Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VML9: Hanya

SEDARI tadi yang dilakukannya hanya menelusuri setiap rak buku di perpustakaan. Di setiap rak buku Velin mencari, tetapi masih belum bisa menemukan buku yang dia cari. Velin menghela napas, entah sudah berapa kali, dia melakukan itu.

Ini salahnya andai saja tadi pagi dia tidak telat datang ke sekolah pasti dirinya tidak terjebak dalam himpitan rak buku rumus-rumus Fisika.

Velin benci Fisika.

"Lo lagi nyari apa?" Velin tersentak kaget mendengar itu, sontak kepalanya menoleh dan langsung terbelalak.

"Ngapain kamu di sini?" Bukannya menjawab Velin malah balik bertanya.

Orang itu--yang berdiri di samping Velin, menaikan sebelah alisnya. Melihat ke kanan dan kiri dengan wajah polos, membuat dahi Velin mengerut. "Ini perpustakaan kan?" tanyanya, Velin semakin mengerutkan keningnya. "Jadi siapa aja boleh dong ke sini," lanjutnya.

Ingin sekali Velin membenturkan kepala cowok itu. Velin juga tahu kalau ini perpustakaan, siapapun boleh masuk ke sini, kecuali murid sekolah lain. Tunggu! Jangan bilang cowok yang berdiri di sampingnya ini sekolah di sini.

"Udah selesai ngelamunnya?" Pertanyaan itu seketika membuat lamunan Velin buyar, Velin mendengus kesal dan melengos, kembali fokus memilih mencari kamus rumus Fisika yang menjadi tujuannya kemari.

"Dih gue di kacangin." Seru Alfar dengan wajah ditekuk. Lagi, Velin mengabaikannya.

Velin terus mencari sampai ia kembali lagi ke rak yang pertama, "Hahh..." Velin mendesah dramastis, "Akhirnya." Velin berhasil menemukan buku yang sedari tadi dia cari, Velin agak bingung, kenapa tadi dia tidak menemukannya? Ya sudahlah yang penting sekarang dia berhasil menemukannya.

Velin mengambil buku tersebut, mendekapnya. Kemudian, berbalik, ingin keluar dari perpustakaan lalu menuju kantin. Waktu istirahatnya terpotong hanya karena ia mencari buku terkutuk ini. Hari ini Velin benar-benar sial.

Belum sempat Velin meninggalkan perpustakaan, pergelangan tangannya di tahan. Velin menatap Alfar dengan sinis. "Lepasin!" Seru Velin penuh penekanan.

Velin kira cowok itu sudah meninggalkannya sendiri tadi, ternyata tidak!

"Lo mau ke kantin? Bareng gue." Itu bukan penawaran tapi pemaksaan.

Alfar langsung menarik tangan Velin meninggalkan perpustakaan. Velin belum bilang mau tadi. Velin berusaha melepaskan tangannya, semakin Velin ingin melepaskan tangannya, cekalan Alfar semakin kuat.

Velin tetap berusaha melepaskan tangannya tapi tetap tidak bisa, akhirnya ia menyerah. Dan membiarkan tangan kirinya, ditarik oleh Alfar.

Setibanya mereka di kantin. Mereka berpapasan dengan Devin dan teman-temannya yang baru keluar dari kantin. Devin menatap Alfar dan Velin bergantian, alisnya naik sebelah.

Dan tatapannya jatuh pada tangan Velin yang dipegang erat oleh Alfar. Seolah-olah Alfar takut Velin lepas darinya.

Velin yang melihat Devin menatap intens tangannya yang berada di genggaman Alfar, meringis. Velin takut Devin marah kepadanya. Velin terus berusaha melepaskan genggaman tangannya dari Alfar.

"Lepas Al," ucap Velin sembari menarik tangannya dari Alfar, tetapi tidak bisa, genggamannya terlalu kuat. Sekilas, Alfar melirik Velin. Lalu kembali menatap Devin dengan datar.

Mereka berdua saling menatap dengan wajah datar.

"Kayaknya bakalan ada perang kedua, nih," gumam Farel, teman Devin. Gumaman itu terdengar jelas di telinga Velin.

Mata bulatnya menatap Devin dengan takut-takut. "Dev," panggil Velin ragu.

Tatapan Devin beralih ke arah Velin, sekilas. Hanya sekilas, lalu melengos pergi diikuti ketiga temannya dari belakang, meninggalkan Velin dengan Alfar.

Velin menengok ke belakang, melihat punggung Devin yang semakin menjauh. Hatinya seperti tercubit melihat Devin yang tidak peduli terhadapnya. Bahkan Devin tidak membantunya untuk terlepas dari Alfar. Hanya tatapan datar yang Velin dapatkan. Hanya itu.

"Gue kira Devin bakal marah ngeliat lo sama gue," Velin beralih menatap Alfar. "Ternyata nggak, malah keliatannya dia nggak peduli," lanjutnya.

Yang diucapkan Alfar benar. Devin tidak peduli lagi padanya. Ingin sekali Velin menangis, tetapi untuk apa?

"Ayo!" Alfar menarik tangan Velin. Tetapi Velin tidak bergerak, terdiam di tempat. Membuat Alfar kembali menatapnya, mengernyit.

"Aku mau balik ke kelas aja," ucap Velin tiba-tiba, kepalanya menunduk.

Kerutan di dahi Alfar semakin banyak, ia bingung dengan sikap Velin, sebelum sebuah kesadaran terlintas di pikirannya, dan bertanya. "Karena, Devin?"

"Bukan," jawab Velin lantang seolah memang bukan karena hal itu, "aku lagi nggak lapar, jadi lepasin tangan aku... aku mohon."

Melihat sorot kesedihan di mata Velin. Terpaksa, Alfar melepaskan genggaman tangannya. Sejenak Velin menatapnya, dan berlalu pergi meninggalkannya.

Melihat punggung Velin yang menjauh. Alfar berpikir, Kenapa lo selalu beruntung, Dev?

●●●●

Langkahnya berderap, tidak peduli pada orang yang berlalu lalang di sampingnya. Tatapannya datar, penuh kemarahan. Tetapi marah untuk apa?

Tarikkan di tangannya membuat langkahnya terhenti, Devin menatap tajam temannya, "Apaan sih lo!" Devin menyentakkan tangan Farel yang tadi menariknya.

"Lo kenapa sih, Dev?" tanya Farel, "Seharusnya lo tadi bantuin Velin buat lepas dari Alfar," lanjutnya mengingatkan.

"Buat apa?" Devin balik bertanya. "Gue nggak peduli." kata-katanya penuh penegasan.

"Lo yakin?" Eza angkat bicara, menaikkan sebelah alisnya. "Tapi kenapa lo langsung ninggalin kantin? Udah tampang lo kaya tripleks, datar banget," tambahnya nadanya terdengar mengejek.

"Itu karena gue nggak mau telat masuk kelas, bel istirahat sebentar lagi selesai," jawab Devin agak ragu, benarkan karena itu? Kok Devin jadi ragu dengan jawabannya sendiri.

"Sejak kapan lo takut telat, Dev?" Rafael yang sedari tadi diam ikut mengentrogasinya.

Devin terdiam, berpikir sejenak. Kenapa sekarang ia terlihat seperti orang bodoh. Biasanya selalu Devin yang mengejek teman-temannya tapi kenapa sekarang sebaliknya.

"Ya, sejak..." Devin ingin mengelak tetapi Eza memotongnya.

"Bukan, karena lo cemburu sama Velin?" Eza menaik-turunkan alisnya, menggoda.

Devin menatap Eza tak percaya. "Lo gila! Ya enggaklah," seru Devin dengan wajah terkejut seolah memang pertanyaan yang diberikan Eza tidak masuk akal.

"Udah ah, gue mau ke kelas," ucap Devin seraya berjalan meninggalkan teman-temannya.

Melihat tingkah Devin, mereka bertiga saling pandang. Dan mengedikkan bahunya bersamaan lalu menyusul langkah Devin.

"Lo serius Dev, ngebiarin Alfar ngedeketin Velin?" tanya Eza setibanya mereka berdua di kelas. Devin duduk di bangkunya dan diikuti oleh Eza--Farel dan Rafael berbeda kelas, mereka berdua tidak bisa melanjutkan introgasinya pada Devin. Maka dari itu Eza yang melanjutkannya.

Devin menatap Eza dengan malas, seolah Devin memang tidak mau membahas hal itu lagi. "Gue bilang 'gue nggak peduli' jadi nggak usah dibahas lagi," ucap Devin sembari menelungkupkan kepala di lipatan tangannya.

Eza menghela napas, memang susah menasehati orang yang kepalanya keras seperti batu.

Suasana di antara mereka hening sesaat, sebelum suara pesan ponsel Devin memecahkan keheningan di antara mereka.

Devin merogoh saku celananya, membuka sebuah pesan. Mata Devin melotot membaca pesan itu, emosinya naik ke permukaan. Nafas Devin tidak beraturan menahan emosi, membuat Eza mengernyit lalu melongok, melihat pesan apa yang sampai membuat Devin semarah itu.

+6285682****

Gue nggak akan kalah lagi, Dev. -Dari saudara tiri terbaik lo, Alfar.

Mata Eza ikut melotot. Lalu melihat Devin yang bangkit berdiri, Eza ikut berdiri menahan bahu Devin, "Tenang Dev, dia cuman mancing emosi lo."

"Kok dia bisa dapet nomor lo sih?" Eza bertanya-tanya tapi tidak dipedulikan oleh Devin.

Devin menyingkirkan tangan Eza dari bahunya, kemudian melangkah keluar kelas. Devin tidak peduli dengan ucapan Eza, emosinya sudah naik. Salah satu cara menghilangkannya adalah dengan memberi Alfar pelajaran.

To Be Continue

(24 maret 2017)

A/N: sesuai janji aku, aku bakal update 2 kali seminggu. dan sekarang aku udah update lagi. gimana ceritanya biasa aja ya. aku tau kok. Aku masih pemula, masih perlu belajar. jadi kalau ceritanya jelek wajarin aja lah ya.

THANK YOU
Aping🐰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro