Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VML2: Bertemu kembali

SETELAH landing tadi, Velin terus-menerus berjalan bolak-balik sambil melirik jam biru di pergelangan tangannya. Dia tidak peduli pada orang-orang—yang berada di bandara—menatap aneh dirinya. Dia sudah tidak sabar melihat seseorang yang sudah hampir empat tahun dia tinggalkan. Tapi suara seseorang sejenak membuat Velin menghentikan acara jalannya itu.

"Bisa nggak sih, Vel, kamu berhenti jangan mondar-mandir kayak gitu. Kak Vier bosan melihatnya." Gerutuan Kak Vier, tak dihiraukan olehnya. Velin kembali menekuni kegiatannya tadi.

Jantung Velin semakin berdetak tak karuan karena tak sabar menunggu. Apa seperti ini rasanya menunggu seseorang yang sudah lama tak bertemu?

Acara jalan Velin seketika terhenti saat matanya menangkap sosok yang ditunggunya.

Langkah kaki cowok itu semakin mendekat dengan wanita paruh baya di sebelahnya. Seiring langkah cowok itu jantung Velin semakin tak karuan berdegupnya, seolah-olah ingin keluar dari rongga.

Orang itu berhenti tepat di depan Velin membuat dirinya terpaksa mendongak karena Velin hanya setinggi dadanya.

Dirinya sudah tidak bisa menyembunyikan senyumnya lagi, Velin bergerak mendekat, sejurus kemudian Velin memeluk Devin. "Aku kangen banget sama kamu, Devin."

Cowok itu, Devin hanya bergeming, sama sekali tidak ada niat untuk membalas pelukan Velin. Dia hanya diam menunggu Velin melepaskan pelukan. Tanpa peduli pada pernyataan rindu Velin padanya.

Karena tidak ada respon dari ucapannya, terpaksa membuat Velin melepaskan pelukan, mengangkat wajah menatap Devin.

"Hai...Velin." Sapaan dan juga sebutan panggilan itu membuat semua terperangah. Vier, orang yang tidak pernah suka melihat kedekatan Velin dan Devin tidak percaya dengan panggilan Devin pada adiknya.

Apalagi Velin, matanya melebar mendengar Devin memanggilnya seperti itu apa dia tidak salah dengar? Sejak kapan Devin memanggilnya dengan sebutan Velin? Veve, kenapa bukan panggilan itu? Dan seketika ada rasa pahit yang menjalari diri Velin membentuk rasa sesak di dadanya.

"Velin?" Akhirnya Velin bisa mengendalikan diri untuk terlihat biasa saja. "Bukannya..."

Semua kalimat Velin yang sudah terbentuk untuk menanyakan panggilan itu, tapi terpotong oleh perkataan Devin.

"Itu nama lo kan?" tanya Devin santai. Namun siapapun pasti mendengar nada sinis yang tersirat di dalamnya. "Jadi gue nggak salah dong, manggil lo dengan sebutan itu."

"Dev..." Lisa, ibunya menepuk pundak Devin seolah kebingungan dengan sikap dingin Devin pada Velin.

"Mending kita langsung pulang aja, pasti capek kan? Kalian kan butuh istirahat." Perkataan Devin yang menyela ucapan ibunya, membuat semua kembali terdiam.

●●●●

"Apa ada sesuatu yang lo sembunyiin dari gue?"

Itu pertanyaan terakhir yang Velin ingin dengar dari mulut sahabatnya, Devin. Velin benar-benar tidak bisa menjawabnya.

Di sini, di taman belakang rumahnya, setelah pulang dari bandara. Velin belum istirahat sama sekali, karena Devin memintanya untuk berbicara berdua. Duduk di ayunan yang hanya Velin gerakan dengan kakinya, lalu menoleh pada Devin yang sedang tidak membalas tatapannya.

"Maksud kamu apa sih?" tanya Velin balik berusaha menutupi rasa gugupnya mendengar pertanyaan itu.

Devin menghela napas, menerawang ke arah depan. "Gue cuma nggak mau lo nutupin sesuatu dari gue Vel..." Devin menoleh kearahnya. "Lo udah janji nggak akan bohong ataupun nutupin sesuatu dari gue."

Velin terdiam menatap mata hitam Devin yang tersirat kesedihan. Semua janjinya pada Devin masih sangat Velin ingat, tapi semua janji itu Velin ingkari.

Pintu kamar terbuka, membuat Velin tersentak kaget seraya menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya. Ia menatap seseorang yang sedang berdiri di ambang pintu.

Mati

Orang itu melangkah pelan-pelan mendekati Velin. "Apa yang lo sembunyiin di belakang punggung lo itu, Ve?"

Velin menelan ludahnya, gugup. "Ehmm ... Nggak ada."

Devin memicingkan matanya curiga.

Velin menghela napas. "Maaf Dev, aku nggak sengaja ngerusaknya," ucap Velin seraya memberikan Stick PSP yang terjatuh dari atas meja karenanya, sambil menunduk takut.

Velin pasti akan mendapat amarahnya Devin sekarang. Perlahan Velin mendongak menatap Devin.

Ternyata Velin salah.

Devin malah tersenyum, dan mengambil stick PSP tersebut lalu meletakannya di meja. "Nggak pa-pa, gue nggak marah kok, seenggaknya lo udah jujur. Nggak bohong ke gue." ucap Devin santai sedangkan Velin melongo seperti orang bodoh.

"Gue seneng lo jujur sama gue Ve, gue harap lo akan selalu kayak gini?"

Devin menyodorkan kelingkingnya. "Janji?"

Velin mengaitkan kelingkingnya dengan senang hati. "Janji."

Janji. Janji. Janji

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang seperti kaset rusak di kepalanya. Velin ingin menarik kata-katanya saat dia mengucapkan janji-janjinya kepada orang lain tapi dia tau dia tidak bisa. Velin berusaha mengendalikan rasa pusing yang mendadak menyergapinya.

Velin menatap Devin yang berada di sampingnya sembari tersenyum kecil. "Aku inget, janji itu kok, Dev."

"Bagus kalo lo inget," ucap Devin seraya bersedekap dan matanya menatap lurus ke depan. "Lo tahu, orang yang ngelanggar janjinya itu, biasa disebut dengan PEMBOHONG."

Berdiri, Devin menoleh ke arah Velin, kedua tangannya bergerak masuk ke dalam saku celana. "Gue harap lo nggak ngelanggar janji lo itu..." Velin mendongak, mata cokelat Velin bertemu dengan mata hitam milik Devin.

Devin melanjutkan kata-katanya yang membuat hati Velin menohok. "Karena gue benci sama PEMBOHONG."

Velin hanya terdiam di tempat tidak bisa berbicara apa-apa. Devin melirik Velin sekilas lalu melangkah meninggalkan Velin.

●●●●

Devin menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Ia masih mengingat tubuh Velin yang menegang karena pertanyaannya.

"Kenapa lo harus bohong sama gue Vel...." Matanya masih menatap langit-langit kamarnya. "Gue udah tau semuanya Vel, tapi kenapa lo masih nutupin fakta itu ... kenapa Vel? KENAPA?!"

Devin beringsut dari tidurnya lalu duduk menyila di ranjangnya. Gue akan nunggu lo buat jujur ke gue Vel, karena gue percaya, lo ga akan ngelanggar janji lo lagi. Batin Devin.

Devin yakin Velin akan menepati janjinya, walaupun dirinya masih bertanya-tanya, kenapa saat itu Velin meninggalkannya.

Pasti

Devin mengambil ponselnya yang berada di nakas, lalu mulai mengetik mengirimkan pesan ke teman-temannya.

Devin. K: Gue lagi males di rumah. Ke club yuk?

Farel. J: Lo gila Dev, besok sekolah kali.

Rafael. A: Lo kaya nggak tau die aja, Rel.

Eza. D: Lagi ada masalah lo ya? Cerita dong!

Rafael. A: Lo beneran lagi ada masalah Dev?

Devin. K.: Enggak ada, pada sok tau lo.

Farel. J: BOHONG

Eza. D: BOHONG (2)

Rafael. A: BOHONG (3)

●●●●

Gue benci sama PEMBOHONG

Velin terus memikirkan kata-kata Devin, Velin sekarang harus apa? Bagaimana kalau Devin tau, kalau dirinya menyembunyikan sesuatu darinya. Apa yang akan Devin lakukan kepadanya nanti? Velin tidak mau Devin membencinya. Tapi apa Devin masih belum tahu dengan fakta itu atau sudah mengetahuinya?

"Velin makanannya di makan dong jangan dianggurin aja."

Perkataan Bunda membuat Velin menyingkirkan pikiran yang menganggunya. "Maaf Bunda, nih Velin makan kok." Velin berucap sembari menyuap nasi ke mulutnya.

"Kamu nggak apa-apa sayang? Apa ada masalah?" Suara Bunda terdengar sangat lembut, membuat Velin kembali bimbang.

Lagi, Velin mendongak menatap Bunda, Velin tidak ingin Bundanya tahu kalau ada sesuatu yang dia sembunyikan. "Nggak kok Bun, Velin nggak apa-apa."

Merasa diperhatikan Velin menoleh pada kakaknya. Dan Velin melihat raut curiga yang terlihat jelas di wajah Kak Vier. "Kamu lagi, nggak berantem sama Devin 'kan?"

"Enggak kok, Kak Vier sok tau," ucap Velin sinis, sebenarnya dia berusaha menutupi rasa gugupnya yang tiba-tiba saja datang. Kakaknya itu selalu tahu isi kepala Velin.

Vier hanya mengangkat alisnya, lalu mengangkat bahunya tak acuh.

Hanya ada keheningan yang melingkupi meja makan tersebut, semua terfokus pada makanannya masing-masing

Velin sudah selesai makan, ia menatap kakaknya dan Bundanya bergantian. "Velin udah selesai makan, Velin mau ke kamar."

Belum sempat Velin berdiri perintah Bundanya membuatnya kembali duduk. "Tunggu dulu! Bunda mau bicara sama kamu."

Velin mengernyitkan keningnya. "Mau ngomong apa Bunda?"

"Om Bagas udah daftarin sekolah kamu. Jadi otomatis besok kamu udah mulai sekolah. Satu sekolah sama Devin."

Perkataan terakhir Bundanya lantas membuat Velin memekik senang. "Bener Bunda, aku bakalan satu sekolah sama Devin?"

Bunda mengangguk membuat rasa bahagia Velin tidak bisa ditutupi lagi.

_______

Jangan lupa di vote ya
Thank you
Aping🐼

To Be Continue
           (05-01-17)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro