VML4: Pertemuan
MATANYA terus mengarah pada luar jendela. Menatap kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang basah karena sempat terguyur hujan tadi.
"Gimana sekolahnya tadi?"
Pertanyaan itu sontak membuat gadis berambut lurus itu menoleh pada kakaknya yang sedang fokus mengemudi. "Sama aja, nggak ada yang beda."
Vier malah tertawa mendengar jawaban Velin hal itu tentu saja membuat Velin menatapnya dengan kerutan bingung. Apanya yang lucu?
Setelah tawanya mereda, barulah Vier berkata. "Kamu aneh, ya. Semua sekolah emang sama, ada guru, ada murid. Maksud kakak perasaan kamu gimana sekolah di sana?"
"Oh, Velin kira apa," jawab Velin dengan nada pelan. "Biasa aja, cuma Velin nggak ketemu Devin di sekolah. Padahal Velin pengin ketemu dia."
Vier terkekeh, menyadari sebab kelesuan adiknya saat pulang sekolah. "Mungkin Devin udah sadar nggak mau temenan sama burung beo. Berisik."
Mendengarnya membuat Velin lantas memukul pundak kakaknya dengan keras. Enak saja Velin dibilang burung beo. Velin sama sekali tidak peduli terhadap kakaknya yang meringis kesakitan lalu menepikan mobil di pinggir jalan.
"Pukulan kamu sakit banget sih, kayak tenaga gajah."
Kemarahan Velin bertingkat menjadi dua kali lipat mendengar Vier mengejeknya lagi. Oke ini sudah keterlaluan pertama burung beo, burung yang paling Velin benci karena berisik dan yang kedua gajah. hewan besar itu.
Velin melotot kesal menatap kakaknya. Dan tanpa aba-aba, Velin langsung membuka pintu, melompat turun. Tanpa peduli pada Vier yang terus memanggilnya.
Kakaknya memang suka sekali mengejeknya membuat Velin sangat kesal. Lebih baik jalan kaki dibandingkan harus berduaan di mobil dengan Vier yang menyebalkan. Sepertinya keberuntungan berpihak pada Velin, karena jarak rumahnya ternyata sudah tidak terlalu jauh.
Byuuur
Sial
Salah, Velin harus meralat ucapannya tadi. Dirinya sama sekali tidak beruntung hari ini tapi sial. pertama Vier mengejeknya, kedua ia terpaksa berjalan kaki, dan yang terakhir bajunya basah terkena cipratan genangan air sehabis hujan.
Tuhan sungguh sangat menyayanginya...!
Wajah Velin sudah merah padam karena rasa kesal yang memenuhi otaknya. Ingin sekali Velin memarahi orang yang mengendarai motor itu. Tetapi Velin urungkan karena dia tidak bisa memarahi seseorang yang Velin tidak kenal. Dia hanya bisa memarahi Vier atau Devin.
Velin melihat motor yang membuat bajunya kotor bergerak mundur. Tepat di depannya, motor itu berhenti. Orang itu membuka helm full face miliknya. Menampakan wajah tampan dengan mata cokelat gelapnya.
Mungkin bagi siapapun yang melihat akan terpesona. Pengecualian Velin karena dia terlihat biasa saja dengan wajah cowok itu dan juga senyumnya. "Sorry ya, gue nggak sengaja, baju lo jadi kotor deh," ucapnya masih dengan senyum yang terukir di wajah.
Velin membalas senyum cowok itu, tetapi dalam hati Velin mengutuk kesal padanya. "Nggak apa-apa, santai aja." Berniat meninggalkan lelaki itu, tetapi langkahnya terhenti karena tawaran dia.
"Mau gue anterin nggak sampai rumah?"
Memutar tubuhnya kembali menghadap cowok itu Velin menggeleng. "Nggak usah, nanti ngerepotin. Lagian rumah aku juga udah deket." Sebelum benar-benar meninggalkan cowok itu, Velin tersenyum.
Cowok itu terdiam menatap kepergian gadis tadi, membayangkan senyumnya, sudut bibirnya jadi ikut terangkat. "Cantik," gumamnya.
●●●●
Duduk di sofa sambil menonton kartun kesukaannya, Velin tak memedulikan Kak Vier yang sejak tadi berusaha mengajak ngobrol. Tentu saja Velin masih kesal dengan kakaknya, Vier itu tidak pernah mengerti kalau ucapan menyebalkannya itu sering membuatnya kesal. Velin terus tak merespon apapun yang Vier katakan.
Sepertinya kakaknya masih terus berusaha, Vier duduk di sebelahnya sambil tersenyum. Tetapi Velin sama sekali tetap tidak terpengaruh.
"Kamu mau makan apa, Vel?"
Tetap, Velin mendiamkannya.
Terdengar helaan napas Vier, mungkin dia sudah lelah membujuk Velin. "Kak Vier cuma mau kasih tau kalo nanti sore kamu akan dititipin di rumah Tante Lisa."
Dengan cepat Velin menoleh kepada Vier, mengerutkan kedua alis. "Kenapa Velin harus dititipin di rumah Tante Lisa? Velin bukan anak kecil."
"Karena sore ini Kak Vier sama Bunda harus mengurus masalah yang ada di kantor," jelas Vier yang seketika membuat Velin menghela napas, lagi-lagi dia ditinggalkan sendiri. "Dan kemungkinan pulangnya malam."
Berpikir sejenak, akhirnya Velin mengangguk. "Ya udah Velin nurut aja."
Vier mengusap kepala Velin dengan sayang. "Bagus karena Bunda juga nggak mau pas dia nggak ada di rumah, dapurnya hancur berantakan karena ulah kamu."
Setelah mengucapkan perkataan yang pasti akan membangun kemarahan Velin, Vier langsung berdiri menghindar berlari ke kamar. Dan tak lama Vier bisa mendengar suara teriakan Velin.
"Kak Vier!"
●●●●
Dengan langkah lunglai, Devin berjalan ke arah pintu utama rumahnya. Sebelum itu, Devin menyerahkan kunci mobilnya ke Mang Didi. Sopir ibunya. Berulang kali Devin memencet bel rumahnya tapi tak ada seorang pun yang membuka pintu.
Kemana sih, Bi Tati? Devin bertanya kesal dalam hati.
Melirik jam di pergelangan tangannya, Devin mendengus. Pukul lima sore. Kalau saja jam latihan basket tidak ditambahkan selama setengah jam, mungkin Devin tidak akan kelelahan seperti ini.
Saat pintu terbuka, Devin mengangkat kepalanya yang tertunduk. Matanya melebar, betapa terkejutnya Devin melihat Velin yang membuka pintu.
"Ngapain lo di sini?" tanya Devin, tentu saja dengan nada sinis yang tersirat di dalamnya.
Cemberut, Velin mengerucutkan bibir. "Emang kenapa? Aku nggak boleh di sini?"
Alis Devin jadi terangkat karena melihat kekesalan Velin. Nih orang kenapa? Seharusnya yang kesal di sini kan Devin, kenapa jadi perempuan itu?
"Lo kenapa? Lagi PMS?" tanya Devin sambil berlalu masuk ke dalam, diikuti Velin dari belakang.
"Siapa yang lagi PMS." Velin masih saja cemberut menatap Devin. "Aku laper tapi di kulkas nggak ada makanan."
Oke sekarang Devin tahu penyebab wajah kusut Velin itu karena apa.
"Emang Bi Tati kemana?" tanya Devin sambil bergerak duduk di sofa melepaskan sepatunya.
Velin ikut duduk di sebelah Devin sambil berdopang dagu. "Ehmm, tadi kata Tante Lisa, Bi Tati izin pulang ke rumahnya yang di kampung sampai tiga hari."
Devin hanya ber-Oh-iya saja. Tapi sekarang nasibnya gimana, Devin juga belum makan sedari siang. Devin menghela napas kemudian sebuah ide terlintas di pikirannya. "Gimana kalau kita beli bahan makanan di supermarket terus kita masak?"
Wajah Velin yang sedari tadi ditekuk berubah menjadi ceria. "Beneran?" tanyanya dengan antusias.
Devin mengangguk, entah kenapa rasa lelahnya seketika lenyap saat melihat raut wajah ceria Velin.
●●●●
Dengan dongkol Velin mengambil snack dan beberapa cokelat lalu mendekapnya. Dia sangat kesal pada Devin yang melarangnya ikut memilih bahan untuk dimasak. Velin tahu kalau dirinya ini memang sangat bodoh dalam hal memasak. Tapi kan dia tentu bisa memilih bahan-bahan mana saja yang bagus.
Ketika masih asik memilih snack kesukaannya. Velin tidak sengaja menyenggol bahu seseorang membuat seluruh makanan yang berada di dekapannya terjatuh. Velin mendongak ingin meminta maaf. "Maaf aku nggak sengaj—" ucapan Velin terhenti tergantikan dengan matanya yang terbelalak.
"Kamu?"
To Be Continue
(2 Maret 2017)
___________
Jangan lupa di vote ya
Thank you
Aping🐼
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro