Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pulang

Happy reading :)
Maapkan typo :'

Air mata terus mangalir keluar membasahi pipi Lea. Tanpa memedulikan apa pun, gadis itu mengambil tasnya kemudian berlari menuju gerbang. Tujuannya hanya satu, pulang. Beruntung ini masih jam istirahat, jadi belum ada guru di kelas. Beruntung lagi gerbang sekolah selalu terbuka jika jam sekolah, jadi dia juga nggak perlu izin dan menjelaskan ke satpam mengapa ia ingin pulang.

Setelah lima menit ia menunggu, akhirnya sebuah taksi melintas. Ia segera menghentikan taksi itu kemudian menyebutkan alamat rumahnya. Memang baru beberapa waktu di Bandung, tetapi setidaknya ia hafal alamat rumah papanya, hingga tidak sulit untuk sampai ke rumah.

Tak habis pikir

kau tega seperti ini

meninggalkan aku

tanpa suatu kepastian

kuhanya bisa berharap

kau bahagia di sana

dengan dia pilihanmu

walau dia sahabatku.

Sial! Lea benar-benar mengutuk acara radio itu. Kenapa di saat seperti ini radio itu memutarkan lagu seperti iti? Bikin makin nyesek hati Lea saja. "Pak, radionya dimatiin aja!" ucap Lea ketus pada sopir taksi. Nggak peduli sopirnya mau marah atau apa, hatinya ini lagi sakit tahu! Malah dikasih dengar lagu seperti ini, nyeseknya plus-plus!

"Waduh, maaf ya, Neng. Bapak teh nggak tau kalau, Neng lagi galau," balas Sang Sopir sambil mematikan radionya.

Lea hanya menjawab dengan anggukan. Tetesan air mata yang tadi berhenti, kini meleleh kembali gara-gara lagu sialan itu. Sebenarnya bukan lagunya yang sialan, tetapi Lea saja  yang baperan. Ah, namanya juga galau jadi bawaannya baperan sama pengen makan orang!

"Neng, udah sampe," ujar sopir taksi menyadarkan Lea. Gadis itu mengangguk, kemudian memberikan uang sebagai ongkos taksi itu. Setelahnya, ia segera keluar dari taksi lalu masuk ke rumah.

Sepi. Sepertinya mamanya sedang tidak di rumah. Lea membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Ia segera berjalan cepat menuju kamarnya. Membanting tubuhnya di atas kasur yang empuk. Ia mematikan ponselnya kemudian membantingnya di atas kasur sebab sejak tadi Aqsal dan Claretha terus menghubunginya. Masa bodoh! Lea sedang tidak butuh penjelasan apa pun dari keduanya.

Saat pergi tanpa kabar, lalu hadir kembali dengan menyuguhkan luka yang disebabkan oleh orang terdekat, harus seperti apa reaksi yang ditunjukkan selain kecewa? Tidak ada! Lea kecewa, tentu saja. Ia jadi menghubungkan alasan Claretha tidak menyetujui bekerja sama dengannya untuk mengintai Asya itu karena gadis itulah yang mengirim terror kepadanya agar hubungannya dengan Aqsal renggang. Ah, kepala Lea terasa pusing karena memikirkan hal ini. Ia putuskan untuk tidur saja. Entah karena lelah atau bagaimana, lima belas menit kemudian napas gadis itu tampak telah teratur pertanda sudah terlelap dalam dunia mimpinya.

Lea bangun setelah dua jam tidur. Gadis itu menuju dapur karena merasa lapar. Ternyata galau juga butuh energi. Begitu membuka tudung saji, ah, astaga, tidak ada apa pun di dalamnya. Lea hanya mendengkus, kemana mamanya sampai tidak ada makanan begini?

Kulkas. Satu tempat yang biasanya menjadi wadah menyimpan makanan selain meja makan. Dan Lea dibuat melongo karena kulkas tidak isinya. Hanya air putih saja. Ck, Lea benar-benar menyesal pulang kalau tidak ada apa-apa seperti ini. Pikirnya tadi ia bisa makan sepuasnya di rumah tanpa harus membayar, nggak taunya sampai rumah nggak ada apa-apa. Kalau sudah begini mau tidak mau dia harus minum air putih saja sampai kenyang. Ya walau dia tau nanti bakal kembung, tetapi dari pada ia kelaparan, kembung pun jadi.

"Lea?" Suara itu hampir membuat Lea mati tersedak. Untung saja masih hampir. Ia segera menoleh ke sumber suara dan mendapati mamanya berdiri dengan membawa keranjang belanjaan di tangan kanannya. "Astagfirullah, Lea. Mata kamu ini kenapa?" kaget Isna saat melihat mata puteri tirinya ini tampak memiliki kantung. Rambut acak-acakan, mata merah, bibir pucat, astaga puterinya tampak mengenaskan.

"Lea lapar, Ma," balas Lea sambil menunjukkan raut melas. Perutnya benar-benar lapar kali ini. Tadi istirahat waktunya dipakai buat nyari Claretha, terus ngenes gara-gara liat Claretha sama Aqsal. Hih, Lea jadi kesel ingat itu lagi.

"Yaudah, kamu makan roti ini dulu. Mama masak sebentar," suruh Isna sambil memberikan satu roti selai cokelat yang tadi ia beli di minimarket.

Lea memakan roti itu dengan cepat. "Mama, kok, tumben belum masak? Papa juga masih kerja ya, Ma?" tanya Lea sambil mengunyah rotinya.

"Mama baru habis belanja. Tadi pagi mama nganter papa ke bandara soalnya papa ada kerja di Surabaya buat tiga hari," jelas Isna sambil terus memasak.

Lea hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Pantas saja dia nggak nemu makanan, jadi gara-gara emang stok bahan masakan habis, jadi mama masih belanja. Huh, andai aja dia tadi nggak nyari Claretha, ia tidak akan kelaparan dan nggak akan nyesek. Baiklah, kenapa otaknya terus memikirkan masalah tadi? Menambah intensitas kegalauan aja!

"Masih lama matengnya, Ma?" tanya Lea saat roti yang dimakannya telah habis dan nyatanya roti itu tidak begitu ampuh mengatasi rasa laparnya.

"Kamu ini nggak sabar banget. Ini udah mateng," balas Isna yang tidak habis pikir dengan puterinya. Perutnya benar-benar karet sekali.

"Lea galau, Ma. Jadi kalau galau perlu asupan banyak biar punya tenaga buat galau, nangis, sama banting-banting barang," terang Lea yang hanya dibalas gelengan oleh Isna. Kalau begini bukan hanya makanan yang ludes, tetapi barangnya akan berserakan kalau dibanting-banting oleh puterinya yang galau.

"Galau kenapa, Sayang?" Isna tak memedulikan apa yang dilakukan puterinya nanti, yang jelas ia harus menjadi tempat berbagi puterinya. Tidak mungkin seorang ibu membiarkan anaknya sakit sendirian, meskipun hubungan darah tidak ada, yang namanya ibu harusnya tetap mengayomi dan menjadi tempat berbagi untuk anaknya kapan pun dan dimana pun.

Lea merasakan kelembutan dalam usapan tangan Isna di tangannya. Usapan itu seolah memberinya semangat lagi. Usapan tangan seorang ibu akan selalu terasa menenangkan, tak peduli seberapa sering kita menyakiti sosok itu, ia akan tetap memberi kasihnya saat kita terluka. "Tadi ..."

***

Halooo!!
Jangan lupa kasih krisar ya gais, jangan cuma jadi silent readers aja :') sedih aku tuh :'v huhuu
Semoga suka part kali ini😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro