Asya Angelic
Happy reading^^
Hati-hati typo .-.
Pernah merasakan bahagia yang teramat sangat? Kalau iya, berarti kalian sama dengan Lea. Setelah hatinya dilanda mendung yang tak kunjung usai, kini bahagia tengah menghampirinya hingga senyum tak pernah sirna dari bibir mungilnya. Memang jatuh cinta itu dapat membolak-balikkan perasaan, dari yang gelisah, resah, sampai bahagia yang terus membuncah.
Lea tengah mematut dirinya di cermin, sekali lagi ia pastikan tampilannya tak ada yang salah, entah sudah kali ke berapa ia memandang pantulan dirinya di cermin yang jelas ia melakukan itu agar ia tak terlihat kusam, kucel dan seperti gembel, kan, tidak lucu kalau Aqsal yang bernotabene most wanted lalu digosipkan berangkat sekolah dengan gembel, itu akan menjatuhkan harga diri Lea.
Pagi ini, setelah kejadian di rooftop kemarin, hubungan keduanya kian membaik, Aqsal meminta Lea untuk berangkat bersamanya, tak ada alasan bagi Lea untuk menolak bukan? Hingga kini ia bangun lebih pagi, dandan lebih rapi agar penampilannya lebih baik dari pada seminggu belakangan ini yang penampilannya asal-asalan karena terlalu banyak masalah dan juga terror yang tidak berhenti. Mengenai terror, Lea masih berpikir siapa yang berkemungkinan besar menjadi pelakunya karena dia tidak ingin gegabah mencurigai seseorang seperti yang dikatakan Gea.
"Lo dari tadi ngeliatin bayangan elo di kaca nggak bosen? Gue aja bosen liat lo tiap lewat depan kaca, ngaca, lewat lagi, ngaca lagi, hidup lo kebanyakan ngaca, deh," omel Claretha yang bosan melihat Lea sudah lebih dari sepuluh kali berjalan di depan kaca yang ada di kamar mereka itu hingga tak memberi kesempatan Claretha untuk membenarkan tampilannya.
"Aduh, Cla, lo, kan, tahu gue mau berangkat bareng Aqsal, jadi gue nggak mau dong tampilan gue kayak gembel kolong jembatan." Lea menanggapi santai ucapan Claretha, lagi pula ia harus memastikan semuanya baik agar setidaknya ia tidak malu jika nanti ia naikkan tingkat kepedeannya satu level.
"Ck, tapi tampilan lo, tuh, udah bener, udah, deh, gantian gue juga mau benerin rambut gua ini." Claretha segera menyingkirkan Lea dari depan kaca.
"Iih Claretha nyebelin," kesal Lea sambil menarik rambut Claretha, tentunya tidak begitu kencang karena takut temannya itu kesakitan.
"Anjir lo narik-narik rambut gue, nanti rontok woy!" Claretha tidak habis pikir, bagaimana Aqsal yang kalem itu bisa punya pacar begajulan begini, pasti Lea saja yang berubah sok malu-malu kucing di depan Aqsal makanya Aqsal nggak tahu sisi Lea yang resenya setengah mati ini, pasti itu, pasti!
'Tok! Tok!'
Suara ketukan pintu menghentikan kegiatan Lea yang tengah bersungut-sungut kesal karena tindakan Claretha. Gadis berkuncir kuda itu segera lari mengambil tasnya di meja belajar lalu menuju pintu untuk segera berangkat dengan kekasihnya, ya, ia tahu jika yang di depan itu pasti Aqsal yang menjemputnya.
"Selamat pagi," sapa Aqsal begitu melihat gadisnya keluar dari kamar asrama.
"Pagi juga," balas Lea sambil cengar-cengir tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Berangkat sekarang?" Tanya Aqsal yang dijawab anggukan oleh Lea. Pria itu mengamit jari tangan kiri Lea dengan jadi tangan kanannya -- menggenggam tak ingin melepaskan gadis itu walau sekejap saja.
Senyum terus terlukis di bibir manis Lea, bahkan lengkungan itu masih bertahan saat ia sampai di kelas. Setelah diantarkan Aqsal sampai depan kelas, ia segera memasuki ruang kelasnya yang saat ini terlihat baru ada beberapa siswa yang datang. Lea segera menuju tempat duduknya. Sesampainya disana, ia menemukan terror -- lagi. Dengan berat hati ia mengambil botol yang diletakkan di tempat duduknya itu.
'Jadi ini pilihan lo? Oke, gue bakal rusuhin hubungan lo!'
#4-08-2016
Lea benar-benar terkejut, siapa yang mengirim ini? Kenapa sepagi ini terror sudah bisa masuk ke kelasnya? Ia perhatikan satu persatu teman-temannya yang berkemungkinan besar menjadi pelaku terror ini atau minimal menjadi bala bantuan si pelaku. Hanya ada Edo -- cowok berpenampilan sedikit nerd, tidak mungkin dia. Kemudian beralih ke bangku paling depan ada Zidan -- murid kebanggaan para guru dan aktif di beberapa organisasi, sepertinya bukan dia juga.
"Dih, ke sekolah bawa-bawa botol bekas, mau mulung, Mbak?" Kegiatan berpikir Lea terhenti sebab ada sebuah suara yang tanya dari seorang gadis berpenampilan modis, Lea tahu nama gadis ini --Asya Angelic, gadis yang mempunyai satu geng di sekolah ini dan yang ia ketahui dari Claretha, gadis itu merupakan salah satu anggota ekstra cheerleader jadi ia juga terkenal di sekolah ini. Sekarang haruskah ia mencurigai gadis ini? Jika dipikir ulang, untuk apa gadis ini berangkat sepagi ini? Padahal kemarin Lea lihat gadis itu berangkat lima belas menit sebelum bel.
"Apaan, sih, lo, kok, ikut campur?" Lea berusaha menyembunyikan isi dari botol itu.
"Cih, gue ngggak ikut campur, ya, gue cuma pengen tau isinya. Apaan tuh? Terror? Dih, emang banyak yang nggak suka sama lo jadi wajar aja, sih, lo dapet terror begituan." Asya segera berlalu keluar kelas meninggalkan Lea yang mematung di tempatnya. Akhirnya Lea memutusukan duduk di bangkunya sambil terus menerawang jauh ke depan.
Seorang guru perempuan memasuki ruang kelas Lea menyebabkan kegaduhan yang tercipta segera reda, namun tak juga menghentikan kegiatan melamun Lea.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa guru tersebut.
"Pagi, Bu," jawab seluruh murid kompak terlebih Hans yang melihat guru tersebut masuk dengan seorang gadis cantik, hingga ia tak menunggu lagi untuk menggoda gadis itu.
"Bu, itu siapa? Wah jangan-jangan calon istri saya, ya, Bu." Ucapan Hans berhasil membuat buku tulis Claretha melayang ke arahnya, "Aduh, apaan, sih, lo, Cla? Sakit tauk!" Keluh Hans.
"Heh, ya, kali Bu Wening bawa calon istri lo, dia itu pasti murid baru, lah." Claretha tak habis pikir dengan temannya itu, setiap lihat cewek cantik digodain, dulu Lea juga begitu, sekarang ada yang baru lagi, digodain lagi, dasar cowok kardus!
"Claretha, Hans, sudah kalian tidak usah bertengkar, biar Gea memperkenalkan diri." Mendengar nama Gea disebut, seketika lamunan Lea membuyar dan saat melihat ke depan, matanya hanpir saja loncat, itu sepupunya --- Gea Agustria, mengapa ia disini? Bukankah kemarin mereka berkomunikasi, lantas mengapa Gea tak memberi tahunya sama sekali?
"Engg, perkenalkan nama saya Gea Agustria, kalian bisa panggil saya Gea. Semoga kita bisa berteman dengan baik," ucap Gea memperkenalkan diri sambil memandang ke arah Lea yang menatapnya dengan tatapan kaget.
"Ada yang ditanyakan?" Tanya Bu Wening. Dan sepertinya tidak terlalu banyak pertanyaan kecuali dari mulut comel Hans yang terus saja menggoda Gea. "Ya sudah, Gea, silakan duduk di bangku yang kosong." Gea mengangguk sedangkan Hans yang di bangkunya tengah sibuk membujuk Claretha agar mau pindah tempat duduk supaya Gea duduk di sana dan Hans bisa terus menggoda Gea.
Sementara Angga yang duduk di samping Hans hanya geleng-geleng kepala melihat Claretha yang memukul bahu Hans dengan cukup kencang hingga membuat pria itu meringis, di mata Angga, Claretha itu punya daya tarik tersendiri.
"Heh, Ngga, lo bantuin gue, dong! Masa lo cuma liatin doang!" Sungut Hans kesal sebab temannya itu tak membantunya, justru hanya memandang ketersiksaannya sambil sesekali tertawa.
Angga mengendikan bahu,"Udahlah, Hans, biarin, tuh, anak baru duduk di tempat lain. Itu, kan, tempat Claretha sejak awal, lo nggak usah maksa gitu." Skak mat! Hans benar-benar ingin mengutuk temannya itu, bukan membelanya, Angga malah membela Claretha, ya, begitu, tuh kalau ngerelain sahabat demi gebetan padahal mah gebetannya nggak tau kalo lagi diperjuangin.
"Bodo amat, Ngga. Nggak guna minta tolong sama lo!" Hans sudah terlampau kesal, niatnya memodusi Gea harus gagal, tapi tak apa, di sini masih ada Lea yang akan dia modusi. Tentang Lea, gadis itu sedang sibuk dengan pikirannya, penyebab sepupunya sekaligus sahabatnya itu pindah ke Bandung, tanpa memberi tahunya lagi. Ia harus menanyakan hal itu pada Gea nantinya. Harus itu!
Setelah pelajaran Bu Wening, sekarang merupakan jam pelajaran Bu Anik dan tugas mereka adalah melanjutkan tugas kelompok yang diberikan kemarin. Maka kini Lea, Claretha, Hans dan Angga sudah kembali duduk berkelompok, tak ada celotehan dari Hans sebab ia sibuk memperhatikan Gea sambil sesekali menggoda gadis itu.
"Hans, lo fokus dong, kapan selesainya kalo lo kayak gitu terus?" Lea ambil tindakan sekarang, karena memang tugas mereka masih kurang beberapa dan Hans justru sibuk menggodai murid baru.
"Hehe maaf, ya, sayangku Lea, aku nggak bermaksud selingkuh, kok, hati aku masih buat kamu," balas Hans sambil mengerlingkan matanya membuat satu tangan Claretha menabok bahu Hans.
"Hans, lo, tuh, tau kalo Lea pacarnya Kak Aqsal, kenapa masih godain dia, sih?" Geram Claretha.
"Duh, Cla, nggak usah munafik, deh, gue tau lo dulu suka banget sama si Aqsal-Aqsal itu jadi nanti kalo Lea sama gue, lo bisa deketin, tuh, si Aqsal." Lea terperangah, jadi Claretha menyukai Aqsal? Mengapa temannya itu tak bercerita kepadanya? Sementara Claretha takut temannya itu salah paham maka ia langsung menjelaskan, "eh, Le, gue nggak suka kak Aqsal, kok, dulu gue cuma ngefans aja sama dia karena dia cakep cuma karena dia juga persahabatan gue hancur." Ucapan Claretha sukses membuat kerutan di kening Lea, melihat Lea tak paham, Hans segera mengambil alih untuk menjelaskan.
"Jadi begini Lea sayangku," 'plak!' satu tabokan keras mendarat di bahunya lagi, siapa pelakunya kalau buka Claretha, "duh, diem dong, Cla!" Hans tak terima ia digebuki seperti maling begini.
"Lagian kalo mau jelasin nggak usah pake godain segala!"
"Ck, iya iya, berisik lo!" Hans kembali beralih menatap Lea "jadi gini, Le, dulu itu Claretha punya geng sama itu, lo tau kan si Asya? Nah sama dia terus sama dua temennya lagi. Tapi karena Asya tahu kalo Claretha ngefans sama Aqsal, dia jadi nggak terima terus musuhin Claretha."
"Tapi lo jangan mikir gue suka ya sama Aqsal soalnya perasaan gue tuh cuma sekedar kagum aja, Le, nggak lebih," tambah Claretha. Lea hanya merenung mendengar itu, jadi temannya pernah suka dengan Aqsal, lalu juga pernah satu geng dengan si cewek rese yang tadi pagi menghujat Lea? Sekarang pikiran Lea bertambah pusing memikirkan ini.
Jam pelajaran telah usai dan Lea memutuskan untuk menghampiri Gea, sementara Claretha ke kantin untuk membeli makanan dan juga Lea menitipkan saja pada temannya itu, toh, Claretha tidak keberatan. Setelah kejadian tadi, Lea tidak marah kepada Claretha namun ia terus mengorek informasi tentang Asya yang katanya Claretha, gadis itu bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia mau, maka Claretha berpesan agar Lea berhati-hati terhadap gadis itu. Lea kini sudah sampai di bangku Gea karena beruntungnya, Gea tak pergi keluar kelas dan saat ini kelas sedang kosong, hanya ada mereka berdua dan juga Edo -- Si cowok nerd.
"Gea!"
**
Lanjut, ya ->
Aku tunggu krisarnya di kolom komentar ^^
Thanks :))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro