VML16: keterkejutan
"GUE capek Vel, ngejawab pertanyaan temen-temen kelas kita."
Velin menoleh pada Keisha dengan kesal. Perempuan itu sejak tadi tidak ada henti-hentinya membahas hal yang terjadi di kelas. Velin jadi pusing mendengarnya.
Karena Devin mengantarkan Velin sampai kelas. Kelasnya menjadi heboh. Banyak teman-temannya bertanya-tanya apa hubungan Velin dengan Devin? Velin pun hanya menjawab jika hubunganya dengan Devin sebatas sahabat kecil.
Tetapi sepertinya jawaban Velin tidak memuaskan teman-temannya. Dan mereka semua malah mengerumuni Keisha meminta penjelasan lebih, mendadak kelasnya berubah menjadi tempat wawancara.
"Vel, lo dengerin gue nggak sih dari tadi?" Keisha kesal karena Velin tidak merespon keluhannya.
"Aku dengerin kok, Kei."
"Kalau lo dengerin seharusnya lo kasih respon kek, jangan diem aja." Keisha cemberut.
Velin menghela napas, sabar. "Makanya kamu jangan bahas itu melulu dari tadi. Aku bosan dengarnya."
Sebelum kembali berbicara, Keisha memakan batagornya yang sejak tadi belum tersentuh olehnya. Cewek itu terlalu memikirkan masalah tadi sampai lupa jika dirinya ke kantin untuk makan.
"Tapi aneh banget tau nggak, soalnya nggak ada tuh sejarahnya Devin Kayden nganterin perempuan sampai kelas. Devin itu terkesan cuek dan nggak peduli sama pacar-pacar yang dulu. Gue nggak pernah liat dia nganterin perempuan sampai kelas, terkecuali lo," jelas Keisha panjang lebar.
Velin menatap keisha seolah kepala cewek itu terbelah menjadi dua. "Apaan sih Kei, mungkin Devin kayak gitu, karena aku udah dekat sama dia dari kecil. Jadi hal itu wajar aja sih."
"Wajar?" Keisha melihat Velin, tak percaya. "Devin nggak pernah kayak gitu sama perempuan manapun, Vel. Cuma lo, diperlakuin kayak gitu."
Velin baru ingin membalas perkataan keisha. Tetapi mendadak, meja kantin mereka dihampiri oleh tiga perempuan--sepertinya kakak kelas. Dan Velin mengenal salah satu dari ketiga perempuan itu. Nasha, pacar Devin yang pernah datang ke rumah Devin, saat dia ada disana.
Belum hilang kebingungan Velin melihat kakak kelasnya menghampiri mejanya. Tetapi, tepat saat itu satu tangan melayang, mendarat di pipinya. Mata Velin terbelalak karena terkejut.
Mulut Keisha terbuka lebar, ikut terkejut.
"Itu nggak cukup buat lo, karena tamparan gue nggak sesakit apa yang gue rasain," kata Nasha. Matanya menatap Velin tajam wajahnya penuh kemarahan yang siap meledak.
Bibir Velin terkatup rapat, dia mematung di tempatnya duduk.
"Lo ngebuat hubungan gue sama Devin berakhir. Karena lo Devin putusin gue!" ucap Nasha semakin emosi.
Kejadian itu serta merta membuat mereka menjadi pusat perhatian, semua orang yang berada di kantin melihat ke arah mereka.
Keisha tersadar, dari keterkejutannya lalu bangkit berdiri, menghadap Nasha. "Maksud Kakak apaan nampar teman saya. Emang Kakak ada bukti kalau Velin yang ngebuat Kakak diputusin sama Kak Devin."
Nasha melotot, mendengar nada menantang adik kelasnya ini. "lo nggak usah ikut campur. Gue bukan ma-"
"Kita putus itu nggak ada sangkut pautnya sama Velin." Nada dingin, itu terasa. Memotong perkataan Nasha.
Semua mata menoleh. Di sana Devin berdiri dengan tatapan tajam. Di samping kiri-kanan, ketiga temannya berdiri bersama Devin.
Devin menghampiri Nasha, Nasha jadi ketakutan mendapat tatapan tajam Devin yang tidak lepas melihatnya. Nyalinya seketika menciut melihat kedatangan Devin yang tiba-tiba.
"Gue yang mutusin lo seharusnya lo marahnya sama gue. Bukan sama sahabat gue, apalagi lo sampai nampar dia. Dia nggak ada hubungannya dengan gue mutusin lo."
"Tapi, Dev..."
"Cukup Sha," Devin kembali memotong ucapan Nasha. "Gue nggak mau dengerin alasan lo lagi. Sekali lagi, lo nyakitin sahabat gue, gue nggak segan-segan buat nyakitin lo balik."
Semua orang di kantin terperangah dengan ucapan Devin yang tersirat ancaman tersebut. Semua merasa sisi lain di diri Devin, termasuk teman-temannya Devin. Belum pernah Devin terkesan sangat peduli dengan perempuan sampai seperti itu. Kali ini, Devin terlihat berbeda.
Nasha menatap Devin dengan wajah memerah menahan emosi sekaligus malu. Tanpa berkata-kata lagi, Nasha meninggalkan kantin bersama dua temannya.
Orang-orang yang sejak tadi memerhatikan drama tersebut pun kembali ke aktivitas-nya masing-masing. Tidak membahas hal yang terjadi tadi.
Devin duduk di samping Velin yang hanya menunduk sembari memegang pipi kirinya. Devin tahu Velin pasti sangat shock di perlakukan seperti itu. Velin tidak pernah menerima kekerasan apapun dalam hidupnya.
Tangan Devin terulur, menaruh tangannya tepat di atas tangan kiri Velin di pipinya. "Sakit?" Tanyanya, khawatir.
Velin mendongak menatap Devin. Bibirnya tertutup rapat. Melihat Velin seperti itu. Entah kenapa membuat hati Devin seperti tercubit. Devin tidak tahu apa yang merasukinya, sehingga menarik Velin ke pelukan.
Gerakan Devin yang tiba-tiba membuat semua penghuni kantin lantas melihat ke arah mereka berdua. Lagi-lagi dibuat tercengang.
Devin bisa merasakan tubuh Velin yang menegang karena dipeluk tiba-tiba.
"Sorry, karena gue, pipi lo harus kena tamparan cewek itu." Devin berbicara pelan di telinga Velin.
Teman-teman Devin yang duduk di depan Devin dan Velin, hanya melongo melihat Devin yang sangat terlihat berbeda dengan perempuan. Termasuk Keisha.
"Anjir, sahabat rasa pacar."
Celetukan itu lantas membuat semua mata di meja tersebut menoleh ke arah orang menceletuk itu. Farel. Bahkan Devin sudah melepaskan pelukannya.
"Apa?" Tanya Farel dengan wajah polosnya ditatap seperti itu.
"Najis lo alay."
"Jijik gue dengernya, Rel."
"Alay banget sih anaknya pak santoso."
Sahut-sahutan itu membuat Velin tidak bisa menahan tawa gelinya. Sejenak, membuatnya melupakan kejadian tadi.
Keisha juga sudah ikut tertawa. Dia tidak menyangka cowok-cowok yang duduk di hadapannya ternyata cowok humoris, Dia kira mereka cuma cowok populer yang sering bergonta-ganti perempuan.
●●●●
"Udah di angkat?" tanya Devin pada Velin yang sedang menempelkan ponsel ditelinganya. Menelpon kakaknya.
Velin menatap ponselnya, Devin bisa tahu dari rautnya kalau kakaknya Velin itu tidak mengangkat telepon.
"Halo kak," sahut Velin. Sepertinya Vier sudah mengangkat ponselnya.
"Jadi kan kakak jemput Velin?" Velin bertanya, Devin hanya diam memerhatikan.
Wajah Velin berubah muram, cewek itu cemberut sambil berkata. "Ihh, tuhkan nggak jadi lagi. Udah janji juga mau jemput!"
Velin marah-marah, Devin jadi ingin tertawa melihat wajah Velin, yang malah terlihat lucu dengan mencebikkan bibirnya seperti itu.
"Iya, Ravier aku pulang bareng Devin aja!"
Devin tidak bisa lagi menahan tawanya, mendengar panggilan itu. Devin tahu jika Velin sudah memanggil kakaknya seperti tadi, pasti perempuan itu sudah sangat marah.
Velin mematikan teleponnya, lalu menoleh ke arahnya. "Kenapa ketawa?"
Devin berdehem, berusaha menghilangkan sisa tawanya. Lalu hanya menggeleng. Itu semakin membuat mood Velin menjadi buruk
Devin tersenyum melihat mimik wajah Velin, merangkul bahu perempuan itu. "Udah jangan cemberut gitu."
Velin menyingkirkan tangan Devin, dibahunya. Dia masih kesal.
Devin mengendikkan bahunya. "Gue ngambil mobil dulu ya di parkiran. Tunggu di sini aja."
Diam, Velin sama sekali tidak membalas ucapan Devin. Dia hanya berdiri di lobi. Menunggu Devin mengambil mobil.
Beberapa menit Devin baru pergi, mobil bewarna merah berhenti tepat di depannya berdiri. Velin mengerutkan kening melihat mobil itu. Sejak kapan Devin mengganti mobilnya.
Ketika kaca jendela mobil turun, terbuka. Barulah Velin tahu siapa pemilik mobil di depannya ini. Alfar, tersenyum manis dari dalam mobil.
"Lo mau pulang bareng gue?" Alfar menawarkan sembari menatap Velin lekat.
Velin merasa risih, ditatap seperti itu. Tetapi dengan sopan Velin menolak. "Nggak usah, Al, Aku pulang bareng Devin."
Wajah Alfar yang tadi cerah berubah muram. "Gitu ya, yaudah kalau lo mau pulang bareng Dia."
Sepertinya Alfar ingin mengatakan sesuatu, lagi. Namun, suara klakson--- yang sengaja dibunyikan berulang kali---berasal dari mobil di belakang Alfar, membuat dia mengurungkan niatnya.
Velin mengerlingkan matanya ke belakang mobil Alfar. Mobil Devin, cowok itu sepertinya sengaja membunyikan klakson berkali-kali.
Alfar memutar matanya malas, mendengar klakson tersebut tidak berhenti sedari tadi. Dia menoleh kembali ke Velin lalu tersenyum. Kaca mobilnya, perlahan naik, tertutup. Kemudian cowok itu mengemudikan mobilnya meninggalkan Velin, yang sedang memerhatikkannya.
Setelah Alfar pergi, barulah Velin berjalan menuju mobil Devin. Memanjat naik, saat Velin sudah duduk manis di kursinya. Devin bertanya.
"Alfar ngapain tadi?"
Ada nada tidak suka yang Velin bisa tangkap, tapi sepertinya itu hanya perasaannya saja.
"Dia cuma nawarin aku pulang bareng dia," jawab Velin.
"Yakin cuma nawarin pulang bareng doang?"
Mengangguk, Velin mengernyit bingung. Tak mengerti dengan sikap Devin yang berubah seketika hanya karena bertemu dengan Alfar
To Be Continue
(9 Mei 2017)
●●●●
Ayo divote ya makasih:)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro