VML26: Pesta Barbeque
SUDAH dua hari berlalu sejak kejadian Devin menyindirnya dengan kata-kata sekaligus membuat Velin tidak ingin pulang bersama Devin, sejak itulah Velin seakan menjaga jarak dengan Devin.
Bukan karena Velin masih marah karena ucapan Devin tetapi melihat kedekatan Thalita dan Devin membuat Velin merasa tersingkirkan, bahkan selama dua hari tersebut Thalita selalu pulang bersama Devin.
Velin pun semenjak itu selalu meminta jemput oleh kakaknya. Ada rasa jagal, setiap kali melihat Devin dan Thalita semakin dekat. Apalagi setiap jam istirahat pasti Velin akan melihat pemandangan Thalita yang tengah tertawa bersama Devin di kantin.
Perasaan ini semakin membuat Velin kalut. Bagaimana mungkin dia merasa jantungnya seakan tengah dipompa. Jantungnya selalu berdegup apabila Velin berada di dekat Devin. Dan juga merasa sakit saat melihat Devin bersama perempuan lain--Selain dirinya.
Velin yang sedari tadi berbaring tengkurap. Berbalik, telentang menatap langit-langit kamarnya yang di dominasi warna biru laut.
Velin tidak mengerti kenapa dia merasa seperti ini. Tetapi di satu sisi Velin tahu apa arti dari degup jantungnya yang selalu berdetak cepat kala berada di dekat Devin. Velin sangat suka membaca buku novel remaja dan sudah dipastikan Velin tau arti dari degup jantungnya.
Namun, saat pemikiran itu terlintas Velin buru-buru menyingkirkannya. Velin tidak mungkin merasakan itu pada sahabatnya sendiri.
Suara ketukan pintu kamar, menyentak Velin kembali ke dunia nyata.
Perlahan pintu terbuka menampakan Bundanya dengan senyum di wajah.
"Kamu nggak lupa acara malam ini kan, sayang?"
Velin mengernyit mendengar pertanyaan Bundanya yang terlontar setelah duduk di tepi ranjang tidurnya.
Beringsut bangun, Velin duduk sembari menatap Bunda dengan kerutan halus di dahi. "Emang malam ini ada acara apa, Bun?"
"Kok kamu malah balik nanya?" heran Shinta, "Kamu lupa ya sama acara barbeque-an yang diadain di rumah Tante Lisa?"
Menepuk jidatnya, kenapa Velin bisa lupa acara itu? Dia harus kesana, Tapi Velin belum siap untuk bertemu Devin.
"Acaranya malam ini Bund?" tanya Velin, pertanyaan bodoh padahal Bundanya sudah memberitahu tadi.
Shinta mengangguk, menatap ke arah anaknya. "Iya, udah kamu siap-siap."
Velin menghela napas, kenapa rasanya berat sekali untuk datang ke acara itu? Dengan langkah malas-malasan Velin berjalan ke arah kamar mandi.
●●●●
Mobil SUV warna hitam milik keluarga Velin, berhenti tepat di halaman luas rumah Devin, Vier memarkirkan mobilnya disana.
Sekarang, Velin tengah gugup setengah mati, dia takut. Entah apa yang dia takutkan padahal dia hanya akan bertemu Devin dan Tante Lisa. Acara barbeque-an seperti ini sudah biasa hampir setiap tahun, pasti Bunda atau ibunya Devin yang akan mengadakan acara seperti ini.
Katanya untuk menjaga silatuhrahmi.
Kaki Velin semakin dekat dengan taman belakang rumah Devin, tempat diadakan acara itu. Sejak tadi Velin tidak berhenti mengelap keringat di tangannya. Yang mendadak muncul kala dia sedang gugup.
"Gue kira lo nggak dateng hari ini."
Velin berjengit kaget mendengar suara Devin di hadapannya, Velin yang menunduk hanya bisa melihat sepasang sepatu milik Devin, dia tidak berani mendongak.
Tetapi, perlahan pasti Velin mendongakkan kepalanya memandang mata hitam pekat milik sahabatnya. Jantung Velin seketika berpacu cepat seolah akan keluar dari rongganya saking cepatnya.
Berusaha biasa saja, Velin tersenyum memandang Devin. "Emang kata siapa aku nggak dateng hari ini?"
Alis kiri Devin terangkat. "Dari sikap lo yang selalu ngehindarin gue dari kemarin," jawabnya dengan nada datar.
"Aku nggak ngehindarin kamu," Velin memalingkan wajahnya. "Kamu sendiri yang sering pulang sama Thalita."
Velin mengernyit mendengar kata-katanya sendiri. Kenapa suaranya terdengar seperti merajuk?
"Dev,"
Suara sapaan itu membuat tubuh Velin kaku di tempat. Kenapa perempuan itu juga ada disini? Seharusnya kan acara ini hanya ada keluarga Velin dan Devin. Apa jangan-jangan Devin mengundangnya.
Benar saja saat Velin memutar tubuhnya, dia melihat perempuan itu dengan dress warna biru yang panjangnya sampai lutut.
Kesal, kata itulah yang sekarang mendiskripsikan perasaannya. Velin sudah sangat yakin jika Devin yang mengundangnya tidak mungkin Tante Lisa.
Melangkah mundur, berbalik Velin hendak berjalan ke arah Bunda dan Tante Lisa yang sedang mempersiapkan bahan-bahannya. Sedangkan Vier sedang menyiapkan pemanggang.
Jika tidak karena tangan Devin yang menahannya mungkin Velin sudah ada disana.
"Lo mau kemana?" Devin bertanya.
"Kesana." Velin menjawab sambil menunjukkan keberadaan bunda dan kakaknya.
Tapi tanpa disangka Devin melepaskan tangannya lalu mengangguk dan tersenyum. Dia berjalan mengajak Thalita dan mengobrol di bangku yang tidak jauh dari tempat Velin berdiri.
Velin hanya bisa menatap nanar ke arah mereka. Kenapa Devin semakin terlihat menjauh darinya?
Tanpa terlihat peduli, Velin kembali berjalan ke arah Bundanya. Namun, baru beberapa langkah Velin langsung berjengit saat suara 'dorr' berbarengan dengan tepukan dipundaknya.
Lantas Velin berbalik dan menemukan ketiga teman Devin dengan cengiran di wajahnya ya kecuali Rafael dia hanya tersenyum padanya.
"Hai Vel," ucap mereka berbarengan.
Membalasnya, Velin hanya tersenyum kikuk. Lalu matanya menatap pada Devin dan ternyata cowok itu juga tengah menatapnya dengan senyuman. Dengan cepat, Velin kembali menatap ketiga teman.
Satu kesimpulan membuat kekesalan di diri Velin berkurang. Jadi Devin tidak hanya mengundang Thalita tetapi juga ketiga temannya.
"Kalian juga datang ke sini?" tanya Velin.
"Iya, lumayan kan dapet makan gratis," Farel tersenyum miring. "Apalagi ditemenin sama perempuan cantik."
Ucapan Farel langsung mendapatkan jitakan dari kedua temannya.
"Modus lo," Eza melotot menatap Farel.
"Lo berdua bilang aja kalo iri," balas Farel.
"Lah buat apa iri sama lo bego." Sekarang Rafael ikut menghina Farel.
Velin terkekeh melihat tingkah mereka. Melihat mereka yang terlihat tidak akan berhenti saling melemparkan kata-kata, akhirnya Velin mengintrupsi.
"Aku kesana dulu ya."
Mereka mengangguk serempak.
Velin pun mengetukan-ngetukan kakinya di rumput taman, berjalan menuju Bunda dan Tante Lisa.
"Ada yang Velin bisa bantu, Bund?" tanya Velin ketika sudah berdiri di hadapan bundanya.
"Nggak ada sayang, kamu kan nggak suka bau daging mentah." Bunda menunjukan piring yang banyak daging mentah di sana, yang seketika membuat Velin ingin mual. Velin benci bau daging.
"Lagian kamu kenapa nggak sama Devin aja di sana?" Tanya Bunda, tangannya sibuk mengoles sesuatu di daging itu.
Velin menoleh ke belakang tepatnya ke arah Devin, Thalita dan ketiga teman Devin. Mereka semua sedang mengobrol, bercanda dan tertawa. Velin hanya bisa menatapnya.
Mungkin karena merasa diperhatikan kepala Devin terangkat menatap ke arahnya. Mata mereka bertemu sama-sama diam, sama-sama tidak mengatakan apapun. Velin-lah yang pertama memutuskan kontak mata mereka. Lalu Velin menyibukkan diri membantu Bundanya, walaupun Velin tidak melakukan apapun.
Velin sama sekali tidak menyadari Devin yang sedang tersenyum geli melihat tingkahnya, dia sengaja melakukan ini. Melakukan sesuatu yang seakan membuat jarak pada Velin.
Devin ingin Velin menyadari perasaannya, dia ingin Velin mengerti ada sesuatu di hatinya, sama seperti yang Devin alami. Namun, Velin selalu terlihat menyangkalnya, Devin sangat tahu kalau Velin kesal melihatnya bersama Thalita, dan itu rencana Devin.
Bahkan Vier kakaknya Velin memberitahu jika Velin terlihat kesal saat dia pulang bersama dengan Thalita. Walaupun Vier selalu terlihat memusuhinya, tidak suka saat dirinya berdekatan dengan Velin. Vier tetaplah ingin Velin bahagia, dan mungkin karena itu Vier memberitahunya.
To Be continue
(20 Juni 2017)
●●●●
Di vote ya ☆
Makasih
Aping♡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro