Apa lagi ini?
Happy reading! :)
Maapkan typo .-.
***
Senin mendung. Cukup menguntungkan untuk para murid agar upacara kali ini tidak harus merasakan terik matahari yang menyengat. Namun, siapa sangka bahwa ada satu hati yang sama mendungnya dengan cuaca kali ini. Hati yang baru saja kecewa, retak, dan harapan yang pupus.
Lea tampak menekuk wajahnya sejak upacara dimulai tadi. Bibir gadis itu sudah mulai pucat sekarang, padahal matahari sedang malu-malu untuk menampakkan dirinya, tetapi tak urung pucat di wajah Lea berkurang. Makin lama, tatapannya tambah sayu. Peluh mulai muncul dari sebelumnya hanya tetes-tetes kecil saja, kini sudah menjadi cukup banyak. Detik berikutnya, pusing mendera kepala gadis itu. Tak berselang lama, orang yang ada di sekitarnya dibuat tergopoh-gopoh karena tubuh gadis itu ambruk seketika.
Suasana hati yang buruk, membuat Lea malas untuk sekadar sarapan. Ditambah beberapa masalah yang membuatnya semakin pusing. Puncaknya, ya, ia tak mampu menahan beban tubuhnya lebih lama lagi.
Gea hanya dapat menunggu dengan gelisah di samping brankar yang dijadikan tempat untuk tidur sahabatnya. Lima menit yang lalu, upacara baru saja selesai. Ia memilih untuk menunggu temannya di sini. Dan, kira-kira sudah lima belas menit Lea pingsan. Gea hanya dapat berharap sahabatnya segera sadar.
"Nghh."
Suara lenguhan itu mengusir raut khawatir di wajah Gea. Senyum lega terukir di bibir tipis gadis itu. Lea telah sadar.
"Gea?" lirih Lea saat melihat cewek di sampingnya. Ia mengingat bahwa tadi dirinya pusing dan hal selanjutnya mungkin pingsan hingga sekarang ia berada di UKS.
"Iya ini gue. Udah, lo istirahat aja. Gue tungguin," timpal Gea sambil menahan Lea yang ingin bangun dari tidurnya.
"Bilang aja lo males pelajaran, Ge," cibir Lea yang disambut kekehan oleh Gea. Ya, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sambil nunggu Lea, dapat bonus bolos pelajaran pun nggak papa buat Gea. Lea sebenarnya masih ingin meneruskan obrolan, tetapi pusing yang mendera kepala membuatnya urung untuk melakukan itu. Ia memilih tidur.
***
Lea mengerjapkan matanya perlahan. Mencoba mengembalikan fokus dari matanya. Setelah terkumpul semua fokusnya, ia menengok ke sisi kanan brankar tempat Gea duduk tadi. Sayangnya, ia tidak mendapati siapa pun di sana. UKS tampak sepi. Mungkin Gea pergi ke kantin, pikirnya.
"Lo ngaku aja! Selama ini lo, kan, yang terror Lea pake surat kaleng?"
"Jangan asal nuduh, ya! Emang lo punya bukti?"
Suara adu mulut dari luar ruangan yang ditempatinya itu menarik perhatian Lea. Pasalnya, ia cukup mengenal dua suara tadi. Dengan sedikit tenaga yang sudah terkumpul dari tidurnya tadi, gadis itu trun dari brankar, lalu berjalan pelan menuju luar UKS.
Sesampainya di depan UKS, tebakannya terbukti. Di sisi kanan pintu masuk UKS ia melihat Claretha dan Ghea berdiri berhadapan. Sorot mata tajam dan deru napas naik turun tak lepas dari penglihatan Lea. "Ada apa?" lirihnya. Namun, suaranya masih dapat mengalihkan perhatian dua gadis yang tampak bersiteru itu.
"Le, gue mohon lo percaya sama gue," pinta Claretha. Gadis itu berjalan ke arahnya dengan tampang memelas.
"Apa yang perlu gue percaya dari sahabat tukang tikung kayak lo?" sinis Lea. Kejadian beberapa waktu lalu jelas tak mudah dilupakannya. Ketika Claretha berduaan dengan Aqsal di rooftop. Sahabat mana yang tidak sakit hati ketika kekasihnya dekat dengan sahabatnya sendiri? Jawabannya tidak ada!
"Kali ini gue mohon dengerin gue. Ini tentang terror yang lo alami." Claretha menggenggam tangan Lea. Wajahnya menunjukkan raut serius. Ia kembali melanjutkan ucapannya saat Lea tak memberi tanggapan menerima atau pun menolak, "semua ini ulah Gea. Dia yang kirim semua surat kaleng yang lo terima itu."
Hening. Tidak ada tanggapan. Gea mau pun Lea diam. Gea tidak berniat menyanggah. Dan Lea, yang dilakukannya benar-benar di luar dugaan Claretha.
'Plak!'
Satu tamparan cukup keras mengenai pipi kiri Claretha. "Setelah lo hancurin hubungan gue dan Aqsal, sekarang lo mau hancurin persahabatan gue sama Gea? Cih, di mana otak lo? Perlu lo ketahui, Gea nggak mungkin ngelakuin hal sebejat itu. Dia sahabat gue dari lama. Jangan asal nuduh!" cerca Lea. Dadanya bergemuruh. Tuduhan Claretha sebenarnya dari mana? Benar-benar tidak habis fikir dengan gadis yang pernah ia anggap sahabat itu. Bahkan Lea menyesal pernah menganggapnya sahabat.
Yang terjadi selanjutnya semakin membuat hati Lea kacau. Aqsal. Pria itu datang dengan sorot mata kecewa. Entah apa maksudnya, yang jelas cowok yang baru saja menjadi mantan kekasihnya itu merangkul Claretha yang masih menundukkan wajahnya. Mungkin Claretha masih merasakan sakitnya tamparan Lea. Bukan di pipi, tetapi di hati. Sebagai sahabat, saat semua penjelasannya tidak dihargai tentu saja sakitnya sampai ke hati.
"Hati-hati, jangan terlalu membenci. Orang yang sekarang lo cerca bisa jadi suatu saat bakal jadi orang yang lo cari. Dan orang yang lo bela, bisa jadi ke depannya akan jadi sumber kecewa bagi diri lo sendiri," ingat Aqsal. Nada bicaranya dingin. Setelah mengucapkan itu, ia lalu membawa Claretha pergi dari hadapan Lea.
Lea terpaku di tempatnya. Waktu seakan melambat. Semua ucapan Aqsal yang begitu dingin dan tatapan pria itu tidak lagi teduh. Semua ini bukan salah Lea, tetapi kenapa dia seolah menjadi tokoh paling jahat di sini?
"Le, mending lo istirahat lagi di UKS," saran Gea. Ia membantu Lea menuju tempat yang sebelumnya dipakai untuk sahabatnya istirahat.
Lea masih memikirkan semua yang baru terjadi. Sekilas ia menatap Gea yang dengan telaten membuatkannya teh setelah membantunya masuk UKS. Sekarang ia bingung, mana mungkin sahabatnya sejak kecil bisa menjadi salang dari semua terror yang diterimanya? Semua jelas sangat tidak mungkin.
"Ini tehnya. Gue ke kelas sebentar ya. Mau izinin lo ke guru yang ngajar," pamit Gea yang disambut anggukan oleh Lea.
Pelan-pelan Lea meminun teh yang dibuatkan sahabatnya tadi. Matanya menyapu seluruh ruangan yang dipakainya ini. Pandangannya jatuh pada sebuah buku di atas kursi yang tadi ditempati Gea. Ia tahu kalau membuka milik orang secara sembarangan bukan hal baik, tetapi rasa ingin tahu Lea benar-benar terusik. Alhasil buku tersebut diambilnya.
Buku dengan sampul pink. Sepertinya buku diary. Lea membuka lembaran-lembaran buku yang dipegangnya. Sampai ia berhenti di satu halaman dan itu membuatnya tertohok. Rasa kecewa menjalar ke seluruh rongga dadanya. "Gue nggak nyangka."
***
Haloo!!
Gimana part kali ini? Ngeselin? Feelnya kurang? Atau apa?
Silakan berkomentar ya😊
Oh iya, aku baru aja publish cerita baru kemarin. Itu buat ngikutin #grasindostoryinc. Judulnya DUA, bisa dicek di work aku.
Selamat membaca ya!😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro