VML22: Masa Lalu
KEBISINGAN dalam kelas sama sekali tidak bisa mencairkan ketegangan yang menggantung antara Devin dan Rafael yang sedang duduk berhadapan. Kelas Devin dan Eza sedang free class saat ini, karena Bu Ratih--Guru Matematika sedang ditugaskan untuk mengikuti acara yang di adakan dinas pendidikan.
"Jadi lo beneran nembak dia?" Untuk kesekian kalinya Devin bertanya pertanyaan yang sama pada Rafael.
Dan Rafael sekali lagi mengangguk, "Iya."
Tangan Devin terkepal, dia berusaha untuk tidak menonjok Rafael sekarang karena emosi yang menguasai dirinya. Jadi benar dugaan Devin kemarin, kalau Rafael akan mengatakan perasaannya pada Velin.
"Kenapa harus Velin yang lo suka?" Devin bertanya kembali. Tetapi, sekarang suaranya terdengar lebih tenang.
"Karena dia beda," jawab Rafael dengan santai, "lagian Dev bukannya dalam pertemanan kita nggak ada larangan untuk menyukai perempuan yang sama."
"Iya tapi kenapa harus sahabat gue?!" Devin bangkit berdiri lalu menggebrak meja. Devin tidak bisa lagi menahan emosi.
Semua teman kelasnya langsung menatap penasaran ke arah bangku tempat Devin berkumpul dengan ketiga temannya. Tetapi, hanya sebentar karena mereka langsung mendapat pelototan dari Farel.
"Kenapa lo harus marah, bukannya Velin itu cuma sahabat lo?" Eza bertanya lalu menarik Devin untuk kembali duduk. "Kecuali kalo emang lo cinta juga sama Velin."
Devin terdiam, tampak enggan menjawab.
"Akui ajalah Dev kalo lo cinta sama Velin." Sekarang Farel ikut menimpali dengan wajah jahilnya. "Lagian ya, nggak akan ada yang berani ngebuat berita tentang lo contohnya kayak gini 'Devin cowok playboy di SMA Nusa Garaksa, berhenti menjadi playboy karena hatinya telah jatuh ke dalam pelukan sahabatnya sendiri'."
Eza melempar pensil ke arah Farel, "Bego."
Farel merengut kesal sembari mengusap kepalanya yang terkena lemparan pensil dari Eza. "Sakit bodoh, gue nggak suka sama suasana tegang kayak gini. Dibawa santai aja kali."
Devin masih terdiam terlalu larut dalam pikirannya.
"Tenang aja Dev, Velin nggak nerima pernyataan cinta gue kok, lagian juga gue nggak akan maksa dia buat cinta sama gue," Rafael tersenyum misterius. "Karena gue tau perasaan dia buat siapa."
"Maksud lo?" kening Devin mengernyit.
"Nanti juga lo tau sendiri," balas Rafael dengan santainya yang semakin membuat Devin penasaran.
Ketukan pintu kelas, membuat obrolan mereka terhenti. Lalu langkah Bu Nisa--wali kelas Devin-- memasuki kelas.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Nisa.
Dan anak-anak kelas serempak membalas, "Pagi Bu."
Bu Nisa memerhatikan setiap sudut dalam kelas. Lalu mata Bu Nisa berhenti di tempat duduk di depan Devin dan Eza.
"Rafael, Farel ngapain kalian disini?!" Bu Nisa menatap mereka berdua tajam.
Mereka berdua tergagap untuk menjawab. Dan sebelum mereka berdua ingin mengeluarkan jawabannya. Suara menggelegar Bu Nisa mengisi dalam kelas.
"KELUAR KALIAN BERDUA DARI KELAS SAYA!"
Devin dan Eza hanya bisa menahan tawa melihat kedua temannya yang kelabakan dengan terburu-buru keluar kelas. Tetapi baru sampai dekat pintu mereka berdua menoleh menatap Devin dengan horror. Mulut Farel terbuka seperti mengatakan sesuatu. Namun, Devin tidak mengerti dengan isyarat Farel, dan Devin pun hanya menggeleng.
"Ngapain kalian masih disini?!" Suara Bu Nisa kembali menggerakkan mereka berdua keluar kelas.
Devin masih bertanya-tanya apa yang coba Farel katakan padanya. Tetapi akhirnya mengendikkan bahunya tak acuh.
"Anak-anak kalian akan mendapat teman baru."
Kebisingan kembali menyelimuti suasana diam yang tadi tercipta. Anak-anak mulai berbisik-bisik siapa anak baru tersebut.
"Ayo masuk nak," Suara Bu Nisa yang mempersilahkan anak baru tersebut terdengar.
Kebisingan tadi redup seketika saat langkah kaki perempuan memasuki kelas. Devin mengamati perempuan itu dari samping, tapi kala perempuan itu berbalik menghadap ke depan. Mata Devin terbelalak melihat orang yang berdiri di depan kelas.
Devin yakin ekspresi Eza juga tidak jauh darinya, tidak percaya. Perempuan itu menoleh ke arahnya lalu tersenyum.
Devin berusaha untuk mengubur semua kenangan masa lalunya, kenangan perceraian orang tuanya. Kenangan saat Velin meninggalkannya. Namun, saat melihat perempuan ini, semua kenangan tersebut menguar keluar.
●●●●
"Lo ingat nggak Vel?"
Velin dan Keisha sedang berjalan di koridor menuju kantin. Sepanjang jalan Keisha sama sekali tidak berhenti mengoceh, membahas anak musik lah, anak eskul karate, dan banyak lagi. Membuat Velin bosan mendengarnya.
"Ingat apa?" tanya Velin tidak menoleh.
"Itu lho tentang Devin sama Alfar yang lo tanyain ke gue," ucap Keisha menggebu-gebu. "Perempuan yang berhasil ngebuat Devin sama Alfar jadi musuh, tapi yang gue nggak tau namanya."
"Iya ingat." Velin mengangguk, "Emang kenapa?" Velin sudah tahu siapa perempuan itu. Tetapi, Velin berusaha menampilkan raut biasa saja.
"Perempuan itu pindah ke sekolah ini Vel."
Kaki Velin terhenti tiba-tiba. Velin sangat terkejut dengan informasi dadakan itu.
"Dan perempuan itu mantan pertamanya Devin," ucap Keisha bersemangat, lalu tangan Keisha menangkup kedua pipinya sendiri. "Pasti dia cantik banget kan, dia berhasil ngebuat Devin jatuh cinta untuk pertama kalinya."
Keisha sama sekali tidak tahu kalau perempuan itu--jadi pacar Devin--hanya karena Devin ingin membalas dendamnya pada Alfar. Dan Velin membiarkan Keisha tidak tahu saja.
"Emang kamu tau darimana kalau perempuan itu pindah ke sini?" Velin bertanya lalu melanjutkan berjalan kembali.
"Ish lo mah, kudet banget," kesal Keisha. "Satu sekolah juga udah pada tau kali, dia itu satu kelas sama Devin."
Velin hanya manggut-manggut saja menanggapi, daripada Keisha makin marah-marah, nanti malah telinga Velin yang sakit.
"Dia beruntung banget ya, jadi mantan pertamanya Devin." Velin langsung menoleh dengan kening berkerut. "Tapi masih beruntung lo sih Vel. Lo sejak kecil udah kenal sama Devin." Keisha tersenyum ke arah Velin.
Velin balas tersenyum tetapi memilih tidak menjawab ucapan Keisha. Dia tidak tahu harus membalas apa.
Setibanya mereka di kantin, Velin mengedarkan pandangannya. Mencari tempat duduk.
"Penuh banget Kei," Velin tidak menemukan bangku kosong sama sekali.
Keisha juga ikut memerhatikan keadaan kantin. Tetapi nihil Keisha juga sama sekali tidak menemukan bangku kosong, semua bangku kantin penuh.
Pandangan Keisha berhenti di tempat duduk para cogan SMA Nusa Garaksa. Lalu seulas senyum jahil, terpampang di wajah Keisha.
"Vel gimana kalo kita duduk sama Devin dan temen-temen aja?"
Velin menoleh dengan horror, "Nggak ah, aku nggak mau."
Velin tidak mau mencari gara-gara dengan duduk bersama Devin dan teman-temannya. Devin pasti masih marah padanya, karena itu Velin menolak, sangat menolak.
Wajah jahil Keisha tergantikan dengan wajah bingung saat dia baru menyadari perempuan yang duduk di sebelah Devin. Perempuan itu membelakanginya, sehingga membuat Keisha tidak bisa melihat wajahnya.
"Vel," panggil Keisha.
"Apa sih Kei!" Sentak Velin Kesal,"aku udah bilang, aku nggak mau."
"Ih, lo jangan marah-marah dulu," kata Keisha, "itu perempuan siapa ya?"
Velin menengok ke arah Keisha, mengerut kening. Lalu Velin mengikuti pandangan mata Keisha. Kening Velin makin mengerut. Tapi, tanpa aba-aba Keisha langsung menarik tangan Velin menuju meja kantin Devin dan teman-temannya.
Keisha yakin jika perempuan itu adalah perempuan yang jadi bahan gosip satu sekolah. Perempuan yang baru saja dia bicarakan bersama Velin.
Velin berdiri tepat di samping meja kantin Devin dan kawan-kawannya, semua cowok yang berada di meja tersebut lantas langsung menoleh ke arah Velin dan Keisha yang berdiri di sebelahnya, termasuk perempuan yang membelakanginya.
Velin merasa waktu berhenti seketika. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Perempuan yang duduk di sebelah Devin? Dia?
To Be Continue
(3 Juni 2017)
●●●●
Divote ya my readers ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro