VML19: Penyebab benci?
HARI minggu. Hari libur yang biasanya digunakan Velin untuk bersantai, tanpa beban dengan pelajaran di sekolah. Waktu untuk Velin tidur tanpa diganggu dengan bunyi alarm pada jam wekernya.
Tetapi, harapan hanyalah harapan, saat dia masih bergelung di balik selimut. Devin, cowok itu membangunkan Velin secara paksa, menariknya dari alam mimpi. Seketika itu juga Velin merengut kesal, dan menolak untuk ikut lari pagi.
Ya, lari pagi. Devin membangunkannya hanya untuk mengajaknya lari pagi. Jika saja dia tidak menginap di rumah cowok itu, Velin pastikan Devin akan dia tarik sampai keluar kamar, lalu menutup pintu dengan kencang, tepat di depan wajahnya.
Dan di sinilah Velin sekarang, berada di taman perbatasan komplek perumahannya dengan komplek perumahan rumah Devin.
"Lo lama banget sih larinya!"
Mendengar itu, Velin lantas berhenti meneguk minuman di botol. Lalu menatap kesal ke arah cowok yang berdiri tidak jauh darinya.
"Aku tuh udah capek lari terus dari tadi. Kamu nggak ngerti banget sih, Dev," ucap Velin. Devin benar-benar kebangetan sudah memaksanya untuk berlari pagi, setelah itu memarahinya.
"Dih, kok lo jadi marah-marah," Alis Devin tertaut.
"Nggak tau ah, males aku sama kamu." Velin mencak-mencak sembari berjalan menuju salah satu bangku taman. Duduk disana.
Melihat Devin yang berjalan ke arahnya, Velin melengos malas kemudian ingin kembali meneguk minumannya. Namun, ternyata botolnya sudah kosong.
"Minuman lo habis?" Devin bertanya, ia sudah berdiri tepat di depan Velin.
Velin menunjukan botolnya ke arah Devin lalu mengangguk.
"Tunggu sini ya, gue beliin minuman dulu," kata Devin lalu berjalan menuju penjual minuman.
Belum lama Devin meninggalkannya. Sebuah tangan terulur dengan botol minuman di tangannya. Posisi Velin yang menunduk, terpaksa mendongak untuk melihat orang yang menyodorkan botol itu.
Bola mata cokelat yang pertama kali Velin lihat saat mendongak. Ia menatap orang itu tidak percaya, kenapa cowok itu bisa disini?!
Alfar tersenyum ke arah Velin masih dengan menyodorkan botol minum yang ada di tangannya.
●●●●
Devin memberikan uang sepuluh ribuan ke penjual minuman tersebut.
Saat berbalik, Devin langsung dikejutkan dengan tiga makhluk astral--alias sahabatnya. Dia menatap ketiga cowok itu dengan alis terangkat.
Sahabat Devin terkekeh melihat reaksi Devin kecuali Rafael dia hanya diam memerhatikan.
"Ngapain lo disini?" tanya Devin.
"Astaga, Dev." Farel menunjukan wajah konyolnya. "Ini tempat umum, siapa aja boleh kali kesini."
Devin memutar matanya malas. "Itu gue juga tau!"
"Lo jogging sendiri?" Eza bertanya.
Devin melirik ke arah cowok dengan rambut agak kecoklatan. "Enggak gue sama Velin."
"Dimana dia?" Devin kira yang akan bertanya seperti itu Farel. Tetapi malah Rafael yang bertanya.
"Lagi nungguin gue beli minum." Devin membalas tak acuh. Sejak mengantar Velin ke rumahnya, Rafael semakin terlihat menunjukkan ketertarikannya pada Velin.
Devin berjalan kembali menuju bangku yang Velin duduki, diikuti ketiga sahabatnya. Namun, ketika jarak Devin dan bangku yang membelakanginya sudah dekat. Dia berhenti melangkah.
Devin mengernyit melihat Velin tidak duduk sendiri, ada laki-laki yang duduk di sebelahnya.
"Vel?" Saat Devin memanggil, serentak cowok itu dan Velin menoleh. Tatapan tidak sukanya semakin terlihat jelas kala Devin melihat siapa yang duduk di samping Velin.
Velin berdiri lalu berjalan menghampiri Devin. "Kamu lama banget Dev, aku udah haus banget tau."
Pandangan Devin masih tertuju ke arah Alfar. Untuk apa cowok itu di sini?
Kemudian Devin mengalihkan perhatiannya kembali pada Velin, memberikan botol minuman yang dia beli tadi ke perempuan itu.
"Makasih Dev," Velin tersenyum pada Devin sebelum menoleh ke arah Alfar. "Devin udah beliin aku minum, Al jadi Minuman itu buat kamu aja."
Alfar tersenyum dia berjalan menghampiri Devin, Velin dan sahabat-sahabat cowok itu.
"Kemarin malem kenapa lo nggak dateng, Dev?" Alfar bertanya, berdiri di depan Devin dengan senyum miringnya.
"Itu bukan urusan lo." Devin menjawab tak peduli, dia tahu kalau Alfar sengaja mengatakan itu. Cowok itu pasti sangat ingin Velin mengetahui kegiatan yang setiap malam sabtu dia lakukan. Balapan.
"Gue tau itu bukan urusan gue, tapi nggak biasanya lo nolak--"
Ucapan Alfar langsung dipotong oleh Velin. "Nolak apa?"
Perhatian Alfar sekarang sepenuhnya ke arah Velin, kembali menunjukkan senyuman manisnya. "Emang lo nggak tau kalo Devin itu suka..."
Alfar sengaja menggantungkan kata-katanya, Devin tahu itu. Lelaki itu tersenyum miring melihat sekilas kepadanya.
"Apa yang nggak aku tahu? Aku tahu semua apa yang Devin suka," ucap Velin dengan keheranan.
"Itu nggak penting," ucap Devin cepat. Saat melihat Alfar ingin membuka mulutnya lagi.
"Itu penting, Velin harus tau apa yang lo sembunyiin dari dia," kata Alfar sambil tersenyum. Senyum yang membuat Devin ingin menonjok wajahnya sekarang.
"Apa yang kamu sembunyiin Dev?" Velin bertanya, dia semakin tidak mengerti apa yang mereka berdua bicarakan. Memangnya apa Devin sembunyikan darinya? Velin selalu tahu apapun yang Devin suka bahkan yang cowok itu lakukan.
Devin terlihat kebingungan untuk menjawab lalu dia menoleh ke arah ketiga temannya seperti meminta bantuan. Tetapi, teman-temannya hanya mengendikkan bahunya dengan wajah kebingungan juga.
"Lo bener-bener nggak tau ya, Vel." Alfar menunjukkan raut prihatin seolah-olah Velin harus dikasihanin. "Devin itu suka..."
"Lo banyak ngomong, bangsat!" Devin menarik kaus baju Alfar.
Ketiga teman Devin tersentak dan sontak langsung menarik Devin menjauh dari Alfar untuk tidak terbawa emosi.
Termasuk Velin dia tidak mengerti harus apa? Sebenarnya apa yang Devin sembunyikan? Kenapa Devin sangat membenci Alfar? Dan juga kenapa Alfar terlihat sangat membenci Devin?
Semua pertanyaan itu sedikit terlupakan karena Devin menarik tangannya. Lalu berjalan meninggalkan Alfar di sana.
●●●●
Berdiri di balkon kamar ruang tamu rumah Devin. Velin menatap ke matahari yang terlihat silau karena sinarnya. Siang hari seperti ini seharusnya, Velin habiskan dengan meminum es jus tetapi entah kenapa pikirannya sekarang tidak memikirkan enaknya meminum itu.
Pikirannya masih melayang ke kejadian tadi. Velin tidak tahu alasan yang membuat mereka saling membenci seperti itu. Pasti dari setiap kejadian itu ada sebabnya kan? Dan yang Velin pikirkan sekarang apa penyebab Devin membenci Alfar lalu penyebab Alfar membenci Devin.
"Lo nggak makan?" Velin terkejut mendengar suara itu lalu menoleh ke belakang.
Melihat Devin bersandar di dekat pintu penghubung kamar dengan balkon, dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celananya.
"Sejak kapan kamu disitu?" Velin bertanya, sesudah mengatasi ketekejutannya.
"Sejak ngeliat lo ngelamun?" Devin menjawab, "Lo mikirin apa?"
"Aku nggak mikirin apa-apa?" Velin mengalihkan pandangannya dari Devin ke arah bawah balkon yang langsung menunjukkan kolam renang.
"Lo lagi nggak mikirin ucapan Alfar kan?" tanya Devin. "Gue kan udah bilang Vel, jangan mikirin soal itu."
Velin membalikkan kembali tubuhnya menghadap Devin. "Aku nggak mikirin ucapan dia. Tapi emang apa yang kamu sembunyiin dari aku Dev?"
"Nggak ada yang gue sembunyiin dari lo, Vel." Devin berjalan mendekati Velin, memegang bahu perempuan itu. "Lo lebih percaya dengan ucapan Alfar dibandingkan ucapan gue."
Velin menggeleng dengan cepat.
"Kalo gitu jangan dipikirin," ucap Devin sembari tersenyum.
Velin mengangguk, walaupun dia masih penasaran. Tetapi Velin tidak akan membiarkan dirinya mati penasaran karena tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu dia akan mencari tahu sendiri.
To Be Continue
(19 Mei 2017)
●●●●
Maaf ya karena ada kata-kata kasar. Semoga di part ini nggak membosankan:)
Dan jangan lupa vote dan comment ya :))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro