13
"Hehe... habisnya penasaran, Papa bilang penting banget," ujar Cio.
"Jadi begini, Papa ingin menyerahkan perusahaan keluarga ke Veve," ujar Bryan.
"Tapi, Pa-" protes Veve.
"Kamu harapan Papa satu-satunya, Ve," sela Bryan.
"Gimana ya, Pa. Sebenernya bukan Veve gak mau, tapi beri waktu untuk Veve," ucap Veve.
"Beri waktu untuk apa, Princess? Untuk belajar, 'kan selama ini kamu sudah kerja di perusahaan keluarga jadi pasti kamu sudah tau seluk-beluk perusahaan. Takut gak bisa? Gunanya kamu menikah dengan Cio apa dong?" ujar Bryan.
"Bukan gitu, Pa. Baru aja berencana mau keluar dari perusahaan dan belajar masak," ujar Veve.
"Belajar masak? Untuk apa, Princess? Cio gak mampu bayar koki? Kalau memang Cio gak mampu biar Papa yang bayari, sepuluh sekalian kalau perlu. Papa gak rela, princess Papa dinikahi untuk dijadikan pembantu," ujar Bryan.
"Aku masih bisa bayar koki kok, Pa," ucap Cio.
"Bukan gitu, Pa. Veve cuma penasaran aja," ucap Veve.
"Ve, kamu gak perlu ngelakuin itu, kamu pasti sakit hati ya sama omongannya Mami," ujar Cio.
"Ih... apaan sih, Cio. Sok tau banget, aku itu emang penasaran," ujar Veve.
"Yakin, Ve? Bukan karena Kiara?" tanya Rea.
"Enggak kok, Ma. Veve memang ingin bisa," ujar Veve.
"Kalau gitu nanti kamu datang aja setiap hari ke rumah, biar mama ajarin kamu," ujar Rea bersemangat.
"Mama mau ngajarin Veve?"
"Iya, sekalian biar mama punya teman," jawab Rea.
"Oke," ucap Veve.
"Memangnya suamimu mengizinkan, Ve?" goda Bryan.
"Kamu mengizinkan aku belajar memasakkan, Cio?" tanya Veve.
"Apasih yang gak buat kamu, Queen," jawab Cio.
"Aduh... pengantin baru mah masih anget-angetnya nih, ada panggilan sayangnya juga," goda Rea.
"Apaan sih Mama ini," ujar Veve yang bersemu merah.
"Ah... ternyata seperti ini malunya Veve," ujar Cio yang membuat Veve tambah malu dan langsung menenggelamkan wajahnya di dada bidang Cio.
"Manja-manjaannya ditunda dulu, Ve. Ayo kita makan malam," ujar Bryan.
"Gak ada yang manja-manjaan, Veve lagi malu!" protes Veve.
"Iya deh yang lagi malu," goda Bryan lalu beranjak menuju meja makan disusul Rea.
"Papa!" teriak Veve tidak terima.
"Perempuan mana boleh teriak-teriak seperti itu, Queen. Ayo kita segera susul mereka, tidak sopan kalau mereka harus menunggu kita," ujar Cio.
***
"Ve, kok Vivi gak masuk?" tanya Caroline.
Saat ini mereka bertiga --Caroline, Veve, dan Desti-- sedang istirahat siang di kantin perusahaan.
"Ah, tadi pagi suaminya telepon kalau Vivi sakit. Nanti sepulang kerja aku akan ke rumah Vivi, kalian mau ikut?"
"Ah... kami gak enak datang ke rumah Vivi sebelum izin dengan orangnya," ujar Caroline.
"Kenapa harus gak enak? Toh kalian juga teman Vivi," ujar Veve.
"Kami juga gak kenal dengan suaminya, Ve," ujar Desti.
"Suaminya Vivi baik kok," ujar Veve.
"Itu mah sama kamu, kamu kan sahabatnya Vivi mana berani dia jahat sama kamu. Kalau dia berani jahat sama kamu 'kan paling-paling Vivi langsung marah sama dia," ujar Caroline.
"Haha... bisa aja kamu, Car!" ujar Veve, "Makanya kalian hari ini ikut aja ke rumah Vivi, biar tau suaminya Vivi."
"Kamu mah enak ngomongnya, Ve," ujar Desti.
"Aku memaksa, pokoknya kalian harus ikut, titik!" ujar Veve.
"Iya deh, kita ikut," ujar Caroline menyerah.
"Oh ya, Des. Kamu belum hamil juga?" tanya Veve.
"Belum, aku dan suamiku sepakat menunda dulu. Kami takutnya belum cukup siap untuk materi," ujar Desti.
"Maaf, aku pasti sudah menanyakan hal yang salah," ujar Veve.
"Gak salah kok, Ve. Lagian tujuan seseorang menikah itu bukan anak, tapi bersatu karena saling mencintai," ujar Desti.
"Masuk akal," ujar Caroline.
"Aku akan resign minggu depan," ujar Veve tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Desti.
"Aku jadi buka cafe-nya," jawab Veve.
"Dimana?" tanya Carolibe bersemangat.
"Sesuai yang kalian inginkan, di seberang kantor," jawab Veve.
"Kapan bukanya, Ve?" tanya Desti.
"Sebulan lagi, masih harus direnovasi dulu tempatnya," jawab Veve.
"Jangan lupa gratisannya, Ve. Aku tunggu loh!" ujar Caroline.
"Sip!" ujar Veve.
"Dasar pencari gratisan!" ejek Desti.
"Biarin, kan aku masih anak kost. Kayak kamu dulunya enggak aja, beruhubung sudah nikah aja makannya berhenti," cibir Caroline.
"Kan saat sudah nikah, sudah ada yang membiayai. Makanya kamu nikah juga sana, Car!" ujar Desti.
"Sudah, sudah, ayo kita kembali," ujar Veve setelah mereka bertiga menyelesaikan makan siang.
***
"Ve, kita ngapain ke parkiran para petinggi sih?" tanya Desti.
"Iya, ntar kita dituduh yang enggak-enggak," ujar Caroline.
"Aku hari ini gak bawa mobil, jadi aku minta dijemput. Biar gak ketahuan sama karyawan lain, aku minta dijemputnya di sini," ujar Veve.
"Ya ampun, Ve. Emang yang jemput kamu boleh masuk ke sini?" tanya Desti.
"Eh... ada Bu Claudia, kita harus ngumpet nih!" ujar Caroline.
"Mau ngumpet dimana?" tanya Veve.
"Di kolong mobil aja," jawab Desti dengan cepat.
"Ya udah, ayo," ujar Veve.
Mereka bertiga pun segera masuk ke bawah 3 kolong mobil yang berbeda. Bersembunyi hingga mobil Claudia sudah tidak terlihat. Baru saja mereka keluar dari persembunyian seseorang sudah menangkap basah mereka.
"Ngapain kalian bertiga bersembunyi di kolong mobil?" tanya seseorang dengan nada tegasnya dari balik punggung mereka yang membuat mereka tegang.
"Pak-pak-Raz," ujar Caroline.
"Ah... dasar Kak Cio!" ujar Veve sambil berbalik lalu menimpukkan tasnya ke arah Cio.
"Ve, i-i-itu Pak Raz yang kamu timpuk. Nanti kamu akan terkena masalah," ujar Desti.
"Kalian benar, saya akan meminta pertanggung jawaban teman kalian ini yang telah berani menimpuk saya," ujar Cio yang membuat Desti dan Caroline takut.
"Sekarang bukan waktunya bermain drama, please.... Aku mau ke rumah Vivi, bukan melihat bakat akting kacanganmu itu, Kak Cio," ujar Veve.
"Ve, nanti bisa-bisa kamu dipecat sama Pak Bryan karena mencari masalah dengan investor terpenting perusahaan ini," ujar Desti.
"Hmmm... begitu ya, berikan aku kunci mobilnya dan lanjutkan drama kacangan ini tanpa aku. Karena aku ingin segera sampai ke rumah Vivi," ujar Veve sambil menengahdakan tangannya.
"Baiklah, aku kalah. Ayo, segera berangkat," ujar Cio lalu merangkul pundak Veve.
"Kalian tunggu apa lagi?" tanya Veve saat melihat Desti dan Caroline belum beranjak dari tempat mereka berdiri.
"Kalian kenapa diam aja sih?" tanya Veve.
"Ve, kamu jadi selingkuhannya Pak Raz?" tanya Caroline.
"Hah? Aku jadi selingkuhannya dia?" ujar Veve sambil menunjuk Cio, "Ogah banget deh, mendingan juga aku sama Pak Tio."
"Siapa Tio?" tanya Cio dengan penekanan di setiap katanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro