VML6: Fakta Tentang Devin
BUNYI bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Tetapi Velin belum juga beranjak pergi dari kelas, dia sedang mencatat materi yang berada di papan tulis untuk dikumpulkan besok.
"Eh, bener, nggak sih! Kak Devin baru putus sama Marsha?"
"Iya, dan lo tau nggak! Baru putus sama Marsha kemarin. Kak Devin udah nargetin cewek baru lagi."
Percakapan itu serta-merta membuat Velin mengalihkan pandangannya ke asal suara. Terlihat dua perempuan-teman kelasnya sedang asik menggosip, entah apa yang mereka bicarakan. Tetapi yang pasti, Velin mendengar nama sahabatnya disebut.
Velin tidak salah dengar kan?!
Karena keinginan tahuannya yang sangat besar. Lantas membuat Velin bangun dari duduknya lalu menghampiri kedua perempuan itu. Yang duduk di barisan ketiga dari depan.
"Hai," sapa Velin.
Mereka terlihat kaget. Tetapi langsung merubah raut wajahnya.
"Hai Vel, kenapa ya?" tanya perempuan dengan kacamata bertengger di hidungnya. Yang Velin tahu nama perempuan itu Nadia.
"Lagi, ngomongin apa sih? Serius banget?" tanya Velin mencoba basa-basi. Sebenarnya Velin tidak terlalu menyukai hal-hal seperti ini. Mencoba mendekati seseorang hanya untuk mendapatkan informasi.
"Ohh, kirain apa, ini lho kita lagi ngomongin kakak kelas yang populer di sekolah kita, Kak Devin. Masa lo nggak tau!" jawab perempuan dengan rambut yang digerai, jepitan tersampir dihelaian rambutnya. Yang Velin ingat, namanya ... Elena.
Nadia menyenggol bahu Elena. "Velin mana tau sih! Kan dia anak baru," ucap Nadia mengingatkan.
Elena menepuk jidatnya lalu terkekeh pelan. "Oh iya, ya. Hehe, Sorry gue lupa."
Menanggapinya, Velin hanya tersenyum kaku. "Iya nggak apa-apa kok."
"Tapi Vel, kalo emang lo kepo sama Kak Devin, lo tanya aja sama Keisha. Dia tau semua tentang Kak Devin kok, bisa di bilang dia itu stalker-nya Devin." Nadia menyarankan yang diangguki oleh Elena.
Mendengar kata stalker Velin bergidik ngeri. Bagaimana bisa teman sebangku dan juga teman barunya adalah stalker sahabat kecilnya. "Ohh gitu ya, makasih ya infonya."
"Iya sama-sama," balas mereka bersamaan. Kemudian mereka kembali membicarakan hal-hal tentang Devin. Bergosip ria. Apa untungnya membicarakan orang lain seperti itu? Velin tidak mengerti.
Setelah mendapatkan informasi itu, Velin bergegas ke kantin. Yang membuat Velin bingung sekaligus sangat ingin tahu tentang Devin adalah bukan kepopuleran Devin tapi karena ucapan Elena. 'Devin baru putus sama Marsha' dan 'target'
Apa-apaan itu!
Sesampainya di kantin pandangan Velin mengedar ke seluruh sudut. Mencari keberadaan wanita berambut panjang hitam itu. Lalu matanya berhenti ketika melihat Keisha yang sedang duduk di meja kantin dekat pintu masuk. Dan sepiring somay tergeletak di mejanya.
Dengan cepat Velin melangkah mendekati meja Keisha. Dan tanpa sadar Velin menggebrak meja membuat Keisha terlonjak kaget.
"Apaan sih, Vel! Lo ngagetin gue tau nggak!"
"Maaf refleks." Velin menjawab sambil menyengir.
Semua pasang mata yang berada di kantin, menatap ke arah meja mereka berdua dengan alis tertaut. Velin tidak memusingkan hal itu. Dengan gerakan cepat, Velin duduk di hadapan keisha, matanya menyipit memandang Keisha.
Mata Keisha juga ikut menyipit. "Kenapa lo? Ngeliatin gue kayak-"
"Aku mau nanya soal Devin." Velin langsung memotong ucapan Keisha yang belum sempat selesai.
Mata Keisha yang sempat menyipit seketika membuka lebar sampai membuat Velin meringis karena takut keluar tiba-tiba. "Apa?! Dari mana lo tau?!" Menyadari kalau orang-orang kembali memusatkan perhatian ke mejanya, Keisha mengecilkan suara. " Jadi lo dateng tiba-tiba gini, cuma mau nanya tentang Devin?"
Hanya mengangguk sebagai respon. Velin bingung harus menjawab apa pertanyaan Keisha itu. Tidak mungkin Velin memberitahu Keisha kalau dirinya sudah mengenal Devin. Bahkan sejak kecil.
Tidak! Velin tidak boleh memberitahukan hal ini pada siapapun. Dia tidak mau kalau semua orang tahu kalau dirinya adalah sahabat kecil Devin.
"Oke, gue bakal ngasih tau semua tentang Devin ke lo. Tapi sebelum itu gue habisin somay gue dulu ya," ucap Keisha seraya menyuapkan somay itu ke mulutnya.
Velin mengangguk, sambil diam menunggu Keisha. Hanya butuh waktu lima menit untuk Keisha menghabiskan somay-nya.
Keisha menghela napas. Sebelum menceritakan semuanya. "Devin cowok paling populer di sekolah SMA Nusa Garaksa. Ketua tim basket. Karena mukanya ganteng banyak perempuan yang kagum sama dia."
Mengangguk-anggukan kepala seakan mengerti, Velin terus diam menunggu kelanjutan ucapan Keisha. Keisha menyedot minumannya terlebih dahulu sebelum melanjutkan.
"Dan satu lagi," Keisha terdiam sebentar. "Dia itu ... playboy."
Keisha mengucapkan kata-kata terakhir itu dengan santai dan kembali menyedot minumannya. Dia sama sekali tidak tahu kalau ucapan terakhirnya berhasil membuat tubuh Velin terasa kaku. Sejak kapan Devin jadi cowok yang seperti itu? Kenapa Devin jadi begitu?
"Sejak kapan?" tanya Velin pelan nyaris tak terdengar.
"Lo ngomong apa sih?! Kecil amat suara lo." Keisha mengerutkan kening tak mendengar suara pelan Velin.
Memejamkan mata, Velin berusaha menyingkirkan rasa sesak yang tiba-tiba datang menghampirinya. "Maksud aku, kenapa Devin bisa jadi cowok kayak gitu?"
Keisha mengernyit, bingung. "Ucapan lo itu, seakan lo udah lama kenal sama Devin."
Lebih memilih diam, Velin tak menjawab.
"Hmmm," Keisha bergumam tampak berpikir. "Katanya, Devin berubah pas dia kelas delapan SMP. Saat sahabat kecilnya ninggalin dia.
Perkataan itu seperti petir yang menyambar Velin dengan cepatnya. Velin bergeming, tak percaya jika Devin berubah karena dirinya yang meninggalkannya. Apakah keputusannya saat memilih pergi itu salah? Apa dia salah karena meninggalkan Devin?
Bibir Velin terkatup rapat-rapat. Lidahnya terasa kelu untuk bertanya soal lain.
Keisha menautkan kedua alisnya bingung dengan respon Velin. "Vel," Keisha melambaikan tangannya di depan wajah Velin. "Velin!"
Velin diam masih larut dalam pikirannya. Keisha menggoyangkan bahu Velin. "Velina!"
Mata Velin mengerjap beberapa kali, tersadar dari lamunan. "I-iya."
"Lo kenapa? Sikap lo aneh tau dari tadi." Alis Keisha mengerut bingung dengan Velin yang banyak melamun.
Velin menggeleng, "eng-nggak kok, nggak apa-apa," elak Velin.
Menyipit memandang Velin, Keisha akhirnya hanya mengedikan bahu tak acuh dengan sikap Velin. Lalu kembali menyedot minumannya.
Mata Velin melihat sekeliling kantin. Pandangan Velin berhenti pada seseorang yang baru memasuki kantin. Orang itu juga melihat Velin, mata mereka bertemu. Tetapi orang itu memutuskan kontak mata mereka, mengalihkan tatapan ke arah ketiga temannya.
Menundukkan kepala, Velin merasa ada sesuatu yang meremas hatinya. Sakit. Di rumah, sikap Devin biasa saja, tidak menunjukan sifat baru cowok itu, tapi kenapa saat ada di sekolah sifat barunya itu terlihat jelas. Devin tidak memedulikannya bahkan tidak mau menatapnya.
Apa Devin benar-benar marah?
Apa Devin membencinya sekarang?
●●●●
"Dev, lo mau makan apaan?" Rafael bertanya, dia hendak membeli makanan di salah satu stan penjual kantin. Tetapi tak terdengar sahutan. Devin diam, larut dalam pikirannya.
"Dev?" Panggil Rafael lagi. Devin mengerjapkan matanya berulang kali.
"Lo ngelamun?" tanya Farel yang tepat duduk di sebelah Devin, mengangkat kedua alis memandang heran lelaki itu.
"Nggak," elak Devin. "Siapa yang ngelamun."
"Lo lagi mikirin apaan sih? Lo lagi ada masalah?" Sekarang Eza yang bertanya. Cowok berambut hitam legam tertata rapi itu duduk tepat di depannya.
Devin menghela napas, dia malas meladeni kedua temannya yang terkadang sangat ingin tahu apa saja masalah yang sedang dia hadapi. Meski Devin tahu bahwa mereka bertiga bertanya seperti itu karena peduli.
Nggak ada," elak Devin lagi, "udah ah! Gue udah laper. Gue mie ayam, aja Raf."
Sip! Rafael mengacungkan jempol sebelum pergi melenggang ke salah satu penjual mie ayam. Karena pesanan mereka berempat sama. sama-sama memesan mie ayam.
Eza dan Farel saling pandang. Dan bersamaan mengangkat bahunya tak peduli.
Mereka bertiga menunggu Rafael sambil mengobrol walaupun obrolan mereka lebih di dominasi oleh Eza dan Farel karena sejak tadi Devin hanya diam, tidak terlibat obrolan sama sekali.
Meskipun Devin diam, tetapi matanya sesekali melirik Velin yang berada di ujung dekat pintu. Dia memerhatikan bagaimana perempuan itu yang sedang mengobrol dengan teman perempuannya.
Eza memerhatikan gerak-gerik Devin sedari tadi. Dan Devin sama sekali tidak menyadarinya. "Itu Velin 'kan?" tanya Eza membuat Devin tersentak dan lantas beralih pandangan ke arah Eza.
Saat Devin ingin menjawab, Rafael datang dengan membawa nampan di tangannya. Mengembuskan napasnya, Devin merasa lega karena dia tidak perlu memberi jawaban.
"Lah, minumannya mana?" tanya Devin heran saat melihat nampannya, hanya ada mangkuk mie ayam.
"Nanti, dianterin sama, Kang Dedi?" Jawab Rafael lalu duduk di sebelah Eza.
Devin hanya manggut-manggut, menanggapi. Dan matanya masih sesekali melirik Velin.
"Gue heran sama lo Dev," ucap Eza membuat Devin menoleh ke arahnya. Tak terkecuali Farel dan Rafael.
Devin mengernyit. "Maksud lo apaan?"
"Gue dari tadi merhatiin lo Dev, lo ngelirik terus ke arah Velin. Kenapa lo nggak samperin aja?"
"Velin?" tanya Farel lalu dilanjutkan oleh Rafael. "Mana?"
Eza mengedikan dagu, memberi tahu keberadaan Velin yang berada di dekat pintu masuk. Rafael dan Farel mengikuti arah dagu Eza, dan melihat perempuan cantik yanag berstatus sebagai sahabatnya Devin itu.
Rafael dan Farel mengalihkan tatapannya dari Velin ke arah Devin.
Devin menghela napas lelah. Melihat ketiga temannya, menatapnya dengan aneh. "Terus gue harus apa?" Devin tidak memedulikan temannya dan lebih memilih menyantap mie ayamnya.
"Jadi lo udah nggak peduli sama Velin?" tanya Eza.
"Hmm," balas Devin masih tak peduli.
"Jadi nggak apa-apa dong, kalau gue deketin Velin," ucap Farel santai menunggu respon Devin.
Perkataan itu seketika membuat Devin mengangkat dagunya. Matanya melotot. "Nggak!" balas Devin sengit.
Mendengar balasan Devin mereka bertiga tertawa terbahak-bahak, sampai semua orang yang berada di kantin menatapnya. Tak terkecuali Velin melihatnya heran.
To Be Continue
(10 Maret 2017)
Thank you
Aping🐼
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro