TITIK TERANG 1
"Lo dah siap, Gam?" tanya Sendy menepuk bahu Gama.
Gama mengangguk sembari menyeringai. Ia menyalakan mesin mobilnya dan menekan padel gas kencang menimbulkan suara menggema di jalan. Beberapa mobil lain telah berjajar di sisi kanan kirinya. Seorang wanita berpakaian seksi berada di depan mereka membawa saputangan yang dilambaikan ke atas. Dan ketika saputangan dilemparkan lalu jatuh tepat di atas aspal, mobil mulai melaju dengan cepat. Sorak sorai penonton yang tengah mengikuti balap liar riuh ramai.
Balapan berlangsung ketat satu sama lain saling mengejar hingga beberapa kali putaran balapan berlangsung, Gama dapat memimpin. Gama mencapai garis finish dengan mudah, lebih cepat daripada lawan lainnya. Beberapa penonton otomatis mengerubungi mobilnya saat ia meminggirkan mobilnya. Ia disambut bak seorang raja. Para wanita berlomba-lomba mendekatinya, mencari perhatian agar Gama merengkuh mereka. Namun itu tidak akan terjadi karena seorang wanita dengan tinggi semampai dan tubuh proposional setara model ternama melenggang, membelah kerumunan itu lalu memeluk Gama mesra, para wanita tadi mundur teratur dan hanya bisa menggerutu dalam hati.
"Selamat, Sayang. You'r the winner. In the road and my heart," ucapnya merangkul leher Gama.
"Thanks, Honey."
Dia adalah Kanaya, pacar Gama selama setahun terakhir. Keduanya selalu terlihat bersama dalam setiap kesempatan. Hari ini adalah hari kelulusan keduanya, Gama mengajaknya untuk ikut balapan liar yang biasa dia lakukan jika sedang bosan atau ingin memicu adrenalin semata. Gama mencium bibir Naya dengan mesra dan dalam, menimbulkan sorak penonton yang melihat aksi keduanya. Setelah puas, Gama melepaskan tautan bibirnya dan merangkul pinggang Naya masuk ke dalam mobil.
"Gam, mau kemana? Ini uang taruhannya?" Sendy menghampiri Gama yang sudah berada kembali di dalam mobil ditemani Naya.
"Lo pegang aja. Kita ke club sekarang. Pesta masih berlanjut," ucapnya sambil melaju meninggalkan teman-temannya yang kini bersorak karena pesta sebenarnya akan dimulai
Gama melajukan mobilnya dalam kecepatan tinggi, jalanan nampak sepi karena malam telah larut. Sesekali ia menggoda Naya yang berada di sampingnya. Hingga ketika melewati persimpangan, sebuah motor tiba-tiba muncul berbelok. Gama yang tidak terlalu fokus melihat jalan, tidak bisa menghindarinya sehingga tabrakan pun terjadi. Mobilnya menghantam kencang sisi samping motor hingga sang pengendara dan penumpangnya terlempar ke jalan aspal bersama motornya.
Spontan Gama menghentikan mobilnya, wajahnya pias begitupula dengan Naya di sampingnya. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tidak ada yang terluka di antara keduanya. Dengan gemetar, Gama keluar dari dalam mobil. Kakinya begitu berat melangkah menuju pengendara tersebut. Hingga tinggal beberapa langkah lagi Gama mencapai keduanya. Kakinya terpaku pada banyaknya darah yang tergenang di tubuh penumpang motor tersebut yang ternyata seorang wanita.
Wanita itu masih sadar, tangannya menggapai-gapai udara. Bibirnya menyuarakan nama seseorang yang tengah diharapkannya datang.
"Xavier ... Xavier..."Nama yang terucap dari bibir wanita itu.
Seorang laki-laki merangkak mendekati wanita itu dengan susah payah. Dan itu tak lepas dari pandangan Gama yang masih bergeming. Laki-laki itu langsung memeluk tubuh wanitanya sambil berteriak minta tolong. Berusaha mencari pertolongan untuk wanitanya. Ketika laki-laki itu menoleh ke arahnya, dengan pengecutnya Gama berbalik berlari menuju mobil. Ia langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi walau tubuhnya tengah bergetar hebat.
"Gam, Apa yang kamu lakukan? Bagaimana dengan mereka?" Naya berteriak panik karena Gama sudah melakukan perbuatan kriminal. Walau tak sepenuhnya salah mereka tapi itu bisa saja disebut dengan tabrak lari.
"Gama, kembali. Kita nggak bisa ninggalin mereka gitu aja. Kita bisa dipenjara, Gam."
"Diam, Nay!!!" bentak Gama geram. Ia memarkirkan mobilnya sembarangan di pinggir jalan. Tangannya masih bergetar ketika ia mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
"Bram, bantu aku. Aku tidak sengaja menabrak seseorang," ucapnya pada seseorang di seberang sana.
Sejak saat itu, Gama bagaikan dihantui oleh perbuatannya sendiri. Ia selalu mengurung diri di kamar dan ketakutan. Ayahnya memang sudah menyelesaikan semuanya. Termasuk dengan para korban yang ditemuinya secara langsung dan menawarkan jalan damai. Kejadian itu pun sudah di tutup rapat dari para awak media dan berita. Kasusnya hanya dianggap sebagai angin lalu dan tidak akan diangkat ke permukaan lagi karena ayahnya sudah mwnyewa pengacara handal untuk membereskannya.
Tapi mau bagaimanapun, kenangan tersebut tidak akan pernah hilang dalam ingatan Gama. Setiap malam ia selalu saja bermimpi buruk tentang kejadian itu. Hari-harinya dilalui dengan ketakutan dan ketidaktenangan. Ayahnya sampai memanggil seorang psikiater untuknya. Menurut Sang Prikiater, Gama mengalami trauma atas kejadian tersebut. Dan mulai saat itu, ia tidak berani mengendari mobil. Baginya duduk di depan stir dapat membuatnya kembali mengingat kejadian buruk tersebut. Butuh beberapa bulan bagi Gama untuk bangkit dari kenangan perbuatan buruknya. Ia menyesal, sangat menyesal. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Apa yang ia perbuat pasti akan ia tuai nantinya.
"Jadi, menurutmu kejadian yang terjadi akhir-akhir ini karena ada seseorang yang ingin membalas dendam karena masa lalumu." Ale mencoba mengambil kesimpulan dari cerita Gama. Kini keduanya tengah duduk berhadapan di Apartemen milik laki-laki itu.
"Ya bisa dibilang seperti itu, ketika Gilang menyebut nama Xavier Corp, aku merasa ini semua ada sangkut pautnya dengan masa laluku. Demi Tuhan! Jika bisa mengulang waktu, aku menyesal telah meninggalkan keduanya. Aku harusnya bertanggung jawab dan menolong mereka. Tapi waktu itu, aku hanyalah remaja labil yang selalu berpikir pendek akan segala hal. Aku sangat menyesal."
"Lalu kenapa kamu nggak coba mencari keberadaan mereka. Ayahmu pasti tahu. Kamu bisa menebus semuanya secara langsung dan meminta maaf. Bukankah itu bisa sedikit mengurangi bebanmu."
"Aku sudah mencobanya beberapa tahun yang lalu. Tapi mereka bak ditelan bumi. Tidak ada catatan atas nama mereka ataupun berita tentang keluarganya. Ayah sempat heran awalnya, tapi mungkin saja mereka saat itu memberikan informasi palsu tentang identitas keduanya. Di data terdahulu tidak ada nama Xavier dituliskan. Tapi melihat nama tadi tertera di data Gilang, membuatku teringat kembali dengan nama itu." Gama berdiri, melangkah menghampiri Ale dan duduk di sampingnya. "Ale, bisakah kamu membantuku mencari tahu tentang keluarga Xavier ini, dengan bantuan Gilang tentunya," lanjut Gama memohon.
Ale tak tahu harus berkata apa lagi. Tapi yang ia pahami bahwa Gama telah mendapat ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya. Bukan hukuman fisik yang ia terima, tapi hukuman mental yang jauh lebih berat. Apalagi sudah bertahun-tahun lalu ia harus menanggungnya.
"Oke, biar nanti aku meminta Gilang untuk menyelidikinya. Semoga masalah ini dapat terselesaikan dengan baik." Ale menggengam tangan Gama memberi semangat.
"Terima kasih, Ale!" Gama memeluk Ale tiba-tiba dengan erat, membuat Ale terkejut dan kini jantungnya kembali berdetak kencang.
"Sama-sama. Tapi kamu jangan selalu mencuri kesempatan seperti ini. Lepas nggak!" ucap Ale kesal.
Gama langsung menarik diri dan mengangkat kedua tanganya ke atas. "Hahaha ... oke ... oke maaf. Aku kira kamu sudah mulai menerimaku setelah membalas ciumanku tadi. Dan aku tidak menyangka kalau kamu pandai juga berciuman. You're a good kisser."
Wajah Ale langsung memerah. "Gama!!! Jaga mulut kamu!" Ale langsung menerjang Gama dan menyerangnya membabi buta menggunakan bantalan sofa. Gama yang tak sempat menghindar hanya pasrah saat dirinya mendapat pukulan demi pukulan dari Ale. Malahan ia masih tertawa-tawa saat beberapa kali bantalan tersebut mengenai wajahnya.
"Ya a-ampun Ale! Ternyata kamu liar juga sampai nggak sabaran nyerang aku di sofa sempit begini. Ah ... tapi aku suka kamu yang begini, Le." Pukulan Ale terhenti saat Gama tertawa terbahak. Ia baru menyadari posisinya saat ini berada di atas tubuh Gama. Dirinya duduk di pangkuan Gama yang tengah terbaring di sofa.
Ale buru-buru bangun, namun Gama dengam cekatan menarik tangannya hingga ia jatuh ke dalam pelukan laki-laki itu. Gama mengunci pergerakan Ale dengan kedua tangannya. Ia menyeringai penuh kemenangan.
"Lepasin nggak, Gam." Ale mencoba berontak. "Jangan kurang ajar, ya!" imbuhnya lagi.
"Baiklah, tapi ada syaratnya. Cium aku dulu." Gama memajukan bibirnya.
"Dasar cowok mesum. Lepasin Gama!!" Kaki Ale mencoba untuk menendang Gama, namun dengan mudah Gama mengunci pergerakannya kembali.
"Ah .. aku suka kamu yang liar kayak begini. Baiklah dengan berat hati aku melepaskanmu." Gama mencium singkat bibir Alle dan melepaskan wanita itu hingga jatuh terjembab di karpet tebal di atas lantai.
"Auww!"pekik Ale saat bokongnya mendarat mulus di karpet.
"Kamu bilang suruh lepaskan. Ya udah aku lepasin. Emang sakit ya?" Gama memasang wajah tak berdosanya.
Ale mendelik tajam pada Gama.
"Dasar mesum!" Ale melemparkan bantalan sofa ke wajah Gama. Laki- laki itu tertawa puas melihat kekesalan di wajah Alle.
Alle terlalu malas untuk meladeni kembali kejahilan Gama. Alih-alih akan menerjang Gama, Ale berdiri acuh dan melenggang ke arah dapur. Ia butuh segelas air dingin.
"Jadi cuma segitu aja nih kemampuan bodyguardku tersayang, hmmm .... " Gama kembali tertawa
*******
"Apa semua orang-orang yang kita butuhkan sudah disiapkan? Aku ingin rencana ini berjalan lancar tanpa kegagalan kembali." Laki - laki itu dengan ponggah duduk di atas kursinya. Sesekali ia melihat beberapa berkas yang disodorkan oleh anak buahnya.
"Segalanya telah disiapkan. Kami sudah mencari orang-orang berkompetensi di bidangnya. Dan kita telah memegang data serta kartu AS mereka. Apabila salah satu dari mereka berkhianat, maka jaminannya keluarga mereka akan mati," jelas sang asisten kepercayaan.
"Hahaha ... bagus sekali. Kamu memang bisa aku andalkan, Ernest. Laki- laki tua itu akan menerima akibatnya karena telah meremehkanku. Dan putranya akan menyesal telah menghancurkan kehidupanku." Laki-laki itu berdiri membawa gelas minumannya dan menatap pada kaca besar di depannya yang menyajikan pemandangan gedung-gedung bertingkat lainnya. "Segera laksanakan rencananya dan buat itu seolah-olah kecelakaan yang tragis. Aku tidak sabar untuk melihat wajahnya yang sarat kesakitan itu," lanjutnya dengan seringai licik yang menyeramkan.
"Baik Tuan Xavier. Segera kami laksanakan perintah Anda." Laki-laki yang bernama Ernest berjalan keluar ruangan meninggalkan sang tuan besar, Xavier, yang bergeming memandangan ke luar. Pikirannya menerawang pada kilasan-kilasan masa lalu yang menyakitkan.
"Xavier ... Xavier ... sakit!" rintih seorang wanita yang tengah terkapar di jalan raya dengan tangannya menggapai-gapai sang pria yang berusaha merangkak mendekatinya.
Sang pria yang dipanggil Xavier sendiri tengah berjuang mencapai kekasihnya tersebut. Hingga ketika mereka telaah berdekatan, Xavier meraih kepala sang kekasih dengan hati-hati dan meletakkan di pangkuannya.
"Sania ... Sania ... bangun Sayang! Bangun!" Xavier memeluk tubuh Sania terkapar di tangah jalan. Darah mengalir dari dahinya yang sobek serta hidung dan telinganya.
"Tolonggg!!! Tolongg!!" Ia berteriak kencang mencari pertolongan untuk dirinya dan kekasihnya.
Pandangannya melihat sekeliling mencari bantuan seseorang yang mungkin berada di dekat mereka. Hingga kemudian, ia melihat sosok laki-laki yang langsung berbalik ketika tatapan mereka bertemu. Laki-laki itu berlari masuk ke dalam mobil yang menabraknya. Mobil itu kemudian melaju kencang meninggalkan ia dan kekasihnya yang sekarat.
"Brengsek!! Hei !!! Bangsat kalian. Kembali! Arrggghh ... tolong!! tolong." Xavier menjerit histeris. Ia menangis menatap sang kekasih yang masih merintih sakit dengan mata terpejam.
"Tolong ... tolong."
"Argghhh ... !" Xavier melempar gelas di tangannya hingga pecah berkeping-keping. Ia meremas rambutnya dengan kedua tangannya, berusaha menghilangkan kenangan pahit yang tak pernah hilang dari ingatannya. Napasnya memburu, yang ia tahu bahwa segera dirinya menuntaskan dendam ini secepatnya. Agar setidaknya kekasihnya -Sania- dapat tenang.
Xavier mengambil ponsel di sakunya lalu menekan tombol panggilan. "Ernest, siapkan mobil untukku!"
Xavier harus mengunjungi Sania sekarang, atau ia akan gila karena emosi.
***
Suasana resepsi pernikahan anak petinggi salah satu partai koalisi yang bergabung dengan partai milik ayah Gama begitu mewah dan meriah. Mengusung tema Garden Party ini dilangsungkan di sebuah taman di ujung utara kota Jakarta. Samar-samar terdengar suara ombak yang berdebur dari kejauhan. Gama berjalan masuk ditemani sang pengawal yang hari ini spesial berdandan untuknya. Oh ... ralat, dipaksa berdandan olehnya setelah melewati perdebatan panjang. Untung ayahnya membantu agar wanita itu, untuk kali ini saja menurut padanya.
Maka sejak sore tadi, ia membawa Ale ke butik langganannya serta salon ternama untuk di dandani agar layak mendampinginya malam ini. Toh, Gama juga merasa aman apabila Ale yang menjadi partner pasangannya. Mengingat kejadian pesta terakhir yang mereka alami meninggalkan kenangan buruk.
Jadi disinilah mereka saat ini, melenggang bak pasangan kekasih yang serasi. Gama yang mengenakan jas hitam dipadu dengan kemeja putih dan dasi silver, senada dengan gaun yang Ale pakai. Gaun berbahan sutra model halter dress selutut dengan aksen batu-batu permata yang mengelilingi lehernya. Tak lupa sepatu merk Jimmy Cho yang menambah kesempurnaan dirinya.
Keduanya menjadi sorot perhatian beberapa tamu undangan ketika mereka berjalan bersama. Kasak-kusuk pun terjadi di kalangan para anak pejabat, artis dan tamu lainnya. Bagaimana tidak, Gama dikenal jarang sekali datang ke berbagai undangan pernikahan atau lainnya. Ia lebih sering menitipkan hadiah atau kado melalui asistennya. Dan ini bagai sebuah keajaiban. Apalagi saat ini Gama mewakili undangan atas nama ayahnya yang sedang bertugas ke luar negeri.
"Wah ... suatu kehormatan seorang Gama Alderad datang ke pesta kecil-kecilan kami. Sungguh suatu kejutan bagi saya bisa menyambut Anda." Seorang laki-laki paruh baya menyambut keduanya ketika hendak memberikan selamat kepada pengantin.
"Anda bisa saja, Tuan Handoyo. Saya hanya mewakili Ayah saya yang kebetulan berhalangan untuk hadir. Lagipula saya sedang malas di rumah. Jadi, lebih baik saya menikmati pesta mewah ini bukan? Demi mempererat hubungan kerja sama perusahaan." Gama mencoba berbasa-basi seadanya.
"Yah ... benar itu. Anak muda sekarang pemikirannya sungguh hebat. Oh ya, kalau saya boleh tahu, siapa Nona cantik yang menemani Anda saat ini. Kalian nampak serasi." Handoyo melirik ke arah Ale yang tersenyum teepaksa."Jangan bilang bahwa Sang Playboy Gama Emery telah menemukan pujaan hatinya," lanjutnya berbisik.
"Hahaha ... Anda pandai menebak Tuan Handoyo. Kenalkan ini kekasihku-" Ucapan Gama terhenti karena Ale meremas tangannya kencang. "Maksud saya calon kekasih, karena dia masih belum menjawab pernyataan cinta saya," bisik Gama.
"Wah mana mungkin pria setampan Anda bisa ditolak oleh wanita cantik ini. Pasti Anda berbohong. Perkenalkan Nona, Handoyo Prawirotomo," ucap Handoyo mengulurkan tangan.
"Valerie," balas Ale sembari membalas jabat tangan Handoyo.
"Nama yang cantik untuk wanita cantik seperti Anda. Baiklah silahkan kalian berdua menikmati acara ini. Saya akan menyapa tamu-tamu lainnya. Sekali lagi terima kasih Anda sudah datang," tutur Handoyo sambil berlalu dari hadapan keduanya.
Gama menggandeng Ale menuju meja yang telah disediakan. Mereka bergabung dengan beberapa tamu undangan lainnya.
"Pernyataan cinta, heh. Sepertinya aku tidak pernah mendengar kamu mengucap sesuatu seperti 'pernyataan cinta'," bisik Ale sinis saat keduanya duduk berdampingan.
"Aku serius, Ale. Sepertinya kita cocok. Apa aku harus mengucapkan segalanya dengan gamblang bahwa aku menyukaimu. Ah anggap saja itu sebagian dari pernyataan cintaku. Aku mau kamu menjadi kekasihku. Bagaimana?" ucap Gama datar. Ia lalu meminum air di depannya hingga tandas.
Ya Tuhan! Laki-laki ini sungguh luar biasa. Dia sedang menyatakan cinta atau menawarkan permen padaku.
Ale menggeleng pelan. "Simpan saja pernyataanmu itu. Kamu mengucapkan sesuatu yang bermakna seperti itu seakan menawarkan permen pada anak kecil. Pantas saja otak kamu selalu mesum." Ale beranak berdiri dari kursi semberi berkata, "permisi, aku akan ke toilet."
Melenggang pergi, Ale menuju ke toilet wanita. Ia lalu masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri, Ale hendak keluar namun niatnya ia urungkan karena mendengar dua orang wanita yang tengah bergosip membicarakan dirinya dan Gama.
"Ya ampun Nay, lo tadi liat Gama nggak sih? Makin ganteng ya dia. Sumpah deh, dia tuh selalu mempesona dan gue rela buat jatuh kembali ke pelukannya," ucap seorang wanita.
"I see. Sayang banget cewek yang dia bawa sekarang. Cantik sih, tapi tampangnya lugu gitu. Kayaknya dia bakal masuk ke sarang harimau. Padahal gue lihat mereka serasi banget," balas wanita yang dipanggil Nay.
Ale semakin menajamkan telinganya mendengar percakapan para wanita penggosip itu karena sudah menyangkut dirinya.
"Ah bilang aja lo cemburu. Dulu kan lo juga pernah jadi korbannya Gama. Guee juga sih. Hahaha." Wanita itu tertawa menyadari kebodohannya sendiri.
"Tapi sayang, Gama itu brengsek. Gue akuin sih ciuman dia memabukkan banget, tapi buat di ranjang nggak banget. Lo bayangin aja gue udah turn on banget buat digarap sama dia. Tapi dia malah mundur tiba-tiba dan lari ke toilet. Dan begitu keluar dia dah rapi dan ninggalin gue gitu aja. Gue digantung, Sas. Nggak enak banget kan," ujar Nay berapi-api.
Ale mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan wanita bernama Nay.
"Gue pun ngalamin gitu. Apa Gama impoten ya?"
"Nggak mungkin lah. Gue ngerasain kok juniornya bangun. Tapi ya nggak tau deh kenapa dia begitu. eh lo tau nggak, tadi gue ketemu Kanaya Thabitha, model international itu. Denger-denger dia itu dulu mantannya Gama loh. Gila dia cantik banget hari ini, seksi abis."
"Oh ya, wah kayaknya malam ini bakalan seru nih. Udah yuk kelamaan ngegosip kita disini."
Ale menghela napas lega saat mendengar kedua wanita itu telah pergi. Ia keluar dari bilik dan menuju wastafel, mencuci tangannya serta membasuh wajahnya. Entah mendengar percakapan kedua wanita tadi membuat dirinya merasa panas dan emosi. Apa yang sebeneranya terjadi padanya. Ia lalu membersihkan wajahnya dari air dan memperbaiki make up sekedarnya. Begitu keluar dari dalam toilet, ia tidak menemukan Gama di meja yang tadi mereka duduki.
Ale mengedarkan pandangannya berkeliling mencari Gama. Namun sosok laki-laki itu tidak terlihat. Mau tidak mau Ale menjadi cemas. Ia takut terjadi sesuatu pada Gama. Berjalan ke sekeliling pesta, Ale mulai menelusuri satu persatu hingga ke depan toilet wanita. Tapi hasilnya nihil. Ketika ia hendak ke luar menuju pelataran parkir, Ale mendengar suara Gama yang tengah berdebat dengan seseorang di belakang tembok toilet. Perlahan Ale berjalan menuju ke asal suara tersebut dan pemandangam yang dilihatnya saat ini cukup membuat mulas perutnya.
Gama sedang berciuman dengan seorang wanita. Ale tidak tahu siapa wanita itu karena posisinya membelakangi dirinya. Tapi peduli setan, mungkin wanita itu salah satu koleksi Gama. Ale merasa hatinya bergemuruh panas. Ia melihat Gama yang menatap terkejut ke arahnya. Laki-laki itu langsung mendorong keras wanita yang menciumnya.
"A-ale ... ini tidak seperti yang kamu lihat. I-ini ...." Gama berjalan mendekati Ale namun wanita itu menarik tangannya.
"Maaf sudah mengganggu waktu kalian. Permisi." Ale berbalik pergi meninggalkan keduanya. Rasanya tenggorokannya kering saat ini. Dan mungkin ia membutuhkan sesuatu yang dingin untuk meredakan panas di tubuhnya.
Ale mengambil gelas dari pelayan yang berlalu lalang menawarkan minuman pada tamu undangan. Tanpa melihat isinya, ia langsung meminumnya hingga habis. Rasa terbakar saat minuman itu masuk ke mulut dan tenggorokannya. Membuat wajah Ale terlihat tersiksa saat berusaha menelannya.
"Minuman apa ini?" ucapnya sembari memandang gelas kosong di tangannya.
Tapi rasa lain setelah rasa terbakar tadi kini muncul pada tubuhnya. Ia merasa sangat nyaman dan melayang. Sepertinya dirinya telah bebas dari rasa panas saat melihat Gama tadi. Maka tanpa berfikir panjang, Ale kembali mengambil minuman yang sama lagi dan lagi. Saat gelas ke empat, seseorang mencekal tangan dan menyambar gelasnya.
"Hei, apa yang kamu lakukan. Kembalikan minumanku." Tangan Ale menggapai-gapai gelas minuman yang dijauhkan darinya. "Ah ... Gama. Sudah selesai urusanmu sama wanita-wanita itu. Balikin gelasku," pinta Ale dengan tubuh sempoyongan.
"Kenapa kamu minum alkohol? Sudah berapa gelas?" tanya Gama.
"Apa peduli kamu. Sudah kamu senang-senang aja sama wanitamu. Ini gelas ke berapa ya?" Ale menggerakan jarinya seperti menghitung.
"Sudahlah! Kamu mabuk. Kita pulang."
Gama meletakan gelas sembarangan dan menggeret Ale yang berjalan sempoyongan keluar dari area pesta. Ia melepaskan jas-nya dan menyampirkan pada tubuh Ale. Wanita itu meracau tak jelas saat Gama merangkulnya, membantu Ale berjalan.
Ia lalu membantu Ale masuk ke dalam mobil disusul dirinya melalui pintu yang berlawanan.
"Kita ke apartemen, Pak," intruksi Gama pada sang supir. Ia tidak mau mengambil resiko mengantarkan pulang Ale yang sedang mabuk beeat seperti ini. Wanita ini sepertinya tidak pernah minum alkohol.
"Ah ... di sini panas." Ale melepas jas di tubuhnya dan menatap sayu pada Gama.
"Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu."
Ale tertawa terkikik. "Ternyata kamu tampan. Tapi sayang kamu keterlaluan," ucapnya sedih. "Kamu tuh jahat." Ale mulai ngelantur.
"Sudah, kamu sedang mabuk, Ale."
Ale menggeleng. "Aku nggak mabuk. Cuma panas aja di sini," tuturnya menepuk dada. "Sakit rasanya."
Wanita itu bersandar sambil memejamkan matanya. Namun tak lama ia kembali membuka matanya dan mendekat pada Gama.
"Ada bekas lipstik di sini." Tunjuknya pada sisi bawah bibir Gama. "Wanita sialan itu meninggalkan bekas," ucapnya sinis sambil mengelap bekas lipstik tersebut.
"Duduk yang benar, Ale," pinta Gama saat melihat wanita itu menaikan lututnya ke atas jok saat mengusap bibir Gama.
"Nggak mau. Aku mau ngilangin bekas bibir wanita sialan itu." Dan Gama tak bisa mengelak ketika Ale naik ke pangkuan dan menyerang bibirnya liar.
Cut
Cut
Cut
Udah panjang ya dilanjut bsok lagi. Hahahahahaha #evil smirk
Happy reading. Special buat mama beariearyanto yang kangen ama bang gama. Happy reading ya makkk.
Abaikan dulu typo dan kawan2nya. Ini tanpa edit.
Lanjutannya kapan jangan tanya ya yg penting kerangkanya ada tp eksekusi nunggu di emood bang Gama.
Kalau idah baca mampir lapak sebelah yaaaaaaaa ...
Tentang dia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro