Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VML20: Cemburu

MELANGKAH masuk dalam kelas, Velin mengedarkan pandangan mencari sosok yang akan memberikannya informasi. Velin harus bertanya sesuatu dengan Keisha. Dari kemarin Velin masih memikirkan itu semua, memikirkan apa penyebab Devin dan Alfar saling membenci.

Tidak menemukan Keisha dalam kelas, Velin memutuskan menunggunya saja di tempat duduk. Menaruh tas di meja, Velin menenggelamkan wajah di lipatan tangannya.

Suara cempreng khas seseorang membuat Velin mendongak, menangkap Keisha sedang berjalan menuju bangkunya yang berada tepat di sampingnya.

"Kenapa lo?" tanya Keisha. "Tumben masih pagi udah dateng, biasanya juga lima menit sebelum bel."

Membalas sindiran Keisha, Velin memutar matanya malas. Bukan tanpa alasan Velin datang pagi hari ini, dia harus cepat mendapat jawaban tentang hal yang selalu mengusik pikirannya.

"Aku mau nanya sesuatu sama kamu?"

Alis Keisha menaut. "Tanya apa?" Seolah Keisha baru tersadar sesuatu, matanya melotot. "Astaga Vel! lo pasti mau nanya Pr Matematika kan? Gue belum ngerjain!"

Keisha kalang kabut seperti orang kesetanan, kebingungan. Mengeluarkan buku tulis Matematika sekaligus buku paketnya. Lalu membuka halaman buku dengan kasar.

Melihat Velin yang hanya termangu menatapnya, Keisha bertanya. "Kenapa lo diem aja, ayo ngerjain!"

Dan tanpa peduli pada Velin, Keisha melanjutkan mencorat-coret angka di buku tulis, tetapi ucapan Velin membuatnya terhenti.

"Aku udah selesai."

Keisha menoleh ke arah Velin dengan wajah bodoh. Velin ingin tertawa melihat ekspresi temannya itu.

"Lo udah selesai?" Tanya Keisha memastikan, anggukan kepala Velin membuat Keisha mengumpat beberapa kali.

Tawa Velin berderai tidak tahan mendengar umpatan Keisha.

Keisha mendengus, kemudian wajahnya berubah memohon. "Gue liat ya, plis...."

Menimbang-nimbang, akhirnya Velin mengangguk. "Oke," Membuat wajah Keisha langsung berbinar. "Tapi nanti, aku mau nanya sesuatu dulu sama kamu."

Tetapi lanjutan perkataan Velin membuat Keisha mendengus kembali.

"Nanya apa sih?"

Velin mengubah posisi duduk menghadap Keisha, wajahnya berubah serius. "Kamu tau alesan Devin sama Alfar saling benci?"

Keisha terkejut, tetapi berhasil menguasai diri. Mengetuk jari di dagu, Keisha tampak berpikir, selama beberapa menit barulah dia menjawab. "Kayaknya sih karena perempuan, itu yang gue tau sih."

"Hanya itu?" Anggukan kepala Keisha membuat Velin menghela napas pasrah. Jawaban Keisha masih belum bisa menghilangkan rasa penasarannya. Lalu Velin harus bertanya dengan siapa lagi.

Selama beberapa menit Velin terdiam memikirkan, seolah ada lampu di atas kepalanya membuat dia tahu harus bertanya dengan siapa lagi.

●●●●

Bel pulang sekolah berbunyi seluruh anak-anak keluar kelasnya masing-masing. Termasuk Devin diikuti Eza disampingnya.

Saat sudah hampir mendekati tangga turun, langkah Eza terhenti. Melihat Eza berhenti berjalan, Devin pun menghentikan langkahnya.

"Kenapa lo?" Devin bertanya.

"Itu Velin sama Rafael kan?" Eza balik bertanya. Tentu saja hal itu membuat alis Devin tertaut.

Devin mengikuti pandangan Eza. Di dekat tangga turun, Velin sedang berdiri dengan Rafael di depannya. Kerutan di kening Devin makin bertambah. Bingung.

Untuk apa perempuan itu ke atas?

Dengan langkah berderap Devin berjalan menghampiri Velin. "Vel, ngapain lo di sini?"

Ada raut terkejut di wajah Velin, meski sebentar. Tetapi tetap saja membuat Devin semakin curiga.

"Dev aku..."

Velin tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena Devin langsung memotong. "Gue kan nyuruh lo nunggu di bawah."

Seperti biasa Velin akan pulang dengannya. Tetapi kenapa perempuan itu harus ke atas? Biasanya juga Devin yang akan menjemput di kelas.

"Aku hari ini nggak pulang bareng kamu Dev."

Jawaban singkat Velin membuat Devin terperangah. Antara terkejut bercampur tidak percaya.

"Aku mau pergi sama Rafael, jadi hari ini aku nggak pulang bareng kamu ya, Dev," ucap Velin. "Nggak apa-apa kan?"

Apa dia bilang? Pergi? Pergi bareng Rafael? Devin mematung di tempat, mencerna perkataan Velin.

"Enggak pa-pa kan, Dev. Velin pergi sama gue? Ada sesuatu yang mau kita omongin berdua."

Suara Rafael menyadarkannya kembali, Devin menatap Rafael dan Velin bergantian. Rahangnya terkatup, ada sesuatu yang membakar dirinya hingga membuatnya emosi ditingkat paling atas.

Devin cemburu, ya cemburu. Entah kenapa Devin tidak suka dengan kata itu, hanya Velin yang bisa membuatnya seperti ini.

Padahal hari ini, hari bahagia untuk Devin, dia ingin mengatakan perasaannya pada Velin. Perasaan yang selama ini dipendamnya. Tetapi Devin urungkan, mungkin ini bukan saatnya.

Menghembuskan napas perlahan, Devin mengangguk. "Oke, kalo lo mau pergi bareng Rafael," ucap Devin pahit.

"Thanks, Dev," Rafael tersenyum. "Ayo, Vel." Rafael menggamit tangan Velin dan menggengamnya.

Adegan itu, tak urung mendapat perhatiaan Devin. Hatinya memberontak memintanya untuk melepaskan tangan Rafael yang menggenggam tangan Velin. Namun, Devin berusaha untuk tidak melakukan hal yang memalukan itu.

Sebelum mereka menuruni tangga, Velin menoleh kembali padanya dan tersenyum manis.

Devin tidak menyukai senyum Velin saat ini, seolah gadis itu sedang bahagia sedangkan dirinya disini meratapi keterpurukannya. Bahkan Velin tidak menyadiri balasan senyum yang dia berikan. Devin hanya tersenyum paksa.

"Dev!" Eza menepuk bahunya. "Lo nggak pa-pa?"

Devin menoleh. "Nggak pa-pa," jawab Devin singkat.

Eza tidak akan memaksa Devin bercerita. Ia memaklumi, sebenarnya cowok itu juga agak terkejut karena Velin ingin pergi dengan Rafael. Berbicara sesuatu? Memangnya apa yang harus dibicarakan.

●●●●

Berjalan menuju parkiran, kaki Devin melangkah dengan pikiran kosong, wajahnya terlihat murung, tanpa ada semangat sama sekali. Dadanya semakin sesak, dia tidak bisa membayangkan apa saja yang dilakukan Rafael dan Velin.

Sebenarnya apa yang mereka ingin bicarakan?

Pikiran Devin melayang jauh, teringat perkataan Rafael kepadanya saat pertama kali melihat Velin.

Kayaknya gue tertarik sama dia, Dev.

Devin terus mengulang kata-kata itu dalam otaknya. Satu kesimpulan membuat hati Devin bertambah tak karuan. Bagaimana kalau Rafael ingin menyatakan cintanya pada Velin? Bagaimana kalau Velin menerimanya?

Devin mulai menyalakan motornya, bersiap pulang. Dengan membawa hatinya yang terpuruk dan rasa sesak. Devin tidak tahu harus berbuat apa.

To Be Continue
  (26 Mei 2017)

●●●●

JANGAN LUPA DI VOTE ♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro