VML38: Apa Ini ending?
DEVIN melepaskan tangan Velin dengan lembut, saat sudah menjauh sedikit dari tempat duduk keluarganya. Dia menunduk menatap mata cokelat milik Velin.
"Jadi kamu udah nggak marah?"
Mata polosnya mengerjap dua kali, Velin sudah mendengar Devin menyebut aku-kamu tadi di meja mereka, dia kira Devin hanya ingin bersikap sopan di depan Ayahnya. Tetapi, Devin masih memakai aku-kamu saat mereka berdua.
Velin mengangguk, mengiyakan.
"Jadi kamu juga udah maafin aku?"
Velin langsung menggeleng cepat. "Aku nggak pernah bilang aku udah maafin kamu. Aku cuma bilang aku udah nggak marah."
Velin melipat kedua tangannya di dada, menatap kesal Devin.
Runtuh sudah harapan Devin mengira kalau Velin sudah memaafkannya.
Namun, tiba-tiba Velin menarik tangan Devin pelan. "Aku bisa maafin kamu, tapi dengan satu syarat?"
Senyum cerah terlukis di wajah Velin, dia sudah mempertimbangkan ucapan ibunya, Velin akan membuat Devin berubah seperti dulu tetapi pertama-tama Velin harus membuat Devin dan Alfar menjadi teman. Dan setelah Devin menerima Alfar menjadi temannya, pasti Devin akan menerima kembali Ayahnya iya kan?
Velin akan melakukan itu semua untuk Devin.
Devin mengernyit melihat Velin. "Syarat apa?"
"Kamu harus membereskan semua masalah kamu sama Alfar," Velin berkata dengan yakin. "Masalah Alfar sama Thalita aja udah selesai. Masa masalah kamu sama Alfar nggak selesai-selesai."
"Maksudnya?" Tanya Devin mendengar Velin yang berkata dengan bertele-tele.
Bukannya menjawab Velin malah menunjuk sesuatu di belakangnya. Devin menoleh lalu melihat Alfar dan Thalita yang tertawa, setelah tawa mereka mereda Alfar menyuapkan kue ke mulut Thalita, yang diterima dengan senang hati oleh perempuan itu.
Devin tidak terlalu terkejut saat melihat Thalita tadi. Karena ayah Thalita pasti di undang di acara ini.
"Aku makin nggak ngerti maksud kamu Vel?"
Velin mengendikkan bahunya. "Keisha bilang kalau mereka pacaran."
Mata Devin melebar. "Pacaran?" Devin terlalu terkejut dengan berita dadakan itu.
Velin mengangguk pelan. "Iya, tapi nggak tahu dari kapan."
Menoleh lagi pada Alfar dan Thalita di belakangnya, Devin tersenyum. Jadi dia mengerti kenapa mereka berdua terlihat sangat dekat tadi. Tetapi kenapa Devin tidak tahu kabar itu? Dan kenapa Thalita tidak memberitahunya?
Walaupun dulu Devin pernah berpacaran dengan Thalita, tetapi saat mereka berpacaran. Mereka hanya terlihat seperti teman biasa. Sama sekali tidak seperti orang berpacaran. Dan setelah mereka memutuskan hubungan mereka, mereka berdua sepakat untuk menjadi teman saja.
"Kamu lihat, Alfar aja yang dulu pernah benci sama Thalita karena dia meninggalkannya dan lebih memilih kamu. Bisa berbaikan lagi." Velin tersenyum menatap Devin. "Harusnya kamu juga bisa maafin Alfar."
"Kalian itu saudara walaupun nggak kandung, dan seharusnya kamu dan Alfar nggak bermusuhan kayak gitu. Kamu tahu, Dev itu bukan salah Alfar. Itu salah Ibunya Alfar dan Ayah kamu. Tante Lisa aja bisa maafin Om Frans masa kamu nggak bisa."
Devin tertegun mendengar perkataan Velin, dia tidak pernah menduga jika Velin akan berbicara seperti ini. Melepaskan tangannya, Devin mengulurkan tangannya ke pipi Velin.
"Jadi itu syaratnya supaya kamu maafin aku?"
Velin mengangguk sangat yakin.
Menjauhkan tangannya dari wajah Velin, Devin memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Oke, kalau itu syaratnya. Mungkin aku bisa ngelakuin itu semua. Demi kamu."
Senyum langsung terbit di wajah Velin mendengar itu, Velin akan sangat mudah untuk membuat Devin berubah seperti dulu lagi. Dan pemikiran itu langsung membuat Velin terlalu senang dan tanpa sadar mencium pipi Devin.
Devin langsung membeku, bibirnya terbuka. Dia tidak pernah mengira jika Velin akan menciumnya. Ciuman itu terlalu dadakan dan cepat. Perempuan itu juga langsung menutup mulutnya dengan tangan, mungkin Velin menyadari kesalahan yang diperbuat tadi.
Mereka berdua hanya diam saling tatap.
Setelah tersadar dengan keterkejutannya, Devin tersenyum. Lagu waltz mengalun dengan lembut yang membuat Devin langsung mengulurkan tangannya.
"Want to dance?"
Velin menatap tangan Devin yang terulur, tak butuh waktu lama untuk Velin menyambut uluran tangan Devin dan mereka pun mulai berdansa.
●●●●
Velin dan Thalita saling pandang, sama-sama tidak tahu cara mencairkan ketegangan ini. Ya, Velin sudah menduga jika Devin dan Alfar dikumpulkan dalam satu meja pasti akan seperti ini. Tetapi Velin akan tetap menjalankan rencanannya, dia tidak mau Devin terus-menerus membenci Alfar.
"Gue minta maaf sama lo." Devin yang sejak tadi hanya diam menatap tajam Alfar yang duduk di depannya bersama Thalita, akhirnya angkat bicara.
Dia harus bisa mendapatkan permintaan maaf dari Velin, oleh karena itu Devin sudah menurunkan ego-nya.
Ucapan maaf Devin malah disambut wajah meremehkan dari Alfar, namun itu tidak berlangsung lama karena Alfar langsung mendapat cubitan di lengannya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Thalita yang duduk di sebelahnya.
"Kamu jangan gitu, Al. Devin udah baik banget udah mau minta maaf."
Alfar hanya cemberut menatap perempuan yang sekarang telah menjadi pacarnya.
"Jadi lo maafin gue apa engga?" Devin kembali bertanya wajah Devin datar menatap Alfar.
Beberapa detik mendengar pertanyaan itu lagi, Alfar hanya bergumam menerima permintaan maaf.
"Al!" Thalita kembali menatap Alfar dengan peringatan.
Alfar menghembuskan napas kasar. "Iya, iya. Gue udah maafin lo, lagian sekarang gue udah pacaran sama Thalita, jadi gue udah nggak terlalu mikirin masalah lo yang ngambil Thalita untuk balas den--"
"Al, Devin menerima aku bukan untuk balas dendam. Aku kan udah jelasin sama kamu waktu itu." Thalita lantas memotong ucapan Alfar saat cowok itu masih mengungkit Devin yang dulu pernah bilang menjadikannya pacar hanya untuk balas dendam.
Padahal Devin menerima Thalita agar dia tidak malu di depan umum, walaupun kejadiannya seperti itu, Devin malah mengaku pada Alfar jika dia menerimanya untuk balas dendam.
Alfar menatap Thalita selama beberapa menit, hingga akhirnya Alfar menyerah dan kembali menatap Devin. "Gue minta maaf juga sama lo."
Devin mengernyit.
"Atas nama nyokap gue, gue minta maaf karena udah--"
Mendengar Alfar yang pasti berujung mengingatkan Devin pada masa lalu, Devin langsung menyela.
"Nggak usah dibahas, itu masa lalu." Dan untuk pertama kalinya Devin tersenyum pada Alfar tanpa embel-embel senyum meremehkan.
Alfar ikut tersenyum. "Thanks Dev."
Devin mengangguk, lalu matanya melirik Velin.
"Jadi kalian nggak akan bermusuhan lagi kan?" Velin bertanya dengan tersenyum manis.
Alfar ikut memandang Velin lalu tak selang lama ia menoleh lagi pada Devin. "Gue harap kayak gitu. Ini masih permulaan dan mungkin kita bisa mulai dengan jadi teman."
Alfar mengulur tangannya pada Devin, detik selanjutnya Devin menyambut tangan Alfar.
Hanya karena sebuah kesalahpahaman mereka berdua menjadi musuh. Hanya karena kejadian masa lalu membuat Devin membenci Alfar, tetapi mulai sekarang Devin berusaha untuk melenyapkan rasa benci itu di dirinya.
"Oke," Alfar bangkit berdiri diikuti Thalita, tangan mereka saling bertautan. "Masalah kita udah selesai, dan gue harap lo nggak benci lagi sama bokap lo."
Devin membalas dengan anggukan kepala, mengiyakan. Devin berusaha untuk menerima Ayahnya lagi di hidupnya.
Alfar dan Thalita keluar cafe tempat pertemuan mereka semua, tempat dimulainya Alfar dan Devin untuk menjadi teman.
Devin berdiri, lalu pindah duduk di depan Velin. Dia menggenggam tangan perempuan itu yang berada di atas meja.
"Permasalahan aku sama Alfar udah selesai. Kamu maafin aku?"
Velin tersenyum lebar, sedetik kemudian dia mengangguk.
"So, we can go back as before?"
Pertanyaan Devin membuat Velin gugup setengah mati, jantungnya sudah berdetak tak karuan tetapi dia berusaha untuk tersenyum. Namun, walaupun begitu Velin kembali mengangguk.
Anggukan Velin yang terlihat malu-malu membuat senyum lebar terukir di wajahnya. Mengambil tangan Velin, mendekatkan tangannya ke wajah, Devin mencium tangan wanita itu.
"Pertama-tama untuk bisa membuat aku kembali lagi seperti dulu adalah memanggil kamu dengan sebutan yang dulu."
Jantung Velin semakin tidak bisa terkendali.
"I love you, Veve."
Velin semakin tidak bisa menutupi wajah bahagianya mendengar sebutan itu lagi, nama yang hanya boleh Devin ucapkan. Nama yang mengingatkan Velin pada masa kecilnya bersama Devin.
Janji dan masa lalu hanya sebuah hal yang membuat semuanya berubah. Tetapi Velin dapat pelajaran dari ini semua.
Janganlah mengucapkan janji saat kita tidak tahu bisa menepatinya atau tidak. Karena saat seseorang sudah mengingat janji kita, orang itu sudah sepenuhnya menyerahkan kepercayaannya.
Kepercayaan seseorang harus dijaga, karena jika kepercayaan sudah hilang itu akan sangat sulit membangun kepercayaan itu lagi.
Because the promise is a form of trust someone.
THE END
Yeayyyyy....... akhirnya cerita pertama aku dari sejak kelas 2 SMP yang mendekem di laptop dan berani tulis cerita ini sampe tamat cuma di wattpad akhirnya selesai juga.
Terima kasih yang udah ngikutin cerita ini dari awal atau baru beberapa hari ini ketemu sama cerita ini. Dan readers aktif maupun silent readers makasih ya semuanya kalau nggak ada kalian cerita ini nggak bakalan dibaca lebih dari 4k.
Dan maaf ya kalau endingnya nggak bagus karena aku masih belajar untuk nulis tapi lain kali kalau aku nulis cerita lagi, aku bakal buat ending yang memuaskan.
(Salam dari Devin dan Velin. Ini pasangan yang membuat aku terinpirasi cerita Velina My love)
Dan juga setiap part cerita ini terinspirasi dari lagu the one that got the way.
Makasih semuanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro