VML24: Tidak Percaya
BERDIRI kaku memandang perempuan itu, Velin tak percaya melihatnya. Suaranya tercekat, mata Velin hanya terpaku padanya. Bahkan Velin sampai tak menggubris perkataan Keisha. Tatapan Velin masih lekat pada perempuan yang sekarang berdiri di depannya.
Tanpa bisa dikendalikan kenangan yang Velin berusaha lupakan, kenangan pahit yang dulu sempat Velin rasakan menyeruak keluar memenuhi pikiran.
Kebersamaannya bersama Devin akhir-akhir ini hampir membuat Velin melupakan satu hal. Velin kira masalah dirinya dan Devin sudah selesai tetapi, dia salah. Ada satu hal lagi yang Devin belum tahu, alasan dirinya pergi.
"Velin?" Thalita, Perempuan itu memanggilnya dengan wajah penuh kebingungan. "Lo kok disini?"
"Dia kenal sama lo?" Velin yang masih belum sepenuhnya sadar hanya menoleh pada Keisha tanpa mengatakan apapun.
"Vel..." Belum sempat Keisha bertanya kembali. Farel teman Devin ikut bertanya dengan kerutan di dahinya, bingung.
"Dev, Velin kenal Thalita?"
Devin yang sejak tadi hanya diam memerhatikan bertemu kembalinya Thalita dan Velin. Akhirnya ikut angkat bicara.
"Kenal lah, kan sebelum dia pergi. Gue sempet kenalin dia sama Thalita." Nada sindiran itu terasa, mata Velin sampai melebar mendengar itu. Ketiga teman Devin saling pandang dan kembali menatap Velin.
Velin yang tekejut hanya bisa diam tanpa berkata-kata. Namun saat Devin...
"Lo masih ingat, Thalita kan, Vel?" Devin bertanya sembari menatapnya. "Nggak mungkin lo nggak ingat, karena kita pernah main bareng sampai lo pergi ninggalin gue sama Thalita."
Cukup sudah Velin tidak tahan. Kenapa Devin berbicara seakan Velin yang benar-benar salah disini. Devin tidak pernah tahu apapun kecuali mendengar Kak Vier yang ikut balapan.
"Kamu nggak tahu apapun Dev." Velin berkata ketus lalu pergi berlari meninggalkan semua yang ada di sana.
Devin menatap punggung Velin yang berlari menjauh, dia hanya membisu di tempatnya. Devin agak terkejut dengan ucapan ketus Velin.
Seumur-umur persahabatannya dengan Velin, Devin sama sekali tidak pernah mendengar Velin berbicara ketus, perempuan itu terlalu lembut dan terasa aneh saat berbicara seperti itu.
Keisha yang baru bisa menyesuaikan keadaan karena terlalu terbawa suasana, langsung mengejar Velin yang berlari.
"Lo keterlaluan, Dev." Devin menoleh ke arah Thalita, lalu Thalita melanjutkan, "nggak seharusnya lo ngomong gitu. Pasti Velin ada alasannya kenapa dia pergi."
Dan gue tahu alasannya dia pergi, ingin sekali Thalita mengucapkan itu. Namun, lidahnya selalu kaku untuk mengatakannya.
●●●●
Banyak pasang mata yang menatapnya tetapi Velin tak peduli. Dia tetap berlari di sepanjang koridor, sampai velin menabrak dada bidang seseorang, dan hampir terhuyung jika saja orang itu tidak memegang bahunya.
Velin mendongak, mata cokelat Alfar yang pertama kali Velin lihat.
Alfar memicingkan matanya, "Lo nangis?" Itu bukan seperti pertanyaan melainkan pernyataan yang terlontar dari mulutnya.
Sesegara mungkin Velin menghapus jejak air matanya, "Enggak siapa yang nangis."
Alis Alfar naik sebelah lalu berdecak. "Nggak usah bohong."
"Siapa yang bohong!" elak Velin sekali lagi, dan tanpa memedulikan Alfar Velin melangkah hendak meninggalkan Alfar, kalau saja cowok itu tidak menahan tangannya.
"Lepas!" ucap Velin penuh penekanan. Namun, balasannya Alfar hanya menggeleng.
"Bisa nggak sih sehari aja kamu nggak ganggu!" kesal Velin sambil menatap tajam Alfar.
"Nggak." Jawaban singkat Alfar semakin membuat Velin kesal.
"Kenapa kamu nggak ganggu Thalita aja. Perempuan yang kamu suka itu, kan sekarang dia ada disini."
Karena kekesalannya Velin tidak pikir panjang dengan perkataannya. Dan Velin menyesal saat wajah Alfar, yang tadinya menyebalkan berubah dengan raut sedih.
Pegangan tangan Alfar pun mengendur di tangan Velin.
"Sorry kalo lo sering ke ganggu karena gue." Melepaskan tangan Velin, Alfar hendak pergi jika saja Velin tidak menahannya, seperti yang Alfar lakukan tadi.
"Aku nggak bermaksud ngomong kayak gitu." Velin jadi merasa bersalah.
"Tadi lo minta gue ngelepasin tangan lo. Tapi sekarang lo yang pegang-pegang tangan gue, mau modus ya." Alfar menatap Velin jahil.
Kenapa mood Alfar bisa berubah seketika tadi sedih sekarang menyebalkan. Aneh.
"Apaan sih!" Velin kontan langsung melepaskan tangannya.
"Cuma karena lo ngomong nama itu terus gue jadi galau gitu." Alfar terkekeh, "Gue bukan cowok tipe kayak gitu."
Menarik tangan Velin kembali, Alfar berkata. "Mending lo ikut gue."
Dan tanpa mendengar jawaban Velin, Alfar sudah langsung menarik tangan Velin entah kemana.
Velin mengernyit saat Alfar membawanya ke taman sekolah. "Ngapain ke sini?"
Alfar menghela Velin menuju salah satu bangku taman. "Duduk," Kerutan halus di dahi Velin semakin banyak bingung dengan sikap Alfar.
Cowok itu duduk di sebelah Velin lalu bertanya ke pertanyaan tadi. "Kenapa lo nangis?"
Dan untuk kedua kalinya Velin mengulangi jawabannya. "Siapa yang nangis sih, aku nggak nangis."
Menghela napas, Alfar mencoba untuk tidak lagi membahas alasan Velin menangis.
"Thalita tadi di kantin bareng Devin ya?" Nada getir dari pertanyaan Alfar membuat Velin yakin kalau cowok itu masih menyukai Thalita.
"Iya," jawabnya dan Velin ingin mengatakan sesuatu yang mengganggunya dari tadi saat bertemu Thalita. Sebuah Kesalahpahaman.
"Kayaknya kamu salah paham sama Devin, Al."
Alfar yang sejak tadi hanya menatap lurus ke depan menoleh ke Velin. "Maksudnya?"
"Entah kenapa aku pikir Devin nerima Thalita bukan karena pengen balas dendam sama kamu." Alfar masih menatap Velin menunggu lanjutannya. "Tapi karena mereka saling suka."
Hati Velin terasa ada yang salah dengan ucapan terakhirnya sendiri. Velin seperti tidak rela mengatakan perkataan itu.
Velin yang masih bingung dengan dirinya lalu dikejutkan dengan suara tawa Alfar.
"Lo yang salah Vel. Devin nggak mungkin suka sama Thalita," ucap Alfar setelah mengendalikan tawanya. "Dia cuma suka sama lo."
Kemarin Rafael yang mengatakan—walaupun perkataannya tidak secara langsung tetapi Velin bisa menangkap arti tersirat—Rafael mengatakan seolah Devin mempunyai perasaan yang lebih padanya. Dan sekarang Alfar.
"Devin cuma suka sama lo, makanya gue deketin lo terus. Gue pengin ngeliat Devin cemburu. Tapi dia selalu bisa ngendaliin dirinya, seakan dia nggak kenapa-napa gue deketin lo."
Velin melotot mendengar penuturan Alfar, mungkin melihat Velin yang sedikit lagi makin kesal Alfar langsung melanjutkan lagi.
"Gue nggak akan ganggu lo lagi kok karena gue tau Devin pasti bakal lakuin sesuatu yang lebih lagi sama Thalita, untuk buat gue cemburu."
Velin merasa lega mendengar itu, jadi dia tidak pusing lagi kalau melihat Devin dan Alfar yang hampir berkelahi di depannya.
"Tapi gue boleh nggak jadi temen lo?" Perhatian Velin kembali sepenuhnya ke Alfar.
"Nggak." Jawab Velin singkat padat jelas.
Mata Alfar melebar, mungkin tidak akan menyangka dengan jawaban Velin. "Gue cuma minta lo jadi teman gue bukan pacar gue."
Velin ingin tertawa melihat ekspresi Alfar. "Aku bisa terima kamu temen aku tapi dengan satu syarat."
"Kenapa pake syarat-syaratin sih." Kesal Alfar, tapi tak ayal dia ingin tahu dengan syaratnya. "Emang syaratnya apa?"
"Aku cuma minta kamu nggak akan berantem lagi sama Devin."
Mata Alfar semakin melebar dengan syarat tidak masuk akal Velin. "Itu nggak mungkin Vel, gue sama Devin itu ibarat kucing sama anjing kalo disatuin dalam satu kandang nggak akan pernah bisa akur, yang ada berantem terus."
"Bisa kok, kalo kamu nggak mancing emosi Devin. Dan setiap saat Devin juga mancing emosi kamu, kamu cuma harus diam, nggak usah balas perkataan dia."
Penjelasan Velin semakin tidak masuk akal bagi Alfar. "Maksud lo, lo nyuruh gue ngalah sama Devin."
"Emang seharusnya kayak gitu kan? Kalian ini saudara seharusnya akur, walaupun saudara tiri," kata Velin.
Alfar mengerutkan alisnya. "Lo udah tau gue sama Devin itu saudara tiri?"
"Iya," Velin mengangguk. "Kalau kamu emang bener mau bertemen sama aku, kamu harus turutin syarat yang aku minta."
Velin mengulurkan tangannya, "jadi mau bertemen sama aku?"
"Kalau emang itu syarat agar gue bisa jadi temen lo, oke." Alfar menjabat tangan Velin. "Gue terima syarat lo."
"Kenapa kamu pengin jadi teman aku?" Velin bertanya belum melepaskan tangan mereka yang berjabatan.
"Mungkin karena lo beda lo itu polos, perempuan baik-baik, beda banget sama perempuan jaman sekarang." Velin hanya mengernyit mendengarnya. "Jarang kan cewek itu masih ngomong aku-kamu sama orang lain, padahal dia aja nggak kenal tapi ngomongnya aku-kamu."
Velin terkekeh dengan penjelasan Alfar yang lumayan panjang.
"Velin.
Atmosfer di antara mereka terhenti seketika saat suara seseorang memanggil namanya.
To Be Continue
(11-juni-2017)
●●●●
Jangan lupa di vote ya ☆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro