saatnya serangan pembalasan!"

"Sial! Kalian seranglah perempuan itu!"

Geraman dan amarah. Sekumpulan roh itu berlari tak menentu arah hanya demi menyerang Alzea yang kini berdiri sambil memegangi pedangnya.

"Tidak secepat itu!"

Tetapi sosoknya menghilang dan tiba-tiba saja telah berada di hadapan Grimyr. Suara bising yang nyaring terdengar singkat sekali. Lalu mataku tercekat ketika sekumpulan roh itu lenyap tak tersisa, bahkan jaring-jaring yang melingkari lapangan ini lenyap.

Terpotong-potong hingga kecil bahkan menjadi remah.

Aku tak percaya ini, batinku.

Segaris retakan mencuat di belakang Alzea. Ia yang kini berdiri di hadapan Grimyr sedang menatapnya dalam diam.

"Leher apa Kepala?"

"Kau kira ini sudah berakhir?"

"Mau dilihat bagaimanapun juga ini sudah berakhir"

"Begitu?"

"Huh?"

Apa yang ia katakan? Batinku.

Grimyr memang sudah terpojok, tetapi mengapa ia seperti berada di dalam posisi Alzea. Aku sama sekali tak mengerti, tetapi begitu sebuah asap putih muncul di belakang lelaki berkacamata itu. Aku yakin ia masih menyimpan sesuatu di balik senyumannya itu.

"Seperti apakah perkataan yang di ucapkan ketika kau tiba di rumah?"

"Huh apa?"

"Salah! Yang benar adalah selamat pulang ... ke dalam taman dosaku ...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro