Salah paham
Happy reading :)
Maapkan typo :'v
"Lo mabal?" Suara bernada datar itu mengagetkan Claretha. Gadis itu segera menolehkan wajahnya ke arah sumber suara itu. Dan di sana ia mendapati pria yang mengenakan seragam sama dengannya dan almamater yang diletakkan di pundak bagian kiri pria itu.
"Kak Aqsal!" Kaget Claretha. Ia tidak tahu jika kakak kelasnya yang berstatus kekasih temannya itu mengetahui tempat ini.
Aqsal berjalan mendekat ke arah Claretha membuat gadis yang duduk di sana segera mengemasi buku-bukunya dan memasukkan benda itu ke dalam tasnya. "Lo bolos?" Tanya Aqsal setelah duduk di samping Claretha.
"Eng---"
"Ngapain lo bolos?" Belum selesai Claretha menjawab pria di sampingnya itu sudah menanyakan hal lain lagi.
"Nggak pap---"
"Nggak usah bilang nggak papa, kata nggak papa dari cewek tuh buat cowok bingung, sok nggak papa, giliran dapet jawaban yaudah dari cowok langsung bilang cowoknya nggak peka!" Lagi dan lagi Aqsal memotong ucapan Claretha dan membuat Claretha menganga karenanya, sebenarnya bukan hanya hal itu saja, tetapi ini rekor terpanjang Aqsal berbicara, biasanya hanya lima kata dan itu sudah termasuk boros, dan sekarang? Claretha bahkan tidak sempat menghitung dengan jarinya berapa kata yang diucapkan oleh Aqsal. "biasa aja ngeliatinnya!" Ingat Aqsal pada gadis di sampingnya itu.
Claretha segera mengerjapkan matanya saat mendengar ucapan Aqsal. Ia bingung harus menceritakan alasan ia bolos, jika ia menceritakan yang sesungguhnya ia takut kakak kelasnya itu akan mengamuk di sini karena ia menceritakan hal tentang Lea. Namun jika tidak diceritakan, Claretha yakin kakak kelasnya itu tidak akan berhenti bertanya dengan nada menusuk. Alhasil ia putuskan untuk menceritakan yang sejujurnya. "Aku marahan sama Lea, Kak." Ucapan Claretha membuat Aqsal mengernyitkan dahinya, setaunya Claretha dan Lea itu teman akrab tetapi kenapa sekarang keduanya bisa sampai saling marah seperti ini?
"Kok bisa?" Tanya Aqsal masih menggunakan nada datar. Pria itu terlalu pandai menutupi keterkejutannya. Sedangkan Claretha, gadis itu menelan ludahnya kasar, ia membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Setelahnya, ia segera menceritakan pokok permasalahan yang terjadi antara dirinya dengan Lea. Ia tidak bisa menutupi apa pun, karena Claretha tidak ahli dalam hal berbohong.
*
"Aduh, Neng Lea dari pagi murung terus? Kenapa, sih? Sini cerita sama babang," goda Hans saat bel istirahat telah berbunyi. Tadinya ia ingin ke kantin, namun urung karena melihat raut wajah Lea tampak murung, maka ia putuskan untuk sekadar menghibur gadis itu. Sedangkan Angga hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Hans yang begitu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sekarang ini, kan, tidak ada Claretha jadi bisa dengan puas Hans menggoda Lea.
Lea hanya tersenyum tipis sebagai respon atas pertanyaan Hans.
"Kenapa, Le? Lo ada masalah?" tanya Angga yang juga ingin tahu penyebab gadis yang biasanya ceria itu menjadi pendiam. Padahal seingatnya ketika awal masuk sekolah ini, Lea gadis ceria dan sekarang, lebih tepatnya beberapa minggu belakangan ini raut wajahnya tidak seceria sebelumnya.
"Gue nggak papa kok," jawab Lea berusaha terlihat tidak apa-apa meskipun pikirannya masih melayang menanyakan keberadaan Claretha. Ah, mengingat Claretha, ia jadi ingin menanyakan sesuatu pada kedua pria ini. "oh iya, Hans, Ngga, kalian udah lama, kan, temenan sama Claretha? Kalian tahu di mana tempat biasanya Claretha pergi kalau ada masalah?"
Lea memasuki kantin, berjalan menuju sebuah kedai yang terletak di ujung untuk membeli air mineral, butuh pasokan minum banyak untuk mencari Claretha nanti pikirnya. Setelah membayar, ia berjalan keluar pintu kantin, tanpa sadar ada seseorang yang tengah memperhatikan gerak-geriknya sejak tadi.
Setelah mendapat beberapa tempat yang sering dikunjungi Claretha jika ada masalah dari Hans dan Angga, gadis itu mulai pencariannya sekarang juga. Memulai dari taman belakang sekolah yang jarang dipakai karena sudah begitu kotor dan kurang terurus.
Sampai di taman itu, Lea hanya dapat melihat daun-daun berserakan. Pohon yang ada di sana pun tampak sangat tak terawat dan satu lagi, di sana terlihat tidak ada Claretha.
Lea menghela napas, sesaat kemudian ia coba menyemangati dirinya sendiri agar tidak menyerah begitu saja karena baru satu tempat yang didatanginya, masih ada beberapa tempat lagi.
Derit pintu terdengar saat Lea membuka gudang sekolah, ia berpikir Claretha ada di sana, namun sepertinya tidak ada. Ia kembali menutup pintu itu namun terhenti karena matanya tidak sengaja melihat sebuah tangga mengarah ke atas gudang. Ia tahu tangga itu akan kemana, Aqsal pernah membawanya ke sana, dan ia ingin ke sana untuk menemui Aqsal lalu menceritakan masalahnya dengan Claretha. Namun Lea mengurungkan niat itu, toh, beberapa hari ini ia tidak melihat kekasihnya itu di sekolah, mungkin Aqsal tengah izin. Hingga Lea putuskan untuk menutup pintu gudang itu dan berjalan meninggalkan gudang untuk mencari Claretha.
Lea berniat duduk di bangku yang terletak di pinggir lapangan bergabung dengan kakak laki-lakinya. Kalau diingat, Lea jarang sekali mengobrol dengan kakak-kakaknya, dikarenakan tugas sekolah dan masalah hatinya. "Bang," panggil Lea membuat Alan dan teman-temannya menoleh ke arahnya. "Lea boleh duduk di sini, kan?" lanjut Lea meninta izin untuk duduk di sana.
"Kenapa?" tanya Alan lembut sambil membelai rambut Lea. Ia tahu jika adiknya ini berada dalam kondisi tidak baik-baik saja. Terbukti dari raut wajah yang begitu muram tak seceria saat mereka awal berjumpa.
"Capek habis nyari Claretha," jawab Lea.
"Ah, Claretha? Gue liat tadi dia ke gudang, deh. Nggak tahu abis itu," jelas Alan, sebab ia tadi memang tak sengaja melihat Claretha memasuki gudang dan entah apa yang akan dilakukan gadis itu, Alan tak terlalu peduli.
Dengan grasak-grusuk Lea segera bangkit dari duduknya. "Lea nyari Claretha lagi kalau gitu. Makasih Bang Alan." Lea segera berlari menuju gudang. Tak salah pastinya di dalam gudang hanya ada tangga tadi, berarti mungkin Claretha berada di rooftop.
Lea memelankan langkah kakinya saat sampai di rooftop. Angin semilir tak menghilangkan rasa panas di hatinya yang mendadak datang. Matanya melihat Claretha tengah duduk di bangku sana dengan seseorang yang amat ia kenali. Aqsal, setelah akhir-akhir ini menghilang tanpa kabar, lalu sekarang sedang duduk berdua dengan cewek lain, temannya pula.
"Lea," panggil Claretha saat ia menoleh ke belakang dan matanya tak sengaja menangkap Lea tengah berjalan ke arahnya. "jangan salah paham, Le, kit--"
"Gue nggak nyangka," lirih Lea, kemudian segera berlari meninggalkan rooftop.
**
Heloo gengs!😆
Pakabar uy? Masih setiakah dengan cerita super ngaret ini?😂
Hoo maapkan daku yang ngaret sekali dan terlalu lama ninggalin cerita ini😥
Aku lagi mikirin tentang kasus terror supaya rapi :'v
Sekalian pamitan, mungkin beberapa waktu nanti aku tinggal, karena aku lagi fokus ke project aku.
Huhuu aku tau kalian ga peduli :"
Oke semoga kalian suka part kali ini
Jangan lupa VoMent guys, i need your support :"
Tengkiis😙😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro