6.Tak Sengaja
Jika berbagai cara sudah aku lakukan untuk menarik perhatianmu namun masih belum berhasil juga, aku harus apa lagi?
____________________________________
Setelah memasukkan motor ninja kesayangannya ke dalam garasi, Fero melangkahkan kaki panjangnya ke dalam rumah mungkin bukan rumah melainkan taman bermain para remaja yang kurang bahagia.
Gludak
Fero yang baru saja menutup pintu utama dari rumah ini, ia sudah dikejutkan oleh suara benda yang jatuh. Sungguh salam penyambutan yang mengharukan baginya.
Prangg
Brakk
Toengg
Kringgg
Takk
Terdengar suara yang sangat memekan telinga dan saling bersautan memenuhi sebuah ruang dapur.
Dengan segera Fero melangkahkan kakinya menuju dapur yang terletak paling belakang untuk memastikan suara apa saja yang sangat mengganggu ketenangan hidupnya ini.
Fero menatap tajam kedua adiknya yang sedang memegang peralatan dapur padahal disini sudah ada pembantu yang juga bertugas menjaga mereka, sebut saja bi Nana.
Jika kalian bertanya kemana mama Fero jawabannya adalah mama Fero sedang arisan, biasalah namanya juga ibu-ibu.
Bi Nana terlihat kualahan menghadapi kedua majikan kecilnya itu, namun ia terus mencoba melerai mereka dan mengemasi peralatan dapur yang mereka lempar begitu saja.
"Den Fero ini gimana cara lerai mereka?" bi Nana bertanya pada Fero.
"Gimana kejadian sebelum berantem?" bukannya menjawab Fero justru bertanya kepada bi Nana.
"Bibi juga nggak tau den, tiba-tiba aja mereka turun dari kamar terus lari ke dapur," ujar bi Nana menjelaskan apa adanya
"Berhenti!" ucap Fero tegas tak terbantahkan namun dengan nada yang dingin.
Dengan refleks keduanya menjatuhkan barang-barang yang mereka pegang di atas lantai yang dingin.
Prangg
"Eehh, kak Fero udah dateng ternyata," ucap Alden, adik Fero yang lahir dua tahun sesudahnya dengan artian ia sudah menginjak kelas tiga SMP.
Walaupun Alden sudah kelas tiga SMP namun sifat jahil dan kekanak-kanakannya masih belum juga pudar dari dirinya, meski begitu ia memiliki wajah yang tampan sama seperti Fero.
"Kenapa bisa begini? Kalian nggak kasian sama bi Nana yang harus beresin ini semua." ujar Fero tanpa menghiraukan ucapan Alden.
"Maaf," ucap mereka kompak.
"Ada apa?" tanya Fero lelah.
"Nggak ada apa-apa," jawab Rara singkat, adik Fero setelah Alden lahir.
Rara mengambil napas pendek kemudian ia melanjutkan berbicara. "Yaudah biar aku aja yang beresin ini semua, bi Nana istirahat aja ya." sambung Rara sambil memunguti barang-barang yang berserakan di lantai.
"Nggak usah non biar bibi aja yang beresin ini kan udah jadi pekerjaan bibi." tolak bi Nana secara halus.
"Yaudah kita beresin sama-sama aja ya bi." ajak Alden menimpali, karena ini semua tidak akan terjadi bila Alden tidak menuduh Rara sembarangan.
"Kakak tinggal ke kamar dulu ya," pamit Fero meninggalkan mereka bertiga.
Fero merebahkan tubuh lelahnya dalam kasur berukuran king size dan merentangkan kedua tangannya di sebelah kanan dan kiri.
Entah mengapa ia merasa hari ini adalah hari yang sangat melelahkan baginya. Entah karena kedua adiknya yang terus menerus bertengkar atau karena gadis itu.
Tunggu dulu, ia teringat tentang pembicaraan Daniel dan sahabatnya. Daniel bilang gadis yang melempari sepatu pada punggungnya bernama Vania.
"Bukannya Vania itu sahabat Daniel ya." Fero bertanya pada diri sendiri.
Ia juga teringat akan peristiwa ketika dia melempar sepatu Vania di atas pohon beringin yang bisa dibilang cukup tinggi. Kemudian ia mendengar Vania tidak mengenalinya.
Ini sungguh sangat mengejutkan baginya, bagaimana Vania tidak mengenalinya padahal Vania kan sahabat Daniel sedangkan Daniel juga sahabatnya. Daniel selalu menceritakan Vania pada dirinya akan tetapi ia tak pernah menanggapinya. Atau mungkin Daniel tak pernah menceritakan dirinya pada Vania sebab itulah Vania tak mengenali dirinya.
Tapi Vania kan mempunyai tiga sahabat, entahlah ia pun semakin bingung dibuatnya. Lalu mengapa ia memikirkan tentang Vania sedangkan Vania belum tentu memikirkan dirinya.
Sebelumnya ia tak pernah memikirkan seorang gadis sampai sepusing ini kecuali beberapa tahun yang lalu.
Dan dulu ia bukanlah lelaki yang sangat dingin hanya saja ia cuek terhadap lingkungan, setelah gadis yang ia cintai pergi dari hidupnya itulah yang menyebabkan ia menjadi begini. Pengaruh gadis itu sungguh besar bagi kehidupannya.
Tuk tuk tuk
"Kak Fero" panggil Rara adik kandungya empat tahun lebih muda darinya.
"Aku boleh masuk nggak?" Rara bertanya sambil memegang ganggang pintu kamar Fero.
"Iya boleh."
Rara mendorong ganggang pintu kamar kakaknya kemudian dilangkahkan kaki kanan dan kirinya silih berganti untuk mendekati tempat tidur Fero.
"Kak anterin aku ke toko buku dong mau beli novel," ujar Rara manja di lengan kokoh Fero.
"Yaudah kamu keluar dulu gih, kakak mau mandi." kata Fero sambil melepaskan tangan Rara dilengan kokohnya.
Rara segera bangkit dari tempat tidur." Ok aku juga mau ganti baju dulu."
Sesampainya di toko buku langganan Rara, mereka berdua segera masuk ke dalam toko.
Rara si gadis SMP yang masih lugu memutari rak-rak buku yang masih berjejer rapi.
Sedangkan Fero juga ikut mengitari toko buku yang tak sepadat mal-mal di Jakarta untuk mencari komik bergenre perang. Walaupun ia tak terlalu suka.
Ketika Fero akan mengambil sebuah komik yang menurutnya seru tiba-tiba ada seorang yang menubruk bahu sebelah kanannya.
"Awwhh."
Ringis seorang gadis, Fero merasa tak asing dengan suara itu.
Dengan segera gadis itu memungut buku novel yang terjatuh ketika ia tak sengaja menabrak bahu seorang sambil memegang dahinya yang terasa sedikit nyeri.
"Maaf ya gue nggak sengaja," sesal gadis itu setelah mengambil buku novelnya.
Gadis itu mendongak untuk memastikan siapa orang yang ia tabrak secara tak sengaja karena terlalu asik membaca novel.
"Eehh Fero, kita ketemu lagi ternyata atau mungkin kita berdua jodoh lagi," kata Vania bersusah payah memberi rayuan yang biasanya ia baca di dalam novel karena ia belum terbiasa merayu orang lain.
Fero menatap kedua bola mata Vania begitu lekat dan ia melihat bola mata gadis ini berwarna hitam pekat. Sampai-sampai ia tak sadar bahwa sedari tadi Vania menatap bingung dirinnya.
"Fero lo nggak papa kan, masa bahu yang ditabrak otak bisa amnesia sih,"
Fero mengalihkan pandangannya dari bola mata tersebut, jika ia terus menerus melihatnya itu membuat ia teringat gadis yang ia cintai dahulu.
Dan entah mengapa ia sekarang mulai menjadi tertarik dengan Vania.
"Minggir." ucap Fero menghiraukan ucapan Vania.
Tepat saat Fero mengucapkan kata itu munculah adik bungsunya.
"Ayo kak kita ke kasir aku udah dapet bukunya nih," ajak Rara yang tak sadar akan kehadiran Vania.
"Halo adik cantik nama kamu siapa?" tanya Vania mengulurkan tangan sebelah kananya.
"Eehh, kakak siapa? kalo nama aku Rara." ujar Rara setengah kaget.
"Hahaha nama kakak Vania. Adik kamu lucu juga Fer jadi gemes deh, sayang banget gue nggak punya adik."
"Ooo, Kak Vania pacar kak Fero ya. Kok kak Fero nggak pernah cerita ke aku, abang, mama, sama papa sih." ujar Rara yang tak pernah disangka oleh Vania dan Fero.
"Bukan, kita nggak pacaran kok cuma temen biasa aja." jelas Vania lugas.
"Masa sih kok aku ngerasa kak Vania sama kak Fero cocok ya, boong kan." selidik Rara sambil menuding mereka berdua. Meski masih kecil Rara sudah tau apa itu pacaran efek novel.
"Udah ayo ke kasir." ujar Fero langsung menarik tangan Rara dengan lembut.
"Oh ok daah kak Vania,"
"Daah, sampai ketemu lagi." ucap Vania sambil melambaikan tangan kanannya.
Ketika Rara dan Fero berjalan menuju kasir mereka berdua melihat Vania ralat tapi Sania yang sedang membaca novel sambil bersender di rak buku. Akan tetapi mereka berdua melihat Vania mengkuncir rambutnya menjadi satu.
"Lho kak Vania kok ada disini bukanya di sana ya dan juga rambutnya kok dikuncir sih?" tanya Rara bingung.
Sedangakan Sania mengerutkan dahinya tanda ia bingung. Mungkin mereka nggak tau kalau Vania punya kembaran yang sangat cantik melebihi Kendall Jenner. Batin Sania dalam hati.
"Oh iya tadi aku muter kesini terus karena pengap banget jadinya gue kuncir deh" alibi Sania sambil tersenyum penuh arti.
"Ooh, yaudah aku kesana dulu ya kak." pamit Rara sambil menujuk tempat kasir.
"Ok."
Setelah kepergian mereka berdua Sania sedang tersenyum jail.
Menang banyak tuh Vania, tapi ga papa deh lumayan gue juga bisa deket sama cowok ganteng. Pikir Sania menerawang jauh.
*****
Maaf ya kalo makin kesini makin jelek😭😭😭 aku sudah berusaha semampuku guys.
Jangan lupa comment dan vote yah. Hargai lah karya saya, nulis sampe keriting ini tangan. Dan jangan lupa ajak teman-teman kalian buat baca.
Lanjut yaah.....😊😊😊
qolintiknov
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro