11. Sahabat yang sesungguhnya.
Reya dan Meera sudah tiba di Jakarta, mereka berdua tahu setelah ini pasti akan ada rentetan pertanyaan yang muncul dari Arka, Celine, dan Candy. Meera meminta para geng PSK itu untuk datang ke apartement-nya.
Meera berbaring di sofa bed karena tubuhnya sudah terasa sangat lelah. Celine sedang memasak mie instan dan Candy serta Arka menemaninya di ruang keluarga. "Loe yakin udah nikah Meer ?" tanya Arka membuat Meera menatap Arka balik bertanya.
"Ya ! setidaknya sampai anak ini lahir." Meera mengusap perutnya lalu Celine pun datang dengan nampan makanan yang dia bawa.
"Cincin nikah loe mana ? trus lakik loe kaya mana wujudnya ?" tanya Celine.
"Mendingan kalian gak usah tanya-tanya pria itu deh," jawab Reya yang sepertinya masih kesal dengan Zyan. "Ganteng sih, tapi gak ada akhlak-nya." Lagi-lagi Reya masih sangat kesal.
"Hidup memang penuh kejutan ya," ujar Candy yang terlihat memikirkan sesuatu.
"Loe kenapa dah ?" tanya Celine menyikut Candy. Mereka semua tertawa melihat raut wajah Candy yang kesal.
Meera benar-benar bahagia memiliki sahabat seperti mereka, selalu ada tanpa Meera memintanya. Ponsel Meera bergetar dan dia melihat nomor asing tertera di layarnya. Awalnya Meera tidak ingin mengangkatnya, namun panggilan itu kembali berulang.
"Angkat aja Meer, siapa tahu itu lakik loe." Meera menoyor kepala Arka karena kesal dan dia malah mematikan ponselnya.
Tapi ternyata si penelpon menelpon nomor Reya, Fix itu adalah keluarga Zyan. Reya pun mengangkat telpon itu.
"Ya hallo," sapa Reya.
"Reya. Ini saya Zira, bisa saya berbicara dengan Meera ?" Reya melirik Meera dan berkata pelan kalau yang menelpon adalah Zira__ibu mertuanya.
"Oh iya, sebentar yang mulia Ratu." Celine terbatuk-batuk dengan sebutan Reya pada si penelpon.
"Ya hallo ibunda Ratu," jawab Meera.
"Jangan panggil saya seperti itu jika sedang tidak di istana. Panggil saja ibunda mulai saat ini ya." Meera menganguk meski Zira tidak bisa melihatnya.
Zira lalu mengatakan kalau dia dan Zyan akan ke Indonesia minggu depan, karena ada urusan dan juga ingin bersama-sama ke dokter melihat kondisi janin Meera. Meera sebenarnya tidak ingin bertemu dengan Zyan, tapi mau bagaimana lagi. Pria itu adalah ayah dari anaknya, dan Zira adalah neneknya.
Sambungan telpon berakhir dan seperti dugaan Meera para sahabatnya sudah siap mendengar apa yang dikatakan oleh Zira.
"Bukan apa-apa. Udah ah..gue mau tidur. Bye..," kata Meera lalu pergi menuju kamarnya.
Saat didalam kamar Meera baru teringat perihal cincin nikah yang dia kenakan saat ini. Meera menatapnya lama, lalu membuka cincin itu dan menyimpannya di laci meja rias.
*****
Pagi yang sangat membuat Meera kesal karena dia harus bolak-balik ke kamar mandi akibat mual di pagi hari. Dia menelpon Arka meminta pria itu datang untuk mengantarkannya ke kantor, karena dia sudah terlambat.
Arka yang melihat wajah pucat Meera melarangnya untuk bekerja, karena pasti tubuh Meera lelah akibat perjalanan yang jauh. Namun Meera yang keras kepala tidak mendengarkan Arka. Dia diantarkan Arka ke kantor lalu sahabatnya itu pergi menuju tempat kerjanya. Pegawai kantor mengira Arka adalah kekasih Meera atau mungkin suami Meera, karena Arka memang yang selalu mengantar dan menjemputnya.
Sesampainya di kantor Meera bertemu dengan Zia dan Via. Zia memeluk Meera di depan lobby kantor sehingga beberapa karyawan bertanya-tanya apa sebenarnya hubungan Meera dengan para pewaris Derson Group.
Meera jadi merasa sungkan karena Zia dan Via begitu memperhatikannya, bahkan siang ini mereka mengajak Meera untuk makan siang bersama. Namun Meera menolak karena sudah janji akan makan siang bersama Arka dan Celine.
****
"Meer, loe pucet banget loh," ujar Celine.
"Gue emang mual terus dari tadi. Gak tau kenapa, biasa juga gak gini."
"Kasian banget sih loe Meer." Arka menoyor kening Celine dan Meera tertawa.
"Nasib loe sendiri gimana non, itu skripsi udah kaya sinetron tersanjung gak kelar-kelar." Meera tertawa bersama dengan Arka. Lalu diluar café ada seorang pria yang menatap kearah mereka. Celine yang menyadari hal itu menyikut lengan Arka.
"Itu temen loe ? dari tadi liatin kesini mulu."
"Apa sih ! Liatin Meera kali," celetuk Arka dan Meera menoyor kening Arka. Pria itu lalu melihat ke sumber pembicaraan dan melihat memang itu adalah temannya. " Tunggu, tunggu...itu kan si Dimas," kata Celine lalu Meera ikut melihat arah pandang kedua sahabatnya. Tak mereka duga pria yang bernama Dimas itu mendekat ke meja makan mereka.
"Loe ngapain disini ?" Arka bertanya tanpa basa-basi membuat Celine tertawa dan Meera juga sama.
"Loe Dimas kan ? alumni PSK juga," suara Celine yang keras mengundang pandangan dari beberapa pengunjung café.
Meera membulatkan matanya sementara Dimas terlihat tidak enak. "Tadi gue lihat loe disini dan gue mau nyamperin aja sih, kan udah lama gak ketemu."
"Perasaan baru dua hari yang lalu gue ketemu loe di tempat tongkrongan," jawab Arka.
Dimas terlihat melirik Meera dan Celine menyadari sesuatu, dia langsung tersenyum-senyum sendiri. "Eh gue deluan ya, udah jam masuk kantor nih."
"Oke Meer, hati-hati loe." Meera mengangguk lalu pergi dari café itu untuk kembali ke kantornya.
Tersisa Celine dan Arka bersama pria yang masih saja betah menatap kepergian Meera.
"Loe suka ya sama Meera ?" tanya Celine membuat Arka terbatuk-batuk. Dimas yang ditanya hanya bisa tersenyum lalu ikut duduk di meja makan Celine dan Arka.
"Loe ngapain duduk disini ? kita udah mau balik."
"Ya elah Ka, sombong banget dah loe."
****
Meera yang baru duduk di kursi kerjanya melihat sebuah pesan masuk ke ponselnya.
Hai...ini aku Zyan.
Bagaimana keadaan mu ?
Meera mendengus tak suka lalu langsung menghapus pesan itu. Dia kembali fokus pada pekerjaanya hingga sekertarisnya mengetuk pintu. Meera menyuruhnya masuk dan Meera terkejut ada sebuah buket Bunga besar yang dibawa.
"Bu, ini ada buket bunga dan kue untuk ibu."
"Dari siapa?" tanya Meera bingung dan sekertarisnya memberikan kartu ucapan. Meera berterima kasih dan sekertarisnya keluar ruangan.
"Bumi," gumam Meera lalu menarik napas lelah.
Untuk apa pria ini mengirimkannya buket bunga? Meera menggelengkan kepala lalu kembali membaca email yang masuk.
Tbc...
Yuhu. ...masih ada yang membaca ini ?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro