Gosip?
Happy reading :)
Hati-hati typo .-.
Pria berseragam putih abu-abu dengan balutan almamater hitam dengan aksen batik di bagian kerah dan pergelangan tangan berwarna merah muda itu kini tengah menyusuri lorong yang menghubungkan antara asrama putra dan asrama putri, ya! Dia Aqsal. Hari ini dia memutuskan untuk menjemput kekasihnya lalu berangkat bersama. Memang beginilah enaknya jika bersekolah dengan model asrama, tak perlu keluar modal banyak sudah bisa bahagia bersama pacar. Halah! Itu mah pelit! Sebagian kaum hawa pasti memikirkan begitu, namun bagi kaum adam tentu saja tidak, ini adalah keuntungan tersendiri jadi tidak mengikis uang saku mereka.
Lea tengah berjalan kesana-kemari mengobrak-abrik kamarnya. Ia mencari benda yang penting untuk dia, entah bagaimana ia bisa lupa meletakkan benda tersebut yang jelas saat ini dirinya harus mencarinya di seluruh penjuru kamarnya.
Kali ini giliran ranjang milik Claretha ia geledah, ia curiga jika temannya itu menyembunyikan benda pentingnya walau kemungkinannya sungguh kecil namun tetap saja ia lakukan penggeledahan tempat tidur Claretha. Dan kini, genap sudah kamar itu seperti kapal pecah, bantal berantakan, buku berjatuhan, tempat tidur acak-acakan. Sungguh jika Claretha melihat ini pasti ia sudah mengeluarkan ceramahnya, sayang! Claretha memutuskan berangkat ke sekolah terlebih dahulu karena hari ini ia jadwal piket.
Sementara Lea tengah berpikir bagian mana lagi yang belum ia bongkar, sepertinya sudah semua. Ah! Lea lupa jika ranjangnya masih tertata rapi, tentu saja! Dia tak rela membuat tempat tidurnya berantakan, jadi ia memilih tak menggeledah tempat itu, dasar gila! Dengan berat hati ia mulai mencari benda pentingnya di ranjangnya dengan sangat hati-hati agar tak acak-acakan, memang benar-benar Lea ini sudah tak waras! Setelah mencari di sepanjang kasurnya ia mengangkat bantalnya dan ya! Terlihat benda pipihnya itu tergeletak disana, memang sedari tadi benda itulah yang dia cari, handphonenya yang merupakan hidup dan matinya. Dasar lebay! Sebutlah begitu, karena memang Lea tak bisa meninggalkan benda itu, sedikit saja terlupa sudah semua tempat dicarinya. Makhluk jaman now ya begitu, hidupnya tak lengkap jika tak ada benda itu.
Jangan salahkan Lea karena sebagian dari kita pun pasti begitu memuja benda itu sampai tak tahan jika terlalu lama jauh dari benda tersebut.
Sudah banyak kali pria itu melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya itu lalu beralih ke pintu kamar yang sedari tadi ia tunggu terbuka lalu menampakkan gadis yang ditunggunya. Ini sudah pukul setengah tujuh dan Aqsal masih menantikan gadisnya, Lea keluar dari kamar untuk berangkat ke sekolah.
Saat sampai disini tadi, ia berpapasan dengan teman satu kamar Lea, cewek itu mengatakan bahwa Lea masih di kamar mencari ponselnya yang lupa ia taruh dimana, dasar ceroboh! Pikir Aqsal. Pria itu menghembuskan nafas gusar. Ia bingung jika berangkat sekarang, sia-sia penantiannya dari tadi dan jika ia menunggu kekasihnya lebih lama lagi, ia khawatir jika mereka terlambat. Ditengah kegelisahannya, hal yang dari tadi diharapkannya terkabul juga.
Lea keluar kamar dengan tergesa-gesa, takut jika ia telat nantinya karena walau jarak dari asrama ke sekolah tak terlalu jauh tetap saja ia mengkhawatirkan jia ia terlambat. Saking terburu-burunya, ia sampai tak menyadari jika ada pria yang menunggunya sedari tadi untuk berangkat bersama dengan dia.
"Ditungguin malah ninggal!" Aqsal mengatakan hal itu dengan sedikit berteriak karena gadisnya itu meninggalkannya yang sekian lama menunggu hingga nyamuk-nyamuk mengerubunginya.
Lea terhenyak, langkahnya terhenti saat mendengar suara yang begitu familiar baginya, pacarnya! Ia menoleh ke belakang, menatap bingung pria yang kini tengah berlari ke arahnya.
"Pinter banget, ditungguin malah ninggal. Ngajak berantem hem?" Protes Aqsal kepada Lea.
"Kamu nungguin aku?" Tanya Lea dengan tampang polosnya.
"Enggak, aku nungguin nyamuk yang ada disana!" Jawab Aqsal dengan tampang kesalnya, mengapa gadis dihadapannya ini tidak peka? Rasanya Aqsal ingin mengutuk Lea saja! Mengutuk jadi gadis pintar. Namun tidak, Aqsal menyukai gadis ini apa adanya, dengan segala kepolosannya, kecerewetannya dan semua kecerobohannya. Bukankah cinta itu tak butuh banyak menuntut tapi saling melengkapi kekurangan pasangan kita? Ya! Aqsal pikir begitu.
"Oh, nunggu nyamuk? Yaudah sana tunggu aja, aku mau berangkat sekolah," balas Lea sambil terkikik.
"Hrrr, iya aku nungguin kamu sayang!" Aqsal menyeringai, ia tau jika ia sudah mengatakan sayang pasti jantung gadis di hadapannya ini tengah disko.
"Iih, yaudah ayo berangkat keburu telat," ujar Lea menutupi kegugupannya.
"Iya, ayo," jawab Aqsal sambil mengaitkan jemarinya ke jemari gadisnya itu lalu bergegas berangkat menuju sekolah.
**
Sepasang kekasih itu kini telah sampai di koridor sekolah mereka, dan untunglah bel akan dibunyikan masih lima belas menit lagi, itu artinya mereka selamat dari hukuman. Aqsal tak melepaskan genggaman tangannya pada gadisnya itu, seakan tak mau kehilangan hingga tak membiarkan gadisnya jauh sejengkalpun darinya. Lea yang diperlakukan seperti itu hanya menahan rasa gugupnya, memang dia sudah menjadi pacar Aqsal namun rasanya tetap berbeda, ada gelenyar-gelenyar aneh dihatinya terlebih tatapan para siswi disini yang seakan ingin menggantikan posisinya 'gini banget pacaran sama es batu?' Hatinya membatin, karena sedari tadi Aqsal hanya mendiamkannya meski genggamannya tak terlepas sedetikpun.
"Sal?" Panggil Lea yang hanya direspon deheman.
"Saaal!" Lea menyentakkan tangannya agar Aqsal berhenti berjalan.
"Apa, Sayang?" tanya Aqsal dengan nada suara yang melembut dan sukses membuat jantung Lea berdegup kencang.
"Ish, apasih!" kesal Lea yang sesungguhnya hanya ia gunakan untuk menutupi kegugupannya.
"Biasa aja, gausah gugup. Ada apa?" balas Aqsal sambil menyelipkan anak rambut Lea ke belakang telinga gadis itu, sontak para siswi yang berada di sana memekik kegirangan menyaksikan perilaku Aqsal sang manusia es yang hangat kepada gadis mungil bernama Lea itu.
"Gara-gara kamu sih."
"Kok aku? Aku nggak ngapa-ngapain kok."
"Mereka liatin aku gitu banget sih, risih akutuh," jelas Lea pada cowok dihadapannya yang bernotabene sebagai kekasihnya.
"Biarin aja, mereka iri sama kamu. Mereka tuh pengen ada di posisi kamu, jadi pacar cowok cakep kayak aku," terang Aqsal dengan kepedean yang sudah memuncak.
Lea memutar bola matanya malas. "Kumat deh pedenya."
"Haha gapapa lah, udah yuk aku anter ke kelas keburu masuk," ajak Aqsal, sementara Lea hanya menuruti saja ajakan kekasihnya itu.
Sesampainya di depan ruang kelas Lea, mereka berhenti karena Aqsal menyuruh gadis itu berhenti dahulu.
"Kenapa?" Tanya Lea.
"Pulang sekolah nanti bareng, jangan pulang duluan." Aqsal mengingatkan.
"Iya iya, bawel deh." Lea mengerucutkan bibirnya, Aqsal bawel seperti ini bagaimana bisa dikatakan manusia es? Apa mereka buta?
"Nggak usah gitu bibirnya, mau aku cium apa?" Sontak Lea menutup bibirnya dengan kedua tangannya, ia sayang kepada Aqsal tapi tak seperti ini juga sedangkan Aqsal hanya terkekeh melihat respon gadisnya itu. "aku bercanda. Udah, belajar yang bener ya sayang," ucap Aqsal sambil mengacak rambut kekasihnya lalu berlalu menuju kelas.
Lea masih terpaku di tempat melihat perlakuan Aqsal padanya. Hingga terkumpul kesadarannya, ia mendengar beberapa siswi yang tadi melihat kejadian di depan kelas itu tengah bergosip.
"Jadi itu pacarnya kak Aqsal?" Tanya cewek berambut sebahu yang diketahuinya teman sekelasnya karena kemarin ia melihat cewek itu satu kelas dengannya.
"Kayaknya sih iya, dia yang ngrebut kak Aqsal dari Kak Kinar?" timpal salah satu teman cewek tadi.
"Iya, dasar pepacor!" cibir cewek satunya lagi yang berambut ikal.
"Pepacor?" tanya kedua temannya serentak.
"Iya, perebut pacar orang haha," jawab cewek tadi yang diiringi gelak tawa lalu diikuti kedua temannya.
'Kak kinar? Siapa?' batin Lea.
^.^
Hayoloh, siapa tuh kak Kinar? Jangan-jangan...
Silahkan tebak-tebak di komentar ya, sekalian kritik dan sarannya
Jangan lupa tinggalkan jejak gais ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro