◆ Meet ◆
Genshin Impact©MiHoyo
Pairing : Childe (Seme) X Zhongli (Uke)
Genre: Vampire, A bit hurt ('°̥̥̥̥̥̥̥̥ω°̥̥̥̥̥̥̥̥`)
Warning : Pasti ada typo, gak terlalu terpaku sama eyd bcs aku bukan penulis handal ,bxb, dll yang dapat merusak mata wkwk.
Ini cerita baru genre baru, jadi jangan kaget '3'
•
Then, Happy Reading ♡
"Kenapa kamu menganggap aku istrimu padahal kita nikah saja belum? Bahkan uhuk kita ini... laki-laki...," ujar Zhongli sedikit kecewa di kalimat akhir.
Childe terkesiap mendengar penuturan Zhongli. Memang benar, dia tidak pernah melamar atau bahkan menikahi Zhongli. Kalau benar Childe mencintainya, lantas kenapa?
"Kamu hanya ingin darahku, Ajax? " Desak Zhongli. Matanya berair. Ia tidak sanggup kalau bahwasannya selama ini Childe hanya memanfaatkannya serta mempermainkan cintanya yang begitu murni pada Childe.
Zhongli tak sanggup lagi kalau dia mendengar hal tersebut. Sudah cukup masa lalunya kelam, ditinggalkan oleh Guizhong, sahabat karibnya. Jangan pula kali ini, Childe mempermainkan hatinya bahkan meninggalkannya.
Childe merinding sekaligus terkejut ketika Zhongli memanggil nama aslinya, Ajax.
"Xiansheng, dengarkan aku dulu. Jangan salah paham." Cegah Childe begitu melihat gerak-gerik Zhongli yang ingin segera beranjak.
Zhongli menatap manik biru Childe lekat-lekat, "Apa yang ingin kamu katakan? Cepat katakan."
Diam-diam, Zhongli menggigit bibirnya sendiri. Ia sudah berfirasat buruk. Dapat ia lihat Childe menunduk seraya menggenggam kedua tangannya dengan gemetar.
"Aku... Ugh...,"
Childe bungkam. Dia tidak dapat berbicara dengan jelas untuk sekarang. Tidak ada yang tahu isi hati seseorang kalau tidak di curahkan secara langsung. Keheningan yang cukup lama menyelimuti keduanya, membuat Zhongli menghela nafas. Dia menarik kedua tangannya dari genggaman Childe.
"Kita sudah sama-sama dewasa, Childe. Aku hidup lebih lama darimu jadi aku paham bagaimana penderitaan seseorang yang saling mencintai terluka satu sama lain."
"Kita butuh waktu untuk saling memahami diri masing-masing. Tenang aja, aku gak marah apalagi kecewa, aku hanya syok. Aku harap kamu segera menemukan jawabanmu, Childe. Aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku karena kamu juga punya hak untuk mencintai orang yang lebih pantas daripada aku."
"Lagipula, kita sama-sama pria. Bagiku tidak masalah, tapi untuk kehidupanmu, aku selalu memikirkannya. Kamu lebih muda dariku. Masa depanmu masih panjang, aku tidak mau merusaknya begitu saja hanya dengan kamu mencintaiku."
•
Itu apaan?
"Ah, aku melamun lagi."
Zhongli, berprofesi sebagai dosen sastra Mandarin kini tengah berdiri di depan gerbang kampus tempat ia mengajar. Ini sudah waktunya pulang.
Dengan langkah kaki yang pelan, Zhongli menyusuri jalan yang dipenuhi oleh orang-orang sibuk lainnya. Ia juga melewati sebuah persimpangan. Persimpangan itu tidak sepadat tadi pagi, yang ada hanya orang berlalu lalang menggunakan kendaraan. Sambil menunggu lampu jalan yang masih memerah, ia menatap awan yang sudah gelap, pertanda hujan akan segera turun.
Oh aku harus cepat, batinnya sambil menyebrang karena lampu jalan sudah berubah berwarna hijau.
Saat menyebrang, Zhongli tidak tahu jika ada sebuah mobil yang melaju sangat cepat. Walaupun tahu, ia juga tidak dapat menghindarinya.
Baru saja mau berlari, Zhongli sudah tertabrak duluan di persimpangan itu. Sedangkan mobil yang menabraknya tadi langsung menancap gas, meninggalkan Zhongli terkapar tak berdaya.
Hal terakhir yang ia lihat adalah sesosok lelaki berjongkok di hadapannya namun samar-samar. Perlahan-lahan, kelopak matanya mulai menutup, dibalut oleh darah yang mengucur dari mulut juga kepalanya.
Ya, masa kontrakku di dunia telah habis.
Sampai secercah cahaya pun datang. Merobek keheningan malam terang bulan. Perlahan, kelopak mata itu terbuka, menampakkan manik keemasan namun mati. Hal yang pertama kali terlihat adalah sebuah langit-langit rumah berwarna putih gemerlap.
Dimana aku?
Menengok ke sembarang arah dan mendapati ada cermin di depannya.
Apa ini? Bukankah harusnya aku sudah mati? Dan kenapa tubuhku tidak terluka sama sekali?
Dengan perlahan, ia duduk dan memperhatikan sekujur tubuhnya sendiri. Merasa tidak puas, ia pun beranjak dari kasur dan berdiri di depan cermin.
Apa ini? Semuanya nampak sama. Yang aneh adalah kenapa aku tidak mati? Kenapa juga luka itu hilang seperti tidak terjadi apa-apa?
Terus berkutat dengan kebimbangan, ia kembali menyusuri seisi ruangan. Luas namun klasik, gumamnya. Saat melihat pintu, barulah ia memutuskan untuk keluar.
Bagai melihat sebuah fatamorgana, matanya tertuju kepada sebuah tangga spiral yang mengarah ke kegelapan. Dengan nyali yang cukup, ia turun perlahan dari tangga yang terbilang cukup mengerikan. Melangkah dan terus melangkah turun hingga pada akhirnya menampakkan sebuah siluet merah yang bergerak ke arah dirinya secara tiba-tiba.
Wajah itu berpaling cepat hingga ia tak sengaja tersandung salah satu anak tangga yang akan membuatnya terjatuh lebih dalam lagi.
"Ya Zhongli, kau tidak boleh mati lagi."
Orang yang ternyata adalah Zhongli, mendapati bahwa ia di tangkap oleh seorang lelaki saat tersandung tadi. Reflek, ia mundur melangkahi dua anak tangga.
"Tidak tidak, kenapa aku bisa disini? Bukankah tadi aku seharusnya mati? Dimana luka ku tadi?" Tanyanya beruntun. Yang ditanyai hanya tertawa seperti iblis dan menatap intens manik kuning keemasan milik Zhongli.
Zhongli takut. Ia mundur selangkah demi selangkah anak tangga karena lelaki itu maju mengikuti iramanya. Zhongli akui dia memang tampan, memiliki manik mata biru sapphire bersetelkan tuxedo putih.
"Mengapa kau menjauh, hm? Aku butuh kau sekarang juga." Ujarnya sambil tersenyum sinis. Senyumannya membuat ketakutan Zhongli bertambah menjadi dua kali lipat. Tanpa disadari, ia kembali masuk ke dalam ruangan tadi.
"Kau nakal juga ya, kenapa harus masuk ke kamar ini lagi? Apa kau butuh istirahat?" Sergah lelaki itu lagi, kali ini dengan senyum merendahkan.
Karena sudah terpojok di sebuah dinding, Zhongli tidak bisa pergi kemana-mana.
Mencoba untuk berani, Zhongli berkelakar, "Menjauh dariku. Aku bahkan tidak tahu kau ini siapa."
Lelaki itu mendongakkan dagu Zhongli secara spontan agar ia mau menatapnya.
"Aku hanya ingin sesuatu dari dirimu, tidak lebih."
Dia bagaikan iblis malam yang haus akan sesuatu. Ia mengunci lengan Zhongli kemudian menatapnya datar.
Dia pria, tapi cantik.
Zhongli membelalak.
Taring.
Terlambat sudah. Sepasang taring menancap, menembus kulit sepucat salju milik Zhongli. Tak kuat menahan sakitnya, Zhongli pun jatuh pingsan.
"Lah?"
Dia menatap Zhongli sembari menjilati cairan merah di sekitar bibir ranumnya itu.
"Ternyata kau butuh istirahat, dasar manusia merepotkan."
Dia mengangkat tubuh Zhongli ala bridal agar bisa dibaringkan di atas kasur.
Setelahnya, dia beralih menatap keluar jendela yang memperlihatkan bulan hampir setengah purnama.
"Cih, jika ia lemah seperti ini maka aku tidak akan mendapatkan apa yang kuinginkan."
•
.・゜゜・
•
___________TBC____________
Tenang di chapter selanjutnya bakal ada sesuatu dan akan kupastikan bakalan rajin mempublish fanfiction ChiLi ini~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro