Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16

"Ini gila sumpah," ujar Vivi "Kenapa gak aku aja gitu ya yang nikah sama Cio?"

"Gila kamu mau nikung adik sendiri, Vi," ujar Irene.

"Ya kali," ujar Vivi dengan memutar bola matanya "Lagian ogah aku jadi istrinya Cio."

"Lah tadi ngarep, sekarang ogah," ujar Irine.

"Tekanan lahir-batin aku, punya mertua kok sensi amat!" ujar Vivi sementara Veve yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Haha... bener juga, enaknya cuma megang banyak uang," ujar Irine.

"Bener tuh," ujar Vivi, "Karena semua kartu suaminya dia yang pegang, sementara aku kan enggak. Cuma dikasih jatah bulanan."

"Yang penting kan masih dinafkahi," ujar Veve sambil memutar bola matanya jengah mendengarkan obrolan keduanya.

"Sudahlah lupain itu deh, mending kita shopping aja," ujar Irine.

"Cuzz... kita ke Elnora Boutique dulu aja," ujar Vivi.

"Yang ini bagus deh, Ve," ujar Vivi, "Desainnya sederhana, cocok buat pergi jalan-jalan."

"Yang ini juga, Ve," ucap Irine.

"Yang ini, kamu coba juga, Ve."
"Yang ini modelnya sedikit beda dari yang sebelum-sebelumnya, Ve."
"Yang ini juga gak kalah bagusnya, Ve."
"Yang ini juga, Ve. Walau sederhana tapi elegant banget deh."
"Yang ini bagus, Ve, buat kerja."  
"Yang ini apalagi, Ve, cocok sudah ada blazzernya."  
"Yang ini juga boleh, Ve."
"Nah, yang ini juga deh."  
"Ah ... yang ini juga boleh, Ve. Ini kerenloh, bagian atasnya rajutan."  

"Kalian gila ya, aku sudah coba segini banyaknya yang kalian bilang bagus masa gak ada yang dibeli?" ujar Veve.

"Siapa bilang gak ada yang dibeli?" tanya Vivi.

"Lah itu, kalian pinggirkan semua kayak gitu," jawab Veve sambil menunjukkan tumpukkan baju di atas sofa yang memang tersedia di dalam boutique tersebut.

"Itu akan kita beli semua," ujar Irine.

"Astaga, kita akan menghabiskan berapa banyak untuk itu?" ujar Veve.

"Lagian suamimu juga kok yang nyuruh kita," ujar Irine.

"Ta-"

"Gak ada tapi-tapian, Veve sayang. Segera kasihkan kartu kreditnya, Ve," ujar Vivi.

"Ini," ujar Veve sambil memberikan kartu kreditnya ke penjaga kasirnya.

"Bukan yang itu, Veve," ujar Vivi sambil menyambar kartu kredit yang berada di tangan sang kasier.

"Jangan aneh-aneh, Kak Vivi!" peringat Veve tapi diabaikan oleh Vivi.

"Sana berikan kartu kredit suami kamu," ujar Vivi.

"Ta-"

"Nona mohon dipercepat ya, masih banyak yang antri dibelakangnya. Kalau memang gak mampu beli, silahkan pintu keluar ada di sebelah kanan," ujar sang petugas kasier yang jengkel menunggu Veve yang terlihat ragu saat memberikan kartu kredit milik Cio sehingga menarik tangannya kembali saat kartu kredit milik Cio sudah hampir diambil sang petugas kasier.

"Lo kalau bicara gak bisa dijaga ya!" bentak Irine yang membuat mereka jadi pusat perhatian.

"Saya hanya berbicara realita, Nona. Nona bertiga ini cuma sosok-sosokan mau beli dress segini banyaknya padahal beli satu aja gak mampu, mohon sadar dong Nona di sini itu dressnya setiap model hanya didesain untuk satu buah jadi harga pasti mahal," sinis sang petugas kasier.

Brak
(Vivi memukul meja)

"Mana bos lo?" tanya Vivi.

"Temen gue tanya tuh, dijawab dong. Belum bisu, 'kan?" ejek Irine.

"Gak berani ngadepin kita ke bos lo hah?" sentak Vivi.

Sementara pertengkaran terus berlanjut Veve memilih keluar dan menelepon Cio.

"Hallo, Kak Cio, datang ke sini dong cepetan! Aku takut," ujar Veve.
"Kamu ada di toko apa?"
"Elnora Boutique," jawab Veve.
"Aku segera ke sana, jangan tutup teleponnya," ujar Cio.

Tanpa mematikan telepon Veve kembali masuk.

"Kak Vivi, sudah dong. Nanti kandungan Kak Vivi kenapa-napa," ujar Veve.

"Gak bisalah, ini tuh namanya pencemaran nama baik!" ujar Vivi.

"Bener tuh, kita bahkan mampu beli baju-baju di sini sama toko-tokonya pun bisa!" ujar Irine.

"Irine, berhenti dong. Kasian bayi yang ada di kandungannya Kak Vivi," ujar Veve.

"Aduh, ada orang-orang gak tau malu buat keributan," ujar seseorang tiba-tiba.

"Lo lagi! Lo lagi! Apes mulu ketemu lo terus," ujar Vivi.

"Aduh, kok orang miskin bisa-bisanya masuk di toko high class kayak gini ya. Banyak kumannya deh," ujar Claudia.

"Diem aja deh lo, lo itu gak seberkelimangan itu untuk mengatakan kita miskin!" ejek Irine, "Dasar Pelakor!"

"Maaf, Nona. Tapi Ibu Claudia ini adalah pelanggan VIP kami jadi nona tidak bisa mengejeknya sembarangan. Satpam, tolong bawa paksa mereka keluar, mereka menganggu transaksi jual beli di butik ini," ujar sang petugas kasier.

"Apaan sih ini, gak usah pegang-pegang deh! Gue bisa keluar sendiri," ujar Vivi.

"Menjijikkan, berani sekali lo nyetuh gue!" ujar Irine.

"Pak, tolong, jangan seret Kakak saya seperti itu, dia lagi hamil," ujar Veve yang belum digeret --karena hanya ada dua satpam-- sambil berusaha melepaskan Vivi yang digeret paksa.

"Sh*t! Bokong gue tepos," ujar Irine yang sudah dilempar keluar toko.

"Kak Vivi!" teriak Veve saat melihat Vivi yang juga dihempaskan dengan kasar keluar toko yang untungnya ditangkap seseorang.

"Thanks," ucap Vivi lalu segera berdiri dan merapikan pakaiannya.

"Lo juga, merepotkan!" ujar satpam yang tadi menghempaskan Irine kini mendorong Veve keluar.

"Kalian beraninya memperlakukan keluarga saya seperti itu! Istri saya kalian dorong seperti itu!" ujar seseorang dengan nada murka.

"Asal kalian tau saya bahkan lebih dari sekedar mampu kalau hanya untuk membeli toko kalian!" ucap Cio.

"Pak-pak Raz," ujar sang satpam penjaga toko itu dengan gemetar.

"Gesek kartu saya untuk membayar belajaan mereka bertiga," ujar Cio sambil melemparkan kartu kreditnya lalu menolong Veve bangkit.

"Ba-ba-baik, Pak," ujar sang satpam yang menangkap kartu tersebut dengan gemeteran.

"Berhenti!" ucap Vivi lalu menghampiri satpam tersebut kemudian menarik kartu kredit Cio, "Gak perlu, kita bertiga sudah gak minat."

"Nih, Cio!" ujar Vivi sambil melemparkan kartu kredit itu kepada pemiliknya.

"Yuklah," ujar Irine yang sudah bangkit juga.

"Gak nyesel gak jadi beli baju-baju itu?" tanya Cio saat mereka jalan menuju toko lain.

"Ngapin nyesel? Biarin mereka tau rasanya dipermalukan," ujar Vivi dengan entengnya.

"Setuju, kita beli di sini aja," ujar Irine sambil memasuki boutique lain yang diikuti Vivi barulah Veve dan Cio.

"Ya sudah, kalian belanjalah. Aku akan duduk di sofa sana," ujar Cio.

"Sip deh, kamu bayarin kan ya?" usil Vivi.

"Iya, asalkan jangan buat keributan lagi," ujar Cio sambil mengurut pelipisnya.

"Sip deh!" ujar Irine dan Vivi bersamaan.

"Yuklah, Ve," ucap Irine.

"Mimpi apa aku semalam?" gerutu Cio.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro