Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VML5: Alfar?

"KAMU?" Mata Velin melebar melihat orang yang berdiri di depannya. Tentu saja dia terkejut, bahkan sangat terkejut. Dia tidak percaya kembali dipertemukan dengan orang yang membuat seragam sekolahnya kotor.

Kedua alis cowok itu naik memandang Velin naik turun. "Wow kita ketemu lagi," komentarnya.

Jengkel, satu kata yang menggambarkan Velin sekarang cowok itu semakin intens melihatnya membuatnya merasa risih. "Itu karena kebetulan."

"Gue nggak percaya sama yang namanya kebetulan." Mendengarnya Velin mengernyit heran. Apa maksudnya?

Lelaki itu terkekeh pelan melihat wajah Velin yang kebingungan. Lalu menjelaskan maksudnya. "Menurut gue, dalam dunia ini nggak ada yang namanya kebetulan. Adanya..." Menggantungkan kata-kata, cowok itu melangkah mendekati Velin membuat jarak antara dirinya dan Velin menipis.

Mencondongkan tubuhnya, lelaki itu berbisik pelan di telinga Velin. "Takdir."

Velin tersentak menjauhkan wajah, disusul dengan kakinya yang bergerak mundur. "Apaan sih?!" ucap Velin dengan kesal.

Dia tersenyum tipis seraya mengulurkan tangan, mengabaikan nada kesal Velin terhadapnya. "Alfar."

Menatap tangan terulur itu, Velin mengabaikannya dan memilih berjongkok untuk mengambil makanan yang terjatuh.

Tangan cowok itu masih terulur, menunggu untuk dibalas. Sejenak Velin menatap tangan Alfar yang terulur, lalu menghela napas.

Dengan terpaksa Velin menjabat tangan itu. "Velin," ucapnya singkat dan langsung menarik tangannya.

Berbalik, berniat meninggalkan cowok itu. Tetapi baru dua langkah tangan Velin kembali ditarik olehnya membuat Velin kembali berhadapan dengannya. "Apa-apaan sih kamu..."

Baru saja Velin ingin memarahi Alfar karena sikapnya yang seenaknya sendiri. Namun, suara familiar di telinga Velin menghentikan niatnya itu.

Memutar tubuh, Velin melihat Devin yang berdiri tak jauh darinya. Tatapan tajam yang diberikan Devin membuatnya meneguk susah payah. Cowok itu terlihat sedang menahan emosi, tangannya terkepal memegang kantung plastik di genggaman.

Lalu Devin berjalan mendekat pada Velin. "Lo lama banget sih!"

"Maaf, Dev aku—"

"Hai, Dev, gue nggak nyangka ketemu lo di sini," sapa Alfar pada Devin memotong ucapan Velin yang ingin menjelaskan. Alfar tersenyum, tentu saja bukan senyum sopan.

Devin beralih menatap Alfar dengan pandangan bosan. "Lo nggak usah basa-basi." Lalu tangan Devin menarik lengan Velin sedikit kasar. "Ayo, Vel kita pulang!" Velin menahan sakit karena cengkraman Devin yang terlalu kuat.

Menarik tangannya dari cengkraman Devin, Velin mengusapnya pelan. "Bentar, Dev aku mau bayar makanannya dulu!"

"Nggak usah! Lo tinggalin aja makanannya di situ." Devin menunjuk keranjang yang tersusun rapi yang berada tepat di samping tubuh Velin. Setelah Velin mengikuti perintah Devin, cowok itu kembali menarik tangan Velin, kali ini lebih kasar.

Perih. Sakit. Itu semua Velin rasakan saat Devin masih mencengkram tangannya. Velin tidak memusingkan hal itu, yang membuatnya bingung sikap Devin, mengapa Devin seperti itu saat bertemu Alfar?

"Masuk," intrupsi dari Devin membuat Velin tersadar dan mengikuti ucapan Devin, seperti seekor anjing yang mengikuti kata-kata majikannya.

●●●●

Hening, sama sekali tidak ada pembicaraan di antara Devin dan Velin. Hanya terdengar suara halus mobil. Setelah memasuki mobil, Devin dan Velin sama-sama diam tidak membahas hal yang terjadi di minimarket.

Bingung. Velin menoleh pada Devin yang tengah fokus mengemudi, tangan lelaki itu mencengkram setir dengan erat membuat tangannya hampir memutih.

Velin tak tahu harus berbuat apa? Karena dia sendiri pun bingung dengan sikap Devin. Kenapa Devin bisa semarah ini saat bertemu Alfar? Ada masalah apa Devin dengan cowok itu?

Memikirkan hal itu, membuat Velin pusing. "Kamu marah sama aku Dev?"

"Lo sejak kapan kenal sama Alfar?" Bukannya menjawab pertanyaan Velin. Devin malah bertanya.

"Hah," Velin mengerjapkan matanya, Velin tak percaya Devin akan mempertanyakan hal itu. "Aku baru aja ketemu sama dia, Dev. Aku ketemu sama dia pas..."

Belum selesai Velin menceritakan kronologi saat ia bertemu dengan Alfar. Devin memotongnya. "Jauhi dia!"

Mulut Velin terbuka, dia semakin kebingungan dengan sikap Devin. Kenapa Devin memintanya untuk menjauhi Alfar? Velin saja baru bertemu dengannya. "Jauhi dia?" Velin mengulang perkataan Devin tadi. "Aku aja baru ketemu dia, Dev. Dan aku belum—"

"Gue bilang jauhin. Ya jauhin!" bentak Devin tanpa sadar. Velin terperanjat menatap Devin tak percaya. Sebelum ini Devin belum pernah membentaknya seperti ini.

Devin selalu bisa mengendalikan emosinya di hadapan Velin. Tapi entah kenapa emosinya meluap, saat dia melihat Alfar. Ya! Alfar yang selalu bisa membuat emosi Devin naik ke permukaan. Devin selalu menganggap Alfar itu rival-nya sejak dia tahu 'masa lalunya'.

Devin menoleh ke arah Velin. Wajah penyesalan terlihat di wajah Devin, saat melihat Velin menutupi wajahnya, pasti perempuan itu menangis. Rasa bersalah langsung menyergapi dirinya, Devin jarang melihat Velin menangis.

Devin menepikan mobilnya di sisi jalan lalu merubah posisi duduknya menyamping, menghadap Velin. "Maaf Vel, gue nggak sengaja bentak lo tadi."

Velin hanya diam, masih dengan wajah yang ditutupi, hanya terdengar isakan tangisnya. Menghela napas, Devin menarik tangan Velin dari wajahnya dengan perlahan lalu menggenggamnya. "Vel,"

Perempuan itu mendongak membalas tatapan lembut Devin. Mata bulat itu berlinang air mata yang lantas membuat Devin berada di posisi paling lemah. "Gue nggak bermaksud bentak lo. Maaf."

Mengusap air mata, Velin mengangguk. Mendengar suara Devin yang lembut seperti itu membuat Velin tersenyum. "Nggak apa-apa. Aku aja yang cengeng."

Senyum jahil tercetak di wajah Devin. "Lo baru tahu? Kalo lo cengeng." Ledek Devin.

Velin memberengut kesal lalu menabok bahu Devin dengan keras. "Ish, nyebelin." Velin membuang muka ke arah jendela mobil. Devin terkekeh lalu mengacak rambut Velin.

●●●●

"Udah selesai?" tanya Velin setelah melihat Devin selesai memasak dan menaruh nasi goreng ke piring.

Devin memang mempunyai bakat memasak sejak kecil. Dia suka mengikuti challenge memasak—anak kecil—yang di adakan di mall-mall. Berbeda dengan Velin, Velin sama sekali tidak bisa memasak. Saat Velin memasak hasil masakannya tidak akan jadi, yang ada dapur menjadi berantakan.

"Udah, cobain dong." ucap Devin. Velin mengangguk lalu duduk, mencium aroma masakannya saja membuat perut Velin terasa lapar.

Dengan tidak sabar Velin langsung menyuap nasi goreng ke mulutnya. Velin diam, mengunyah dengan perlahan.

Ini enak banget

Velin tidak berhenti menyuap nasi goreng ke mulutnya padahal mulutnya masih penuh. Hal itu membuat alis Devin terangkat sebelah.

Devin menyantap makanannya, matanya terus mengarah pada Velin. Rasanya dia sangat senang melihat Velin lahap memakan makanannya. Sejenak membuat Devin melupakan masalahnya, bahkan dia tak mengingat lagi masalah di mini market. Masalah saat dia bertemu Alfar. Rival-nya.

Meras diperhatikan, Velin mendongak mata cokelatnya langsung menabrak bola mata hitam itu. "Kenapa ngeliatin aku terus?"

"Lo laper, apa doyan, banyak banget makannya." Sindir Devin, membuat Velin cemberut.

Tawa Devin berderai melihat wajah cemberut Velin. "Berhenti ketawa, nggak lucu tau nggak!" Bukannya berhenti, Devin malah semakin keras tertawa.

Velin semakin kesal dengan Devin. Sengaja, Velin melempar sendok makannya ke arah Devin.

"Aww ... sakit, Vel." Pekik Devin sambil mengusap kepalanya yang terkena lemparan sendok itu.

"Lagian nyebelin!" sungut Velin.

To Be Continue
     (7 Maret 2017)

Thank you
Aping🐼

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro