VML23: Thalita
MENOPANG dagunya di atas meja, Velin menunggu Devin di dalam kelasnya, kelas 5B. Jam istirahat sudah berbunyi 5 menit lalu. Namun, belum ada tanda-tanda Devin menjemputnya untuk pergi ke kantin bersama. Teman-teman kelasnya, sudah banyak yang berhamburan keluar kelas, tinggal Velin sendiri di kelas.
Velin mengalihkan matanya saat melihat kepala Devin yang melongok ke dalam kelas, lalu Devin memberi isyarat untuk keluar. Dengan senang, Velin langsung keluar kelas menghampiri Devin.
"Kamu kok lama banget..." ucapan Velin lantas terhenti kala melihat Devin yang berdiri di luar kelas bersama perempuan di sebelahnya.
"Dia siapa?" Velin bertanya dengan kening mengerut.
Perempuan itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Thalita."
Velin menatap Devin dan tangan perempuan itu yang terulur bergantian, kemudian Velin menerima uluran tangan dia, dan berkenalan. "Velin."
Velin melepaskan tangan perkenalan mereka lalu menatap Devin meminta penjelasan untuk kebingungannya.
"Thalita ini anak baru di kelas gue," jelas Devin.
Velin manggut-manggut mengerti.
"Ayo katanya mau ke kantin!" Devin menarik tangan Velin. Dan melupakan Thalita yang berdiri di sebelahnya. Jika saja tangan Velin tidak juga menarik tangan Thalita ikut, Devin benar-benar melupakan kehadiran Thalita.
Velin kira Devin akan melupakannya karena mempunyai teman baru ternyata tidak. Dan Velin tersenyum karena itu.
●●●●
Hampir setahun lebih sudah mereka bertiga berteman, tetapi Devin masih peduli padanya, malah Devin melupakan keberadaan Thalita, seakan hanya ada mereka berdua seperti hari-hari biasanya sebelum Thalita menjadi teman mereka.
Menunduk, Velin menatap kakinya yang dia goyangkan. Duduk di atas bangku taman, menunggu Devin membelikannya es krim bersama Thalita.
"Nih," suara Devin bertepatan dengan es krim yang disorongkan ke arahnya lantas membuat Velin mendongak lalu tersenyum dan menerima es krim tersebut.
"Makasih," gumam Velin.
Devin mengangguk sembari duduk di sebelah Velin.
Menyadari sesuatu Velin bertanya, "Mana Thalita?"
"Lagi beli es krim," jawab Devin tak acuh.
"Ish, maksudnya kenapa kamu nggak nungguin dia." Velin kesal dengan sikap cuek Devin.
"Kalo gue nungguin Thalita, nanti lo kelamaan nunggu es krimnya, Ve," balas Devin lagi.
Cemberut, Velin mengalihkan pandangan pada es krimnya. Lalu membukanya.
Tak lama Thalita kembali dengan mangkuk es krim di tangannya. Dan sudah mulai memakannya.
"Kamu lama banget?" tanya Velin kala Thalita sudah duduk disebelahnya.
"Tadi nggak ada kembalian, jadi dicari dulu deh," Jawab Thalita.
"Oh." Velin bergumam sembari tersenyum.
"Kamu mau?" Thalita menawarkan es krimnya yang entah kenapa terlihat enak dibandingkan punyanya yang hanya berasa cokelat. Es krim bewarna pink, dan tanpa pikir panjang Velin mengangguk.
Thalita menyendokkan es krimnya lalu menyodorkannnya kepada Velin. Belum sempat Velin menerima suapan es krim tersebut. Tiba-tiba tangan Devin melewati punggung Velin dan membuang sendok es krim milik Thalita.
Pupil mata Velin melebar menatap sendok yang sudah terjatuh di tanah. Tak terkecuali Thalita.
"Jangan itu rasa stroberi," Thalita menoleh pada Devin. "Jangan pernah lo kasih apapun yang ada stroberinya ke Veve. Dia alergi!"
Velin menoleh ke Devin, "Itu rasa stroberi?" Dengan polosnya Velin bertanya membuat Devin memutar matanya malas.
"Emang lo nggak liat warnanya?"
"Aku liat," ucap Velin. "Tapi nggak semua warna pink itu selalu rasa stroberi kan?"
"Dan setau gue semua es krim yang warnanya pink itu rasa stroberi," jelas Devin tidak mau kalah, "Nggak mungkin kan itu es krim rasa buah naga."
Ucapan terakhir Devin, dia berusaha bercanda. Tetapi sepertinya tidak lucu, Velin hanya mencebikkan bibirnya, merespon itu.
"Udah dong kok kalian berantem," lerai Thalita, "Tapi maaf ya Vel, aku nggak tau kamu alergi sama stroberi." Lanjut Thalita merasa bersalah, mencoba untuk tersenyum.
Velin balas tersenyum, "Nggak pa-pa kok, kan kamu nggak tau."
Entah kenapa Velin bisa melihat kesedihan di mata Thalita, yang Velin tidak tahu arti dari kesedihan tersebut. Karena sendok es krimnya yang terjatuh atau ada hal lain.
●●●●
Hari Velin lulus SD tinggal beberapa minggu lagi. Velin akan masuk ke jenjang yang lebih tinggi, sekolah menengah pertama. Dan Velin berencana akan satu sekolah dengan Devin.
"Lo nanti masuk SMP di sekolah gue kan?"
Velin yang hendak membuka pintu gerbang rumahnya, menoleh ke arah Devin yang sedang tersenyum ke arahnya. Lalu Velin mengangguk.
"Iya, kata Bunda gitu." Velin balas tersenyum.
Velin memanggil satpam rumahnya untuk membukakkan pintu gerbang yang ternyata terkunci dari dalam. Saat pintu gerbang terbuka, Velin dan Devin memasuki halaman rumah.
Velin mengernyit ketika melihat mobil yang Velin tahu benar siapa pemiliknya.
"Ada Om Bagas!" Velin memekik lalu berlari ke dalam rumahnya. Devin pun mengikuti Velin dengan jalan santai.
Velin berhenti berlari, dan mematung seketika melihat pemandangan di depannya. Bagas sedang memarahi Vier. Dan keadaan Vier sangat mengenaskan, tangan kanan Vier di gips dan wajahnya babak belur.
Sudah dua minggu Velin tidak melihat Vier karena kakaknya itu memilih tinggal di apartemen agar lebih dekat dengan kampusnya.
Devin sudah berdiri di sebelah Velin dan juga sedang melihat keadaan yang berada di depannya.
"KAMU MEMPERMALUKAN KELUARGA DENGAN IKUT BALAPAN LIAR VIER!" Suara Bagas yang menggelegar mampu membuat tubuh Velin semakin kaku untuk bergerak. Belum pernah Velin lihat Om-nya semarah itu.
Dan kata-kata Bagas membuat Velin terkejut. Sejak kapan Kakaknya mengikuti hal seperti itu, Kak Vier selalu patuh terhadap Bunda. Apapun kata-kata Bunda Vier akan melakukannya.
Belum sempat Velin berkedip, tangan Bagas melayang ke pipi Vier, menampar sangat keras, menimbulkan suara yang memekakan telinga.
Tanpa bisa ditahan Velin menangis melihat kejadian itu lalu berlari menghampiri Vier, menghalangi Bagas untuk berbuat sesuatu lagi.
"Jangan lakuin itu om," Velin sesegukan menatap Bagas.
Bagas dan Shinta terkejut dengan kedatangan Velin yang tiba-tiba.
"Velin ke atas ya sayang, ke kamar kamu." Mata Bagas melembut memandang Velin.
Velin menggeleng kuat-kuat, "Nggak, Velin nggak mau!" Lalu Velin menoleh ke arah Bundanya, dan melihat mata Shinta yang sembab.
"Velin ke atas ya." Suara lembut ibunya dan tatapan sendunya membuat Velin tertegun, dia tidak tega untuk menolak ucapan ibunya itu.
"Devin bawa Velin ke atas ya." Devin yang mematung seketika tersadar mendengar perintah ibu Velin itu.
Devin mengangguk, "Iya, bunda. Devin berjalan ke arah Velin menggenggam tangannya membawa Velin ke atas ke kamarnya.
"Perusahaan kita hampir bangkrut Vier, banyak perusahaan yang menolak bekerja sama dengan kita karena perbuatan kamu, dan beritanya telah menyebar kemana pun, berita tentang tertangkapnya kamu karena ikut balap liar."
Velin masih bisa mendengar perkataan Bagas, dan semakin tidak bisa menahan tangisnya. Perusahaan yang papa-nya bangun selama bertahun-tahun hampir bangkrut hanya karena perbuatan Kak Vier.
●●●●
Kakinya terdorong menggerakkan ayunan yang sedang Velin duduki di taman belakang rumahnya. Velin masih memikirkan pembicaraan om dan kakaknya itu. Dan satu-satunya cara agar perusahaan papanya tidak bangkrut adalah dengan membuat pemberitaan tentang kak Vier berhenti. Tapi bagaimana caranya Velin saja tidak mengerti dengan itu semua.
Seruan seseorang membuat Velin tersadar dan mendongak melihat Thalita sedang tersenyum ke arahnya.
Lalu perempuan itu juga ikut duduk di ayunan sebelah Velin.
"Lagi mikiran apa sih?" tanya Thalita. "Pemberitaan Kak Vier ya?"
Velin mengangguk lemah.
"Maaf Vel," Permohonan maaf Thalita yang mendadak membuat Velin mengernyit. "Sebenarnya aku bisa aja bantuin kamu karena Papa aku punya wewenang untuk berhentiin pemberitaan itu."
"Kamu bisa bantuin aku?" Balasan dari pertanyaan Velin Thalita mengangguk.
"Iya, aku bisa bantuin kamu. Tapi boleh nggak aku minta sesuatu dari kamu," ucap Thalita menjadi gugup.
"Apapun Thal, asalkan kamu bantuin aku." Balas Velin cepat.
"Aku cuma mau kamu tinggalin Devin."
Mendengar permintaan Thalita, Velin tertegun, Velin tidak percaya Thalita akan meminta hal seperti itu. memintanya meninggalkan Devin.
"Aku suka sama Devin, Vel," kata Thalita tangannya saling memilin. "Tapi setiap ada kamu Devin cuek banget sama aku."
Melihat Velin yang hanya diam Thalita bertanya kembali. "Kamu mau Vel?"
Apa Velin bisa melakukannya? Tapi Velin memang harus melakukannya ini demi Bundanya. Dia tidak mau melihat Bundanya yang terus bersedih. Lalu dengan perasaan berkecamuk Velin mengangguk, mengiyakan.
"Serius?!" Thalita hampir memekik kesenangan. "Janji Vel?" Thalita menyodorkan kelingkingnya.
Veve harus Janji nggak akan ninggalin Devin
Janji lo nggak akan ninggalin gue sendiri, Ve
Janji lo akan selalu di samping gue, Ve
Menatap kelingking Thalita, Velin jadi teringat janjinya dengan Devin tapi dia harus melakukan ini. Tangan Velin gemetaran saat mengaitkan kelingkingnya. Maaf Devin. "Janji,"
Thalita tersenyum senang. "Makasih Vel, aku janji juga akan bantuin kamu."
Velin tersenyum getir. Dia sudah memutuskan untuk ikut ibu dan kakaknya tinggal di Singapura. Walaupun Lisa, ibu Devin menyuruhnya untuk tinggal di Indonesia bersama dengannya.
To Be Continue
(7 Juni 2017)
●●●●
Setelah dibaca jangan lupa vote ya :))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro