19 - Sudden Encounter
Suasana yang cukup menegangkan dan juga mencekam. Setelah keputusan ketua ekspedisi dari【Recoil Fate】. Akhirnya mereka pun pergi menuju sebuah dungeon yang keberadaannya tidak di ketahui sama sekali.
—『The Great Tomb of Fartera』
Itulah nama tempat tersebut. Di katakan bahwa dungeon itu memiliki dua harta legendaris. Yang pertama adalah『Edge of Mirror』. Harta ini merupakan jenis artifak di mana fungsinya adalah untuk menunjukkan kebenaran dan masa lalu.
Sedangkan yang kedua adalah『Crystal of Rebirthe』. Fungsi kristal ini dapat membuat ketahanan barang apapuh meningkat dengan cara memasukannya sebagai stock item. Memperkuat, meningkatkan serta memunculkan efek rahasia dari berbagai item.
Namun hanya satu harta saja yang bisa di ambill jika berhasil menyelesaikannya. Dengan informasi yang seperti itu, Arthur pun membuat keputusan untuk pergi demi mendapatkan『Edge of Mirror』.
Dan sekarang mereka telah berada di tengah-tengah perjalanan menuju ke sana. seekor monster raksasa muncul di hadapan mereka begitu mereka ingin pergi melewati batas benua.
—『Great Forbringar Lv. ???』
Penjaga itu memiliki status level yang tidak di ketahui. Membuat seluruh anggota ekspedisi dalam kebingungan.
Tetapi mereka tetap menyerangnya dan begitu pun dengan koordinasi antara kelompok satu dengan yang lainnya. Elen mulai menyerang dengan mengeluarkan sebuah gumpalan bola energi yang mengeluarkan percikan petir kemudian meledak menjadi ratusan laser kecil yang menerjang monster itu.
Di lain sisi Cody dan Rega saling bekerja sama untuk menumbangkan bagian kaki monster itu dengan menyerangnya secara bergiliran. Untuk Marie ia mendukung mereka semua dengan nyanyiannya. Memberikan efek buff dan di saat bersamaan memulihkan HP teman-teman satu kelompoknya.
Untuk Dias, ia dengan brutalnya memukul mundur monster itu dengan pukulan kuatnya. Sebuah cahaya tipis menyelubungi tangan kanannya lalu begitu ia pukulkan sekuat tenaga, sepasang tangan raksasa yang gelap dan juga berapi-api muncul.
Membawa sebuah rantai dari kedalaman dimensi dan kemudian menghantam monster itu. Sedangkan Fera yang membantunya di belakang, ia hanya memberikan sihir pembantu berupa efek buff power-up dan defense-down untuk monster itu.
Sedangkan Arthur, ia dengan gagahnya bersama【The Seven Poltergeist】yang lain membantu menguatkan pertahanan mereka yang beranggotakan 17 Player. Dengan membaut sebuah plasma kuning yang memiliki lambang perisai miliknya.
Arthur berteriak keras dan juga lantang.
"『Thousand Fortress』!!"
Kali ini muncul satu buah perisai raksasa di depan mereka. Selagi serangan terus di lancarkan, tetapi tidak ada indikasi monster penjaga itu akan tumbang dengan mudahnya. Perisai yang muncul itu kemudian hancur dan menjadi kecil.
Membuat sekumpulan hujan cahaya yang melapisi serta melindungi kawannya. Untuk sisa dari mereka, sebuah sihir pelindung dan juga regenerasi muncul. Membuat semua anggota ekspedisi itu memiliki status regenerasi HP dan CP secara bersama-sama.
"Cody jaga sebelah kanan! Rega, hati-hati dengan bagian belakangmu!"
Elen yang menjadi support sekaligus command centre mengkoordinasikan kawan-kawannya. Sebenarnya itu adalah tugas milik Arthur dan juga seorang Player perempuan dari Party【King Hero】. Tetapi karena mereka sedang kesulitan untuk membantu bagian belakang.
Sehingga tugas itu di berikan kepada Elen. Tetapi Dias, ia sama sekali tidak mendengarkan arahan dari Elen dan terus saja membabi buta seolah-olah ialah sang pemimpinnya. Maka dari itu Elen malas untuk memberitahunya, bahwa saat itu juga sekumpulan pasukan golem datang dari belakangnya.
Tetapi mereka hancur dalam sekejap berkat bantuan Fera. Ia hanya mengedipkan matanya dan saat itulah beribu-ribu panah merah kehitaman muncul dan menerjang sekumpulan pasukan golem itu dalam sekejap.
Hanya dapat bernapas lega, kini Elen fokus untuk membantu Cody dan Rega di depan sana.
"Sepertinya kau kelelahan, Elen?"
"Ahh ... Rena! Tepat sekali bisakah kau membantuku?"
Rena, ia adalah anggota dari【The Seven Poltergeist】. Memiliki peringkat ke tiga. Keahliannya hampir serupa dengan milik Marie, namun selain keahlian dalam penyembuhan di saat yang bersamaan ia juga merupakan seorang Vanguard. Itu artinya ia bisa maju ke depan untuk membantu Cody dan Rega serta Dias yang brutal.
Rena puh mengangguk senang dan kemudian mulai bernyanyi. Tiga buah sheet lagu berwarna biru muncul di atasnya. Menaburkan serbuk-serbuk biru dan mengembalikan CP Elen yang hilang. Dan disaat yang bersamaan juga, tiga buah tombak raksasa atau yang bisa di katakan Trident muncul dari sheet-sheet lagu itu.
"Menarilah dengan anggun dan tembuslah kejahatan,『Tri-Vort of Ambascade』!!"
Kemudian ketiga Trident itu keluar, melesat membelah ketegangan yang terjadi di pertempuran itu dalam sekejap. Begitu menghantam tubuh monster raksasa itu. Sekumpulan pusaran air yang besar menyerangnya bertubi-tubi dari berbagai sisi.
Suara rintihan dan juga pekikkan terdengar lantang di langit-langit. Monster itu terdorong mundur dan akhirnya jatuh.
Sorak yang keras mulai terdengar dari beberapa anggota ekspedisi. Tetapi rasa senang dan juga kegembiraan itu sirna dengan cepat begitu ia berubah dan mengeluarkan sepasang sayap yang di liliti oleh tumbuhan belukar.
"Tch ... ini tidak akan mudah"
"Tenang saja darling~ aku akan membantumu dari sini~"
"Ahh ... Fera, terima kasih. Tentunya aku akan menikmatimu malam nanti."
Dias yang berada di depan menyeringai begitu mendapatkan tawaran dari Fera yang menghubunginya melalui pesan pribadi.
"Tetapi bagaimana dengan ini?"
Seringainya bertambah lebar begitu ia melihat tangannya penuh dengan kepulan asap dan juga api merah. Aura gelap pun mulai muncul dan menyelubungi tubuh Dias dengan cepat.
Ia terkekeh sendiri dan kemudian mengangkat tangannya. Di saat monster di depannya seperti berubah, Dias pun mengeluarkan sebuah aura yang kemudian berubah menjadi kepalan tangan besar.
"Mari ... biarkan aku menikmati ini!!!"
Sambil menjilati bibirnya sendiri, Dias mulai menyerang dengan dua buah pukulan dari Skill yang baru saja ia keluarkan.
"Ini menguras setengah CP-ku, kuharap kau tidak membuatku bosan! Arrrhhhhh!!!!!"
Namun serangan Dias dengan mudahnya di patahkan oleh monster itu dengan satu kali kibasan dari sayapnya. Suara dengungan besar terdengar di langit-langit. Kemudian sebuah gumpalan hijau menerjang Dias.
Karena ia tidak bisa menghindarinya, ia pun menggunakan Skill pertahanan untuk mencoba menetralisirkannya. Tetapi gagal dan membuatnya terjatuh ke belakang ....
"APA?!—"
Ketika gumpalan besar itu semakin dekat. Fera hanya dapat meneriakan nama Dias dengan cemas. Anggota lain pun sama namun jarak mereka yang terpisah jauh membuat mereka tidak berkutik.
Begitu juga Elen yang mendecakkan lidahnya karena tahu jika seandainya menghancurkan gumpalan itu. Maka tidak diragukan lagi, ledakannya akan mengakibatkan hampir dari semua anggota kelompok ekspedisi ini kritis.
Arthur yang mencoba menolong Dias pun kewalahan karena saat ini ia sedang berhadapan dengan tiga buah Golem yang memiliki dua kepala. Terlebih lagi mereka memiliki elemen api yang membakar diri mereka sendiri.
"Tchh ... sial, apakah aku akan mati di sini?—"
"Sebaiknya kau mundur dan jangan pamer jika kau lemah."
Suara itu muncul di samping Dias. Tenang namun memiliki implikasi makna yang mendalam. Langkahnya yang ringan seakan-akan bukanlah manusia atau pun seorang Player dari Azure Online ini.
"Sialan kau, LEONNN!!!"
Ketika ia menanggalkan pedang besarnya dari punggung. Hanya dengan satu kali huyungan yang berdengung samar. Gumpalan itu hancur tanpa meninggalkan ledakkan. Satu kali lagi huyungan dari pedangnya, sayap kiri monster itu terbelah menjadi dua dan akhirnya hancur berkeping-keping.
Leon, Player yang di juluki【King Hero】. Julukan itu bukanlah main-main. Kekuatan yang ia milikki benar-benar dapat di katakan sangat kuat sekali. Bahkan jika sistem level masih berlaku baginya. Mungkin saja levelnya sudah mencapai batas yang telah di sediakan oleh game-nya sendiri.
Tepat di belakangnya seorang Player yang cantik sekali muncul. Sayap-sayapnya abunya mengeluarkan beribu helai bulu yang tanggal dari jantungnya.
"Aku akan membantumu, Leon."
Suaranya yang halus dan juga tenang itu benar-benar dapat di katakan suara langit. Tanpa ada yang tahu siapa identitas asli dirinya, orang-orang hanya memanggil dirinya sebagai【The Fallen Angel】, Vira.
"Aku mengandalkanmu, Vira"
"Hmm ... tentu saja."
Ia tersenyum lembut. Lalu begitu sayap kirinya melebar, sehelai bulu turun di atas telapak tangannya yang lembut. Meniupkannya dan merubanya menjadi kepingan cahaya yang menaburi Leon dari belakang.
"『Feather of Enlightment』~"
Hanya dengan nadanya yang lembut, kini Leon memiliki sebuah buff. Dan efek dari buff itu adalah kebal terhadap berbagai elemen serangan.
"Terima kasih, Vira"
"Apapun demi pahlawanku~"
Leon pun mulai maju ke hadapan monster itu. Kaki kanan ia hentakan, begitu kepalanya mendongak pelan ke atas. Garis matanya yang tajam seolah-olah telah memprediksi gerakan monster itu.
Lalu dalam satu hitungan, ia pun meluncur cepat bagaikan kecepatan suara. Monster itu meraung geram dan kemudian meluncurkan berbagai monster dari bagian tubuhnya. Sebagian lagi muncul dari permukaan tanah.
"Bantu Leon!!!"
Elen pun berteriak kencang dan semua anggota ekspedisi mulai melancarkan serangan bantuan untuk memberi jalan kepadanya. Elen pun meluncurkan Skill barunya, yaitu 『Star Rain』.
Ketika ia menembakan sebuah plasma ke langit. Maka dalam beberapa detik beratus-ratus plasma itu akan muncul kembali dan menghujani monster yang berada di bawahnya. Suara ledakan, teriakan dan juga perjuangan terdengar padu di dalam pertarungan itu.
Leon terus melaju tanpa ada yang bisa menghentikannya. Walau Dias kesal melihat Leon yang menjadi kunci dalam pertarungan ini. Mau bagaimana lagi, ia pun akhirnya membantunya walau masih tidak sudi untuk melakukannya.
"Fera ... bantu mereka"
"Heee ... Dias, kau kesal ya? Imutnya~"
"Tchh, cepat lakukan!"
Fera hanya bisa tertawa kecil kemudian mengeluarkan Skill『Madness Arrow』. Terdiri dari sebuah panah panjang yang begitu di lesatkan akan meledak dan menyebarkan asap merah muda. Di mana asap itu akan menurunkan pertahanan monster dan membuat mereka tak bisa bergerak dalam beberapa detik.
Kini semua monster berlevel kecil telah tiada dan hanya menyisakan yang paling besar. Dengan levelnya yang tanda tanya, semua pasukan ekspedisi melancarkan serangan terkuat mereka.
Namun Leon terus melangkah maju ke depan, begitu santai dengan langkah yang terbilang ringan. Ketika monster itu mendongakkan wajahnya ke atas kemudian menunduk menatap Leon kala itu.
Suara dengungan terdengar hebat, awan tipis pun menghindar dan kabur lalu menghilang. Hampir dari semua pasukan ekspedisi telah kehilangan setengah CP mereka. Namun untuk Leon, ia sama sekali tidak kehilangan CP-nya.
"Sebaiknya kau tidur."
Pelan dan tanpa ada indikasi emosi yang masuk ke dalam suaranya itu. Dingin dan juga dalam. Begitu ia menurunkan pedangnya. Semua terdiam, tak ada yang bergerak kecuali dirinya sendiri.
Kemudian ia rentangkan lalu menghuyungkannya dari bawah secara diagonal ke kiri atas. Sebuah garis lurus tercipta, retakan terbuka lalu ketika Leon menyimpan pedangnya lagi. Retakan itu kemudian pecah dan kembali menyatu.
Begitu retakan itu kembali menyatu, monster itu telah jatuh terduduk dan HP miliknya juga telah menjadi merah. Berkedip-kedip namun tak bisa di hancurkan. Dengan begitu kemenangan menjadi milik pasukan ekspedisi.
Arthur tersenyum kecil melihat kemangan yang mereka dapat. Sedangkan Dias kesal karena Leon mencuri panggung miliknya. Fera yang berada di sampingnya hanya bisa tertawa kecil sambil memeluk Dias dari belakang.
Elen serta kelompoknya tersenyum dan akhirnya jatuh karena kelelahan. Sisanya bersorak dan mengangkat senjata mereka.
Kekuatan yang di miliki oleh Leon memanglah bukan main-main. Kekuatan seperti itu benar-benar luar biasa. Hanya dalam satu kali huyungan sayap dari monster itu terbelah, satu lagi huyungan dan monster itu pun terhenti seolah-olah mati.
Arthur dengan cepatnya memberitahu pasukan ekspedisinya untuk beristirahat selama beberapa menit. Setelah itu mereka akan meneruskan perjalanan mereka menuju benua Feragard. Di mana dungeon yang mereka tuju berada.
***
Aku ingat bagaimana aku bisa berada di dunia ini. Tetapi untuk saat ini ... aku tak tahu apakah aku masih hidup atau tidak.
" ... Aghh."
Mataku terbuka dan begitu aku mendapatkan kembali penglihatanku. Tanah cokelat yang cukup gembur telah berada di depan mataku.
"Mengapa aku bisa berada di sini? Ah—"
Ternyata posisi tubuhku terbalik. Kakiku tersangkut di antara batang-batang pohon dan tubuhku mengantung karenanya. Karena sepertinya aku terlalu banyak bergerak, akhirnya tubuhku terjatuh dan wajahku mendarat di tanah cokelat itu.
"Ughhh!—"
Seolah-olah dunia telah terbalik aku bisa melihat bagaimana tanah di bawahku dari dekat dan secara bersamaan juga menciumnya tanpa sengaja. Ahhh ... hari yang buruk.
Aku pun segera bangkit lalu duduk menyila. Memperhatikan sekitarku, kedua mataku sedang melihat keadaan sekitar. Memutarinya dan mempertajam penglihatanku di saat ada sebuah gerakan aneh yang tiba-tiba terlihat dari jarak pandangku.
Sebuah kain cokelat yang kumuh tiba-tiba saja jatuh di hadapanku. Dengan suaranya yang cukup berat, kupastikan bahwa kain ini bukanlah sekedar kain biasa. Karena biasanya sebuah kain ketika jatuh tidak memiliki suara seberat itu.
Kulihat secara seksama, rupanya itu adalah jubah. Aku juga dapat melihat sehelai rambut hijau di pangkuanku.
"Rambut? Jangan-jangan ...."
Begitu aku membuka jubah itu, sesosok anak kecil berambut hijau muda terkapar dengan wajah yang sama sepertiku tadi. Yaitu ... mencium tanah. Tubuhnya kecil begitu pula jari-jari kecilnya yang mencoba untuk mencengkram tanah dan bangkit sendiri.
Ketika ia berhasil bangkit dan sama-sama duduk menyila sama sepertiku. Aku pun mulai bertanya dengan terheran-heran.
"Kau ... siapa kau? Dan mengapa kau tiba-tiba saja menabrakku?"
"Ahhh ...."
Wajahnya yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah itu seolah-olah mengingat sesuatu.
"Tadi aku di kejar oleh babi hutan dan karena panik, aku pun segera berlari—jadi karena itu aku berada di sini ... hahahaha"
"Bukannya menjawab malah tertawa, dasar anak yang aneh."
Kini tanganku yang menyila dan kepalaku sedikit memiring.
"Jadi—"
"Ahh ... maafkan aku ...."
Ia pun bangkit, berdiri sambil membersihkan jubahnya dari debu.
" ... Namaku adalah Eril, penjaga hutan ini."
Suaranya yang ramah dan juga terkesan kekanak-kanakan sepertinya tidak memiliki sesuatu yang tersembunyi. Matanya yang hijau nan besar juga seperti tidak berbohong. Ia membungkuk kemudian melihat-lihat sekitar.
"Ok ... baiklah, Eril, 'kan?"
"Ya ... kau bisa memanggilku Eril walau nama panjangku Erilas Tcusha Vir Artema"
"Uaghh ... nama yang sulit"
"Kalau Kakak sendiri?"
"Archie ... hanya Archie dan tidak lebih."
Eril mencondongkan tubuhnya ke arahku. Tangan kanannya kini memegang dagu miliknya, sambil membuka mulutnya dan menyebut namaku seperti sedang di curigai, ia pun kembali pada posisinya semula.
"Kalau begitu apa yang Kakak lakukan di sini?"
"Itu seharusnya pertanyaanku dan lalu mengapa kau bisa sampai menabrakku?"
"Ahhh ...."
Lagi-lagi wajah itu. Wajah yang menunjukkan ketidak salahan, namun juga wajah yang baru sadar mengapa ia mengirimku ke sini.
"Karena tadi terjun makannya aku menggunakan sihir untuk mengirim kita ke sini. Maaf maaf ... aku memang seperti ini."
Sambil berdeham ... Eril mulai berpikir. Tingginya memang tidak seberapa sih dari pada tinggiku, tetapi melihatnya berpikir seolah-olah aku melihat seorang anak kecil yang kesulitan menghitung angka dua digit.
"Ahh ... satu lagi, selamat datang di hutan Heral, sebelah barat benua Feragard ini."
Sebuah notifikasi muncul.
『Would You Accept Quest From Eril? Yes/No』
Sebelum aku menyadari itu muncul. Eril menatapku lekat-lekat dengan kedua mata hijau bundarnya. Seakan-akan ia memohon kepadaku walau sebenarnya ia belum meminta apapun.
"Archie ... mau kah kau menolongku untuk mempertahankan makam besar Fartera?"
Saa itulah kepalaku memiring dan kata itu muncul karena tidak sengaja.
"Eh?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro