VML30: Curiga
DEHEMAN Vier sama sekali tidak membuat pandangan Devin teralihkan dari adiknya. Mereka berdua saling tatap, kemudian tersenyum. Bahkan kedua orang itu mengabaikan makanan yang sudah tersaji di meja.
Keluarga Velin dan Devin sedang berada di luar rumah, mengadakan acara makan bersama. Mereka semua sedang makan di salah satu restaurant jepang yang berada di Jakarta.
Makanan Jepang adalah makanan kesukaan Devin dan Velin, mereka sangat menyukainya. Tetapi baru kali ini Vier melihat kedua orang itu mengabaikan makanannya. Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka.
Vier berdehem lebih keras dan sukses membuat Devin dan Velin menoleh bersamaan. Sampai-sampai Shinta dan Lisa juga ikut menoleh.
"Kenapa Vier?" Shinta ibunya bertanya, kemudian bertukar pandang dengan Lisa yang duduk di sebelahnya, dua wanita paruh baya itu menatap Vier bingung.
Mereka semua duduk di meja bundar, omong-omong. Vier duduk di sebelah kiri Shinta dan disebelah kiri Vier, Velin dan tentu saja Devin bersebelahan dengan Velin.
Vier menoleh ke Shinta, lalu kembali lagi menatap adiknya dan Devin.
"Kalian berdua kenapa nggak makan?" tanya Vier tentu saja ekspresi wajahnya datar kala bertanya.
Shinta pun juga baru menyadari jika Velin yang biasanya sudah memakan habis Tempura kesukaannya. Tetapi sekarang makanan itu masih utuh di piring.
"Kenapa kamu nggak makan Vel, nggak biasanya?" Dan Shinta pun ikut menanyakan pertanyaan yang sama.
Menunduk, Velin menatap piringnya yang masih tersedia tempura utuh yang sama sekali belum tersentuh.
Velin juga jadi ikut bingung sendiri, tidak biasanya dia seperti ini seharusnya tempura di piringnya sudah habis. Tetapi makanan itu jadi terabaikan karena Devin. Cowok itu terus menatap ke arahnya, lalu tanpa apa-apa tersenyum dan Velin pun balas tersenyum.
Namun, saat Velin ingin mulai makan, Devin tidak mengalihkan pandangannya, dan terpaksa Velin membalas menatap Devin dan seakan terhipnotis Velin melupakan makanan kesukaannya.
"Velin nggak terlalu lapar Bun, jadi belum Velin makan deh tempura-nya." Velin nyengir ketika mendapat alasan yang pas.
Vier mengangkat alisnya, mendengar alasan Velin."Setahu kakak walaupun kamu nggak lapar, kalau udah ngeliat tempura, kamu juga langsung makan aja."
Mendengar cibiran Vier, Velin mendengus dan kembali fokus pada makanannya. Mulai menjepit tempuranya, dengan sumpit. Velin akhirnya memakan makanan yang tadi sempat terbaikan olehnya.
"Dan kamu juga Dev, kenapa nggak dimakan mie udon-nya?" Sekarang Lisa juga ikut menanyakan itu pada anaknya.
"Devin udah agak bosen Mom, selalu makan ini," jawab Devin asal, mana mungkin Devin bosan pada makanan kesukaannnya itu, dan makin tidak mungkin kalau dia bilang itu semua karena dia menatap Velin terus.
"Terus kenapa tadi kamu pesan itu?" Lisa kembali bertanya.
Mati! Devin tidak tahu lagi harus menjawab apa?
"Udah tenang aja Mom tetep Devin makan kok," ucap Devin lalu mulai menyupit mie udon-nya mendekat ke mulutnya.
●●●●
Ponsel Devin berdering membuatnya menghentikan menyumpit mie-nya. Dia merogoh saku celana. Saat Devin menatap layar ponsel, wajahnya berubah terkejut seperti baru menyadari sesuatu. Dengan terburu-buru Devin pamit pergi ke toilet untuk mengangkat telepon.
Velin hanya bisa mengernyit melihat Devin yang seperti itu tanpa melakukan apapun. Velin ingin sekali menghampiri Devin dan bertanya. Tetapi tatapan Vier yang sejak tadi tidak lepas memandangnya intens, membuat dia mengurungkan niatnya.
Memilih terlihat tidak peduli, Velin kembali fokus pada makanannya, walaupun matanya masih sesekali melirik ke arah toilet--yang lumayan jauh dari tempatnya duduk.
Di dalam hati, Velin bertanya-tanya sebenarnya siapa yang menelpon Devin? Kenapa dia terlihat panik?
Sudah hampir lima belas menit Devin belum kembali dari toilet, dan semakin membuat Velin kebingungan.
Namun saat Velin berniat pergi ke toilet menunggu Devin di sana, ponsel Lisa berdering, tanda pesan masuk. Kemudian Lisa mulai menggeser layar ponselnya dan melihat pesan tersebut.
Dahi ibunya Devin itu mengerut melihat isi pesan.
"Kenapa Tante? Pesan itu dari siapa?" Velin bertanya.
"Itu dari Devin. Dia bilang pulang duluan, katanya ada tugas yang belum dikerjain."
Velin hanya mengangguk, tidak merespon apa-apa walaupun dalam hati Velin masih bertanya-tanya. Bukannya Devin bilang hari ini tidak ada tugas tapi kenapa dia berbohong?
●●●●
Velin berbaring di sofa kamarnya yang berada dekat jendela. Menggunakan kaos hijau dengan celana pendeknya. Dia tengah serius membaca buku novel miliknya. Dia menatap serius setiap kata-kata yang tertulis dibuku itu, menghayati barisan katanya.
Tetapi bunyi ponsel membuyarkan konsentrasi Velin. Dia bangkit berdiri lalu berjalan mendekat ke arah meja dimana ponselnya terletak.
Mengangkat ponselnya, Velin mengerutkan kening saat satu suara berat cowok memasuki indra pendengarnya.
Velin yang tadinya tidak mengangkat telpon tanpa melihat nama orang itu, lalu langung menatap nomor tidak di kenal tertera di layarnya.
"Ini siapa ya?" tanya Velin.
"Ini gue Alfar." Tentu saja itu membuat Velin terkejut, darimana Alfar mendapat nomor ponselnya.
"Iya Al, kenapa kamu nelpon?"
Alfar sejenak terdiam tetapi tiba-tiba dia mengucapkan sesuatu yang membuat Velin terkejut.
"Lo keluar rumah dong Vel, gue ada di luar rumah lo. Ada sesuatu yang mau gue omongin."
Velin terdiam cukup lama mendengar permintaan Alfar. "Aku nggak bisa keluar Al."
"Gue mohon Vel, please."
Permintaan Alfar terdengar sungguh-sungguh membuat Velin bimbang antara mengikuti permintaan cowok itu atau menolaknya. Tetapi sepertinya Velin tidak bisa menolak, suara Alfar benar-benar seperti terdesak sesuatu.
"Iya aku turun."
Setelah memutuskan panggilannya, Velin keluar kamar mengendap-ngendap, pelan-pelan menuruni tangga.
Ini sudah tengah malam, kenapa Alfar datang kerumahnya pada jam segini? Pertanyaan itu mengusik pikiran Velin. Tanpa terasa Velin sudah hampir mendekat ke arah pintu.
Membuka kunci pintu. Velin bergerak keluar rumah, berjalan mendekati pagar. Dan benar cowok itu ada di sana sedang berdiri.
Velin melirik pos satpam rumahnya, dan Pak Rahmat sedang tertidur di sana.
"Kenapa?" Velin bertanya pelan. "Ngapain kamu di sini?"
"Gue cuma mau ngasih tau keberadaan Devin sekarang." Alfar menatap Velin lekat.
"Dia ada dirumah," kata Velin lalu sesekali matanya melirik ke arah pos satpam. Takut ketahuan keluar tengah malam seperti ini.
Alfar menggeleng, mengucapkan lagi. "Devin nggak ada dirumah. Dia bohong. Dan gue tau dia ada dimana sekarang."
Velin tahu Devin berbohong, bilang jika dia banyak tugas. Padahal tadinya Devin bilang dia tidak ada tugas hari ini. Tetapi Velin tidak tahu alasan Devin berbohong.
"Terus kalau Devin nggak ada di rumah aku harus apa?" tanya Velin lagi, dia semakin takut ketahuan.
"Plis ikut gue sekarang. Gue tau Devin dimana," paksa Alfar.
"Aku nggak bisa ikut, Al. Aku bakal dimarahin nanti." Walaupun dalam hati Velin ingin tahu Devin ada dimana.
"Gue mohon Vel. Lo harus ngeliat Devin sekarang."
Velin menggeleng, menolak.
"Aku nggak mau!" Velin hampir berteriak jika saja dia lupa sedang mengendap-ngendap.
"Lo bakal nyesel nggak ikut gue sekarang."
Kening Velin mengerut, kenapa Alfar memaksa sekali?
Setelah hampir sepuluh menit Velin berpikir dengan perasaan takut-takut, akhirnya Velin mengangguk. "Oke aku ikut."
Alfar tersenyum. "Yaudah lo ambil kuncinya."
Ucapan Alfar sukses mengingatkan Velin jika pintu gerbang itu terkunci. Menghela napas Velin berjalan pelan mendekat ke arah pos satpam. Mengambil kunci dengan perlahan meja yang tergeletak di dalam pos.
Velin sangat tahu tak lama setelah ini pak Rahmat pasti akan bangun karena Pak Rahmat hanya butuh tertidur tiga puluh menit lalu setelah itu kembali berjaga.
Velin membuka pintu gerbangnya dan menguncinya dari luar walaupun Velin kesulitan saat tangannya merogoh masuk lubang pintu gerbang. Setelah terkunci kembali, Velin membawa kunci itu bersamanya dan masuk ke dalam mobil Alfar.
"Jadi ada dimana Devin?"
Alfar menoleh tersenyum misterius. "Nanti juga lo tau."
To Be Continue
(2 Juli 2017)
●●●●
Jangan lupa pencet vote ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro