Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36. KAISAR

Holaaa, aku update!

Kalian lebih suka Nagara atau Valerie?

Di sini udah mau end yaa. Udah ketebak kok endingnya skwkkw

Happy reading!

Hari demi hari telah berlalu, sikap dingin Valerie ke Nagara masih terus berlanjut. Hati terus berusaha memaafkan, sedangkan logikanya masih jalan.

Siapa yang mau memaafkan seseorang ketika selama ini sudah diperlakukan kasar?

Kalaupun bisa, pasti butuh waktu, serta ada pertimbangan untuk memaafkan seseorang tersebut.

Terkadang, Valerie tidak tega melihat Nagara terus menangis, berlutut berkali-kali kepadanya agar dimaafkan. Ia ingin memberi karma untuk Nagara agar cowok itu kapok berperilaku semena-mena.

Kini mereka sedang di ruang tengah, sibuk dengan aktivitas masing-masing. Valerie tengah memilah barang endorse dan ia rapikan agar tidak tercecer di teras, sedangkan Nagara asyik menonton televisi.

Setiap kali melihat Valerie, Nagara rindu berbagi tawa dengan sang istri. Namun, sampai sekarang ia ditolak terus. Kini ia memutuskan untuk menghampiri Valerie. "Anak kita udah umur empat tahun, tapi kamu belum bisa maafin aku. Kita baikan cuma pas di depan anak sama orang lain. Mau sampai kapan kita kayak gini?"

Valerie seketika menghentikan gerakan. "Lo udah tahu, kan, kenapa gue nggak pernah maafin lo?"

"Aku tahu aku jahat di masa lalu, kamu juga bertahan sama aku demi anak. Tapi, apa nggak bisa kita omongin baik-baik?" Wajah Nagara begitu memelas, tak peduli harga diri, yang penting Valerie mau berbaikan dengannya.

Valerie berdecak malas. "Apa lagi yang mau diomongin baik-baik, Nagara? Semuanya udah jelas."

"Luka bisa, kok, sembuh total. Karena aku yang menorehkan luka, aku juga yang harus jadi penawarnya." Kalimat persuasif tersebut terus diucapkan Nagara. Akan tetapi, tak pernah membuahkan hasil yang baik.

"Usaha lo udah lebih dari cukup, tapi hati gue tetep nggak bisa luluh," tegas Valerie. "Udahlah, gue mau lihat Kaisar dulu." Valerie langsung meninggalkan Nagara, berlari ke lantai atas guna menemui sang anak.

Kaisar Danudara Mahaputra, buah hati berumur empat tahun dari pasangan Nagara Mahaputra dan Valerie Adaire. Bocah laki-laki itu menjadi warna baru dalam hidup mereka. Berkat Kaisar, Nagara dan Valerie mau tak mau harus terlihat dekat di depan anaknya agar bocah itu tak merasa sedih.

Rasa frustrasi dan kesal tentu hinggap di relung Nagara. Pernikahan di ujung tanduk membuat semangatnya untuk mendekati Valerie kian menipis. "Ya Tuhan, selalu ngelak kalo diajak ngomong baik-baik...." Nagara pun menyusul Valerie ke kamar sang anak.

Sesampainya di kamar Kaisar, terlihat anak itu sedang bermain puzzle, ditemani oleh Inem—asisten rumah tangga part time yang dipekerjakan oleh kedua sejoli itu.

"Mama!" Kaisar kegirangan tatkala melihat keberadaan Valerie.

Kedua sudut bibir Valerie tertarik lebar, menghampiri anaknya tengah duduk di karpet. "Kenapa, jagoan Mama?"

Kaisar menunjuk puzzle yang sudah ia bentuk seperti kapal pecah alias berantakan. "Pacel, pacel!" (Puzzle, puzzle!)

"Ayo kita main puzzle," ujar Valerie.

Anggukan diberikan oleh Kaisar. Beberapa kali ia bertepuk tangan serta menghentakkan kaki di karpet dikarenakan senang sang Mama ikut bermain dengannya.

Kepingan puzzle mulai disusun Valerie hingga setengah jadi agar dilanjutkan lagi oleh Kaisar.

"Mama pintel!" Kaisar menatap kagum Valerie.

Valerie mengecup pipi gembul milik Kaisar. "Kaisar lebih pinter!"

"Dasar, Bocah. Gampang banget dia dapet ciuman dari Valerie," cibir Nagara. Bukannya Nagara tidak sayang dengan Kaisar, ia malah sangat menyayangi bocah itu lebih dari diri sendiri. Namun, ia rindu akan kasih sayang Valerie, makanya dia cemburu.

"Mbak, boleh minta tolong ambilin sup ayam sama nasi? Aku mau temenin dia main sambil nyuapin dia makan," ujar Valerie pada Inem.

"Boleh, Nyonya. Sebentar, ya." Inem berdiri, beranjak melangkah ke lantai bawah untuk mengambil sup ayam dan nasi.

"Terima kasih, Mbak," balas Valerie.

"Sama-sama, Nyonya."

"Kaisar suka main ini?" tanya Valerie sembari menunjuk puzzle.

Kaisar mengangguk senang. "Cuka!" (Suka!)

Sedari tadi, Nagara hanya menatap kebersamaan Valerie dan Kaisar di ambang pintu—ingin memberi waktu untuk mereka, takutnya menganggu.

Bocah itu peka akan keberadaan Nagara. "Papa, itut cini!" (Papa, ikut sini!)

Kedua sudut bibir Nagara tertarik lebar. "Iya, Sayang."

Ia turut bergabung dengan Valerie dan Kaisar. Tatapan kedua sejoli itu sempat bertemu, namun Valerie segera mengalihkan pandangan, lalu kembali memberi atensi pada Kaisar.

Di sisi lain, Inem diam di ambang pintu, mengetuk pintu yang sudah terbuka tersebut. "Permisi, Nyonya. Ini nasi dan sup ayam buat Kaisar."

"Tolong bawa ke sini, Mbak," titah Valerie.

Inem mengangguk, melangkahkan sepasang kaki ke depan Valerie. Sup ayam dan nasi ia taruh di atas nakas.

"Terima kasih, Mbak."

"Kalau begitu saya permisi."

"Baik, Mbak." Inem tak enak diam di sini, ia paham bahwa keluarga kecil itu butuh privasi.

Ketika Nagara hendak mengambil nasi dan sup aya di atas nakas, Valerie langsung mencegah, "Biar aku aja yang nyuapin Kaisar, kamu main aja sama dia."

"Oke," ujar Nagara.

Valerie mengambil sesuap nasi dan sup ayam, menyodorkannya pada Kaisar. "Aaaa, pesawat mau masuk."

Kaisar menerima makanan itu dengan senang hati, walaupun di bibirnya terdapat nasi. "Enak, enak!"

Nagara tersenyum bangga. "Pinternya anak Papa."

"Papa, Papa!"

"Kenapa, Sayang?" sahut Nagara menatap antusias sang anak.

"Main puzzle!" seru Kaisar.

"Iya, Sayang," ujar Nagara dengan nada lembut.

Retina Kaisar menelisik wajah Nagara dan Valerie, bahkan sampai memiringkan leher. "Mama cantik, Papa jelek!"

Nagara pura-pura cemberut.

"Nak, nggak boleh gitu, ya? Nanti Papa nangis," nasihat Valerie mengusap lembut surai Kaisar.

"Benelan Papa bakal nangis?" Kaisar mulai panik, merasa bersalah karena sudah menyakiti hati Nagara.

"Enggak, dong. Papa, kan, kuat, tapi kamu nggak boleh ngatain orang. Oke?" Nagara berusaha menasehati Kaisar dengan lembut, tak mau terulang kejadian dirinya bertikai dengan Valerie ketika tengah beradu argumen atau salah satu dari mereka membuat kesalahan.

"Oce!" seru Kaisar.

Valerie terenyuh melihat perubahan sikap Nagara mulai signifikan, tak lagi membentak ketika ada yang berbuat salah seperti dulu. "Lanjut makan lagi, biar cepet besar," ujarnya.

"Siap, Mama!"

***

Sejak Kaisar lahir ke dunia, Nagara jadi rajin bersih-bersih rumah, seperti menyapu rumah yang ia lakukan saat ini. Hampir semua pekerjaan rumah ia kerjakan, kecuali memasak. Valerie tak pernah memberi izin Nagara untuk memasak, wanita itu merasa sudah cukup terbantu dengan bantuan Nagara.

Nagara melirik Valerie yang tengah memasak nasi menggunakan magic com. "Mumpung Kaisar lagi tidur dan udah dijagain sama Mbak, aku mau ngomong berdua sama kamu."

"Ngomong apa lagi?" Valerie tampak malas berdiskusi dengan Nagara.

"Kita ke kamar sebelah dulu, aku butuh ruang buat kita ngobrol berdua."

"Kali ini gue iyain." Tak ada salahnya Valerie mendengarkan curahan hati Nagara.

Seulas senyum ditampakkan Nagara. Tangan kanannya menarik Valerie menuju kamar yang dulu mereka tempati saat awal menikah.

"Makasih udah ngasih aku kesempatan buat ngobrol berdua sama kamu."

Valerie berdecak malas. "Cepet, mau ngomong apa?"

Helaan napas dikeluarkan Nagara. "Aku mau ngelepas kamu."

"Maksudnya?" Ia tak mengerti.

"Kita cerai."

Tentu saja Valerie terkejut mendengar keputusan Nagara. Ada rasa kecewa Nagara menyerah begitu saja untuk memperjuangkan dirinya. Ia berusaha tenang. "Kenapa?"

"Aku nggak mau bikin kamu nggak nyaman, pisah adalah jalan terbaik untuk kita berdua."

"Memangnya lo udah rela kehilangan gue dan ngelihat gue sama cowok lain?" tanya Valerie.

"Sejujurnya enggak, tapi aku nggak boleh egois."

"Lo pikir gue bahagia pisah dari lo?"

Nagara tersenyum tipis. "Mungkin."

Sepasang tangan Valerie memegang kedua pundak Nagara, menatap lurus netra pria tersebut. "Gue nggak mau Kaisar sampe punya Papa atau Mama tiri."

Nagara tak bergeming, masih mencerna semua kalimat Valerie.

"Jujur, ngelihat perubahan lo empat tahun belakangan, buat gue semakin yakin kalo lo cowok terakhir di hidup gue."

"Kamu masih cinta sama aku?" Secercah harapan mulai muncul setelah mendengar pengakuan Valerie.

"Dikit."

Nagara menangkup wajah Valerie hingga hidung mereka bersentuhan. "I love you, Valerie."

Dorongan Valerie berikan ke wajah Nagara. "Gue masih geli bilang kalimat itu, terakhir kali confess ke lo pas sebelum Kaisar lahir."

"Oke, gapapa." Malu rasanya sudah percaya diri akan dibalas 'I love you too, Nagara' oleh Valerie, tapi tahunya disuruh menjauh.

Setelah insiden tersebut, keduanya diam, tak mau memandang wajah satu sama lain. Valerie seketika merasa bersalah karena tidak mengikuti kata hati, apalagi Nagara tadi terlihat malu dan menyesal karena hampir menciumnya.

"Kok, jadi awkward gini?" Valerie memecah keheningan.

Nagara menaikkan bahu. "Entahlah."

"Ah, gara-gara udah lama nggak ngomong sama kamu seintens ini, jadinya awkward."

"Barusan kamu pake aku-kamu?" Senang sekali Valerie mau bicara aku-kamu dengan pria itu.

"Emangnya nggak boleh?" Valerie tertawa kecil.

"Boleh banget, dong!"

Valerie tertawa melihat Nagara mulai ceria seperti dulu. Kedua tangan menangkup wajah Nagara, mengusap pipinya dengan lembut. "Karma kemarin udah cukup bikin kamu sadar?"

"Sangat cukup, jangan ditambah lagi," balas Nagara.

"Takut banget, ya, kalo aku musuhin kamu lagi?"

"Takut banget, loh!" Nagara berusaha mencairkan suasana setelah sekian lama mereka tidak berbincang normal.

"Serius, Gara," tegas Valerie, tatapannya begitu tajam.

"Takut, Vale."

"Aku mau jawab yang tadi," ujar Valerie.

Seketika Nagara mengerut bingung. "Maksudnya?"

Valerie mendekatkan bibir ke telinga Nagara. "I love you too, Nagara Mahaputra."

Setelah empat tahun penantian, akhirnya hati Valerie kembali berlabuh di Nagara. Definisi jodoh tak akan ke mana berlaku di kisah Nagara dan Valerie.

Nagara mendekatkan wajah ke Valerie, membelai penuh kasih sayang bibir sang wanita. Keduanya memejamkan mata, melumat lembut bibir satu sama lain.

Rentetan peristiwa kelam di masa lalu terputar di memori mereka, membuat keduanya menitihkan air mata tatkala bercumbu.

Nagara melepaskan tautannya, menatap intens wanita itu. "Mau lanjut?"

"Jangan lama-lama, nanti Kaisar bangun."

***

Tak lama bersentuhan membuat kedua sejoli meneriakkan nama satu sama lain tatkala menyalurkan afeksi. Mereka puas akhirnya mendapat waktu yang tepat untuk mengungkapkan rasa masing-masing.

Nagara dan Valerie saling tatap, melempar senyuman mengingat kejadian tadi. Lelaki itu memegang dagu Valerie, melumat bibir sang wanita hingga memejamkan mata.

Tautan telah usai, Valerie tersenyum pada Nagara. "Syukur kita selesai sebelum Kaisar bangun."

"Selesai ngapain, tuh?" Nagara tersenyum jahil.

Otomatis, Valerie mendelik kesal—mencubit perut sixpack pria itu. "Diem, Gara!"

Nagara mencebik sebal. "Sakit tau kamu cubit!"

"Cemen, ah! Masa pemain bola kesakitan cuma karena cubitan?"

"Pemain bola juga manusia, punya rasa dan punya hati," jawab Nagara.

Valerie terkekeh kecil. "Kayak lagu aja."

"Hm, Valerie. Sorry baru bilang, bulan depan aku TC ke Korea."

"Baru baikan udah LDR."

"Maaf, Valerie." Rasa bersalah hinggap di hati Nagara.

"Gapapa, Gara. Good luck buat TC-nya." Valerie pasti mendukung apa pun keputusan Nagara, asalkan berdampak baik bagi sang suami.

"Makasih, Sayang. Doain aku bisa lolos seleksi Timnas, soalnya banyak yang raguin aku, bahkan ada yang bilang aku anak titipan. Padahal, aku pure pake usaha sendiri supaya bisa masuk Timnas."

Valerie bersandar di dada Nagara, jemarinya aktif membentuk pola di perut kotak-kotak milik pria itu. "Gini, kamu mending jangan main sosmed dulu, log out semua akun biar nggak terpengaruh sama mereka. Bukannya anti kritik, soalnya rata-rata dari mereka cuma ngatain kamu pake kata kasar dan jorok tanpa kritikan yang membangun. Posisi kamu serba salah, kalo kamu nanggapin, kamu dikira anti kritik. Kalo kamu nggak nanggapin tapi baca terus komen nggak jelas itu, yang ada kamu stress."

Nagara senang Valerie mulai perhatian lagi kepadanya setelah sekian lama. "Aku usahain buat nggak buka sosmed."

"Bagus," puji Valerie. "Aku sebenernya dari dulu pengin nanggapin komen negatif. Tapi, setelah dipikir-pikir, buat apa aku kasih panggung ke orang kayak gitu? Selain itu, masalah aku bisa dijadiin bahan engagement sama akun gosip. Enak aja doi bisa dapet cuan gara-gara masalah orang!"

"Nggak nyangka kamu mikir sampe sejauh itu." Namanya sudah terlanjur cinta, apa pun yang dilakukan Valerie pasti selalu membuat Nagara kagum.

"Iya, dong. Kalo kita jadi public figure, semua aspek harus dipikirin."

Satu kecupan Nagara daratkan di pipi Valerie. "Makin sayang sama kamu."

"Mulai manja lagi," ujar Valerie. "Inget, kamu udah jadi Papa. Masa mau manja gini?"

"Gapapa lah, aku udah kangen banget bisa interaksi intens sama kamu. Empat tahun belakangan ini, paling kalo ngomong pas perlu aja, itu pun jarang."

"Makanya, mulutnya jangan jelek, jadi aku nggak perlu musuhin kamu sampe empat tahun."

"Maafin aku...."

Valerie tersenyum tipis. "Aku udah ngasih kesempatan, jangan pernah sia-siain aku lagi."

"Iya, Sayang," balas Nagara tersenyum senang. "Valerie, aku pengin kita piknik bareng Kaisar. Kamu mau nggak?"

"Boleh. Kapan mau piknik?"

"Nanti sore." Nagara memberi tahu.

"Di mana?" tanya Valerie.

"Di halaman belakang rumah."

"Aku kira bakal ke luar rumah."

"Takut macet, kasian nanti Kaisar nggak betah di jalan."

"Oke, kalo gitu aku masak dulu. Kamu mau makan apa?"

"Apa aja boleh, asal istriku yang masak." Belaian Nagara berikan di surai Valerie. "Kalo kamu capek, kita pesen aja, ya, Sayang. Aku takut kamu kelelahan."

"Halah, lebay banget." Sungguh, Valerie salah tingkah diperhatikan Nagara. Namun, ia berusaha untuk mengelak.

"Memang bener, kok."

Tawaan kecil Valerie lontarkan. "Ya udah, kamu tolong jagain Kaisar, aku mau masak dulu."

"Oke," balas Nagara.

Valerie turun dari ranjang, melangkah ke lantai bawah guna memasak untuk sang suami dan buah hati.

Di sisi lain, Kaisar berteriak dari dalam kamar, ia tadi ditemani oleh Inem ketika tidur, takut bocah itu kenapa-napa. "Mama!"

Mendengar seruan Kaisar, Nagara segera menuju ke kamar sebelah. "Eh, anak Papa udah bangun."

"Mama, Mama!" Kaisar terus mencari sang Mama.

Nagara mengambil Kaisar dari tempat tidur, menatap gemas anaknya. "Iya, sekarang kita cari Mama."

"Yey!" pekik Kaisar kegirangan.

"Mbak, saya ke bawah dulu, ya," ujar Nagara pada Inem.

"Siap, Tuan! Sekalian saya mau bersihin kamar Kaisar."

"Oke, Mbak."

Nagara menapaki anak tangga sembari menggendong Kaisar untuk sampai ke lantai bawah. Ketika kedua netra melihat Valerie sedang mengocok telur. Kini Nagara diam di belakang Valerie.

"Mama masak apa?" Kaisar menatap antusias sang Mama.

Valerie menengok ke arah Kaisar. Ia tersenyum pada anaknya. "Masak omelette buat Kaisar."

"Asik! Makasih, Mama!" Lelaki berumur empat tahun itu bertepuk tangan, senang diperlakukan baik oleh Valerie.

Anak itu selalu membuat Valerie tertawa. Ia mengajarkan Kaisar untuk mengucapkan terima kasih ketika dibuatkan sesuatu atau dibantu oleh seseorang sejak dini agar akhlaknya tidak busuk seperti Nagara dulu. "Iya, sama-sama, Sayang."

Nagara menatap Kaisar yang sedang ia gendong. "Ke sana dulu, yuk? Mama lagi masak yang enak buat Kaisar."

"Ayo!" seru Kaisar.

Nagara duduk di sofa, menaruh Kaisar di sampingnya agar ia mudah mengawasi sang anak.

Kaisar menarik ujung baju Nagara, memamerkan puppy eyes kepada Papanya. "Papa, mau gambar."

Nagara mengambil kertas kosong dan pensil warna di atas meja. Ia memang sengaja menaruh di sana karena tahu Kaisar suka menggambar random. "Gambar di sini." Nagara menunjuk kertas.

Sang buah hati mulai membuka pensil warna, mengambil pensil berwarna hijau tua, menorehkan sesuatu pada kertas tersebut. Setelah beberapa menit ia menggambar, ia memperlihatkan hasilnya kepada Nagara.
"Di sini Papa, Kaisar, habis itu Mama."

"Pinter banget anak Papa. Pasti pinternya nular dari Papa, ya?" tanya Nagara mengacak gemas surai Kaisar.

Valerie datang dari dapur membawa omelette isi brokoli dan ayam. "Enak aja! Dari Mamanya, lah!" serunya tak terima.

Nagara tertawa melihat Valerie bertingkah seperti anak kecil. Keceriaan yang dulu sirna kini mulai kembali lagi.

"Kaisar emang pintel, Pa!" Kaisar menepuk dadanya penuh bangga.

"Iya, deh. Pinter banget kamu pokoknya," balas Nagara.

Percakapan antara Nagara dan Kaisar membuat Valerie tertawa kecil. Nagara selalu terlihat tidak ikhlas saat memuji sang anak, tapi Kaisar tetap menganggapnya bahwa ucapan Nagara adalah sebuah pujian. "Gara, kamu mau nggak barbeque-an?"

"Mau," tutur Nagara.

"Maaf kita pesen aja, ya, daging yang udah dimarinasi, soalnya kalo mau marinate daging butuh waktu lama."

"Iya, gapapa. Kamu udah kerja keras hari ini, kasian kalo harus masak lagi." Nagara tak tega melihat Valerie kelelahan. Lebih baik menghabiskan uang daripada mengorbankan tenaga Valerie untuk memasak banyak makanan.

"Ya udah, aku pesen dulu paketan buat barbeque-an di rumah di Bagong Food."

"Oke."

***

Aroma daging panggang menyeruak di halaman belakang rumah Nagara dan Valerie, membuat siapa pun yang menghirup akan membangunkan cacing di perut.

"Tuan, Nyonya, saya pamit pulang dulu, ya," pamit Inem kepada kedua sejoli itu.

Valerie seketika menghentikan gerakan memanggang daging, lalu mengoper penjepit makanan pada Nagara. "Tunggu!" serunya.

"Kenapa, Nyonya?" sahut Inem.

Valerie merogoh saku, mengeluarkan uanh seratus ribu rupiah, memberikannya pada Inem. Hari ini ia senang bisa tak gengsi lagi menyalurkan cinta dengan Nagara. Oleh karena itu, ia ingin menyebar kebahagiaan orang lain juga. "Ini bonus buat kamu."

Inem menatap antusias Valerie. "Wah, ini beneran?"

"Bohongan," balas Valerie.

"Ah, Nyonya bisa aja." Inem mengambil uang itu. "Terima kasih banyak, Nyonya."

"Sama-sama, Mbak Inem."

"Kalau begitu saya pamit dulu." Inem tersenyum ramah.

"Hati-hati, Mbak Inem." Valerie dan Nagara melambaikan tangan.

"Sekali lagi terima kasih, ya, Nyonya." Inem merasa dapat rejeki nomplok karena mendapat duit dari Valerie.

"Iya, sama-sama," tutur Valerie tertawa kecil.

"Kaisar, Mbak pulang dulu, ya." Kini ia berpamitan pada Kaisar.

"Dadah, Mbak Inem!" Kaisar melambaikan tangan, menatap antusias sang pengasuh.

"Dadah, Kaisar!" balas Inem, lalu pergi keluar rumah.

Valerie menatap punggung Inem yang kian menjauh, lalu melirik Nagara. "Aku ngelihat Inem tuh cantik, ayu banget wajahnya kayak orang asli Indonesia, eksklusif gitu loh cantiknya. Menurut kamu gimana, Gara?"

"Bener, sih, tapi masih cantikan kamu." Sebelah mata Nagara kedipkan, menatap genit wanitanya.

"Enggaklah. Semua cewek cantik."

"Tapi, kamu yang paling cantik," balas Nagara.

"Hadeh, bucin."

"Apa itu bucin?" Kini Kaisar berceletuk.

"Artinya sayang banget. Nah, Papa sayang banget sama Mama," jelas Nagara, kemudian mengecup pipi Valerie.

Damn, Valerie sontak salah tingkah, tersenyum tanpa henti. Nagara selalu membanggakannya sejak mereka berdamai. Ia senang melihat perubahan Nagara. Ia semakin yakin kalau cinta pria itu sangat tulus kepadanya.

"Kalo sama Kaisar, Papa sayang nggak?" Kaisar bertanya pada Nagara.

"Sayang banget, dong!"

"Belalti Papa bucin, ya, sama Kaisar?"

Nagara menguyel-uyel pipi Kaisar. "Iya, Sayang."

"Kaisar juga bucin sama Papa!" seru Kaisar.

"Lucu banget anak kita." Nagara menatap Valerie, melempar senyuman kepadanya.

"Iyalah! Soalnya aku yang ngelahirin," balas Valerie.

"Iya, deh," ucap Nagara tertawa kecil, kemudian memindahkan daging yang sudah ia panggang ke atas piring.

"Kaisar mau mamam!" pekik Kaisar.

"Ini omelette spesial buat kamu." Valerie memberi omelette yang sudah ia wadahi piring dan diberi sendok agar Kaisar mudah untuk mengonsumsi.

"Makaci, Mama."

"Coba makan sendiri, ya." Di usia empat tahun, Valerie ingin melatih sang anak agar bisa makan sendiri. Walaupun berantakan, tapi hal itu sangat membantu untuk melatih motorik sang anak.

"Iya, Mama!"

Kaisar memang tipe anak yang penurut dan sayang orang tua. Didikan Nagara dan Valerie terbilang bagus mengingat mereka mendadak bersatu karena insiden. Mereka selalu mengajarkan Kaisar untuk menebar cinta kasih kepada makhluk hidup, tapi harus berhati-hati juga mengingat banyak manusia kurang ajar di dunia.

Bocah itu sekarang mencoba makan sendiri. Ia terlihat masih belum lihai memegang sendok, sampai makanan beberapa kali terjatuh ke piring. Akan tetapi, ia tetap berusaha menaruh makanan di sendok, lalu menyantapnya agar sang Mama senang.

"Enak sekali, Mama!" Kaisar tersenyum senang.

"Pinternya anak Mama."

Valerie bangga bisa membesarkan Kaisar sampai sejauh ini. Mendidik anak itu sangat susah, belum lagi biaya yang digelontorkan terbilang banyak.

Sejak mempunyai Kaisar, Valerie sangat mengatur keuangannya, berusaha memberikan sang anak yang terbaik seperti membelikan pakaian berkualitas, makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.

"Baju Kaisar ketumpahan makanan." Kaisar merasa bersalah. Ia mencebik kesal.

"Gapapa, namanya baru belajar makan sendiri. Kamu hebat, loh, udah bisa makan sendiri."

"Yey, Kaisar hebat, Kaisar pinter!" Senang sekali Kaisar mendengar pujian dari Valerie.

Bangga. Satu kata itu mendeskripsikan perasaan Nagara ketika melihat Valerie dan Kaisar. Selama ini, Valerie sangat sabar menghadapi Nagara, hal itu menbuat sang pria merasa beruntung bisa memiliki Valerie. Kelucuan Kaisar juga membuat Nagara gemas.

Nagara merangkul Valerie dan Kaisar, mengecup pipi keduanya bergantian. "Papa sayang banget sama kalian."

"Kaisar juga sayang Papa!" seru Kaisar.

"Kalo kamu sayang aku nggak?" Nagara bertanya pada Valerie.

Valerie mengangkat bahu. "Entah."

"Ya udah," balas Nagara memajukan mulut, memalingkan wajah dari Valerie

***

Tak terasa Kaisar sudah mulai masuk sekolah Taman Kanak-Kanak. Hati Valerie terus gelisah, memikirkan sang anak bagaimana bergaul tanpa ditemani dirinya. Ia tak bisa menemani karena harus memilah barang endorse. Jadi, ia meminta tolong kepada Inem untuk menemani Kaisar.

"Hari ini hari pertama Kaisar masuk sekolah!" Kaisar terlihat antusias.

"Nanti kenalan sama temen-temen, ya," nasehat Valerie sembari tersenyum kecil pada Kaisar.

"Siap, Mama!"

"Sini sisiran dulu, Nak." Kini Nagara yang berucap.

Sebelum Kaisar masuk TK, Nagara dulu sering membentuk rambut anaknya aneh-aneh. Bahkan, ia rela merogoh uang ke barber shop demi mewujudkan rambut aneh untuk sang anak. Kepala plontos di bagian atas, serta rambut di kedua sisi kepala menjadi pilihan Nagara.

Tentu saja hal itu membuat Valerie murka, apalagi waktu itu ia sedang bermusuhan dengan sang istri.

"Sisiran biar Kaisar ganteng, ya?" tanya Kaisar.

"Iya, dong. Biar banyak cewek yang naksir," ungkap Nagara, lalu merapikan rambut Kaisar.

Valerie melotot kesal. "Gara! Masih kecil udah diajarin cinta-cintaan."

"Gapapa, latihan sejak dini." Nagara menaruh sisir di atas meja.

"Muatamu!" Ia berdecak malas.

"Kaisar, kan, udah besar, Mama," ujar Kaisar.

"Iya, udah besar tapi belum dewasa, Sayang. Kamu belum boleh pacaran dulu, ya." Valerie berusaha mengajarkan Kaisar hal yang baik, beda dengan Nagara yang sering mengajarkan anaknya aneh-aneh.

"Oke."

"Oh, iya. Nanti kalo ada orang nggak dikenal ngajakin pulang atau nawarin makan, jangan mau, ya, Nak," peringat Valerie.

"Kenapa?" Biasalah, anak seumuran Kaisar pasti rasa ingin tahunya cukup besar.

"Bahaya, Sayang. Kita nggak tau niat orang itu apa."

Kaisar mengangguk. "Iya, Mama."

"Mbak, tolong ambilin tas Kaisar di deket meja makan," titah Valerie pada Inem yang tengah memasukkan buku tulis kotak ke dalam tas Kaisar.

"Baik, Nyonya"

"Terima kasih."

Inem mengangguk sembari tersenyum ramah.

"Ayo, berangkat," ujar Nagara.

***

Mobil Nagara melaju, membelah kesepian jalanan menuju sekolah Kaisar. Terlihat di halaman Taman Kanak-Kanak itu terdapat banyak orang tua murid mengantar anaknya untuk bersekolah.

Mereka turun dari mobil, mengantar Kaisar sebelum disuruh masuk kelas. Nanti Inem yang akan menunggu bocah itu sampai pulang sekolah.

"Itu temen-temen Kaisar, ya?" Kaisar menunjuk salah satu bocah perempuan yang bersama wanita yang ditaksir berumur tiga puluh tahun ke atas.

"Iya, Sayang," balas Valerie.

Kaisar menarik tangan Valerie, mengisyaratkan untuk mengantarnya ke tempat anak perempuan itu. "Halo temen-temen."

Anak itu mengerut kening. "Siapa, ya? Nggak kenal."

Tentu saja Valerie dan Kaisar terkejut mendengar jawaban anak itu. Namun, Valerie berusaha bersikap tenang agar Kaisar tidak malu.

"Mama bohong!" Mata Kaisar mulai berkaca-kaca.

Valerie hanya mengelus kepala Kaisar guna menenangkan sang anak.

"Nak, nggak boleh gitu. Ayo kenalan," tegur sang Mama kepada anak itu.

"Maaf, Mama." Bocah perempuan tersebut tertunduk sesal. "Maaf, ya, tadi aku jahat."

"Ya, gapapa." Kaisar diajarkan oleh Valerie dan Nagara harus memaafkan seseorang yang sudah menyakiti kita. Kali ini ajaran Nagara tumben benar, biasanya rada ngaco semua.

"Nama aku Citra." Citra mengulurkan tangan pada Kaisar.

"Namaku Kaisar," balas Kaisar membalas jabat tangan Citra, tersenyum ramah pada bocah itu.

"Yey, punya temen baru!" Kaisar melompat ceria.

Mamanya Citra tersenyum melihat anaknya menjadi sumber kebahagiaan Kaisar. Secara tidak langsung, ia sedang mendapat pahala karena menyenangkan orang lain.

"Maaf sebelumnya, Anda Valerie yang selebgram hits dari dulu, ya?" tanya Mamanya Citra kepada Valerie.

"Iya, Bu," jawab Valerie tersenyum ramah. "Namanya siapa, Bu?"

"Nama saya Selvi, Bu Valerie."

"Baik, Bu Selvi, kalau begitu saya pamit dulu, ya. Kapan-kapan mampir ke rumah saya," ujar Valerie.

"Siap, Bu Valerie. Hati-hati di jalan!"

Valerie mengangguk.

"Mbak, tolong jaga Kaisar, ya? Nanti pulang sekolah aku jemput." Kini atensinya terpusat pada Inem.

"Baik, Nyonya," balas Inem.

"Mama sama Papa pergi dulu, ya? Ada Mbak Inem yang jagain kamu."

"Siap!" seru Kaisar.

Nagara mengacak gemas surai Kaisar. "Semangat, Jagoan Papa!"

"Semangat!" balas Kaisar begitu kegirangan.

"Dadah, Kaisar!"

"Dadah, Papa, Mama!"

***

Valerie baru saja selesai membuat video endorse di ruang tengah. Sejak tadi, pikirannya terus tertuju ke Kaisar, tak bisa tenang ia tinggal sendiri sampai mondar-mandir di depan sofa ruang tengah.

"Gimana, ya, Kaisar di sekolah?" gumam Valerie.

Nagara sedang menonton tayangan ulang pertandingan salah satu club bola seketika mematikan televisi. Ia bangkit dari sofa, memeluk Valerie dari belakang. "Pasti dia bisa, kok, adaptasi sama temen-temennya."

Valerie memegang tangan Nagara yang merengkuh pinggangnya. "Semoga aja, ya. Aku takut dia kenapa-napa."

"Kalo dia kenapa-napa, aku cari sekolah lain buat Kaisar," ujar Nagara.

Valerie berbalik badan, mengalungkan tangan di leher Nagara. "Wow, Papa Muda yang sigap."

"Jelas," balas Nagara tertawa kecil. Tatapannya kini mulai serius, membelai rambut Valerie, menelusupkan surai sang wanita ke daun telinga. "Valerie."

"Hm?"

"Udah lama kita nggak quality time berduaan," kata Nagara.

"Siapa juga yang mau habisin waktu sama orang nyebelin kayak kamu?"

Nagara menggeleng. "Valerie, tiap kali kamu bahas itu, aku bener-bener takut kamu pergi...."

"Enggak, kok, tenang aja. Aku masih bertahan sama kamu karena anak, kalo nggak ada Kaisar aku udah minggat dari dulu," jelas Valerie tersenyum tipis.

Nagara melepas pelukan Valerie, lalu duduk di sofa. "Duduk sini." Ia menepuk paha.

"Modusnya lancar jaya mentang-mentang nggak ada Mbak Inem sama Kaisar." Valerie seolah menolak, tapi akhirnya dia duduk juga di pangkuan pria itu.

Kedua tangan Nagara memeluk pinggang Valerie, merapatkan tubuh agar semakin nyaman. "Sesekali gapapa."

"Halah, dasar."

Nagara menaruh dagu di ceruk leher Valerie, menghirup dalam-dalam, memberikan relaksasi bagi tubuh. "Sampai detik ini, cintaku bertambah besar buat kamu. Makin hari malah makin cinta."

Tangan Valerie tergerak untuk mengelus kepala Nagara. "Bagus, dong."

Mendengar respon Valerie, Nagara mengangkat kepala dari ceruk leher wanitanya. "Sebenernya kamu cinta nggak, sih, sama aku?"

"Cinta, tapi nggak sebesar dulu."

"Gapapa cintaku lebih besar dari kamu, yang penting kita bersama sehidup semati."

"Amin," balas Valerie.

"Kangen clingy sama kamu, rasanya nyaman banget berada di dekat kamu." Nagara sudah ancang-ancang mau mencium Valerie, tapi gerakannya seketika terhenti karena bibirnya ditutup rapat oleh Valerie.

"Eh! Udah sikat gigi belum?" Valerie takut gagal berciuman karena bau napas.

"Udahlah." Nagara berdecak sebal.

"Ya udah, boleh cium kalo gitu."

"Sesekali kamu, dong, yang mulai," ujar Nagara.

"Deketin," titah Valerie.

Nagara mendekatkan wajah, membuat jarak di antara mereka mulai terkikis. Valerie mengelus lembut bibir sang lelaki, mengecup kilat benda kenyal tersebut.

"Skill ciuman kamu selalu mantap," puji Nagara.

"Mulutnya! Udah punya anak masih aja mikirin ciuman. Lagian, aku cuma nempel, bukan nunjukkin skill."

"Habisnya kita jarang ciuman...."

"Ya udah, kamu yang mulai cium, kan kamu yang pengin."

"Kamu emangnya nggak pengin?" Nagara berharap Valerie mau bercumbu dengannya.

"Gak." Akan tetapi, Valerie langsung mendaratkan satu kecupan kilat di bibir Nagara.

"Kamu masih dendam, ya, sama aku?" Nagara senang Valerie mau mengecup bibirnya, tapi dia merasa Valerie tidak ikhlas melakukannya.

"Sampai kapan pun, aku pasti bakal inget gimana kasarnya kamu dulu. Kaisar yang bikin aku bertahan. Aku memang cinta sama kamu walaupun sedikit, tapi setidaknya aku masih berusaha bertahan sama kamu sampai akhir."

"Kamu terpaksa bertahan sama aku?"

Valerie mengangguk. "Kamu coba aja pake logika, mana ada yang tahan sama cowok brengsek? Soalnya sekalinya brengsek susah diubah."

"Maaf, Valerie. Aku dulu jahat banget nyakitin kamu." Nagara tertunduk sesal.

"Emang," balas Valerie. "Tapi, ya udah, jugaan udah masa lalu."

Nagara tersenyum Valerie mau memaafkannya. Ia mulai mengikis jarak bibir mereka, mempertemukan kedua benda kenyal, melumat penuh cinta. Valerie kini mulai menguasai lumatan, mempercepat tempo hingga napas Nagara tak beraturan.

"Aku ngos-ngosan, Valerie," keluh Nagara setelah melepas tautan bibir.

"Mampus!" ledek Valerie sembari menjulurkan lidah.

"Paket!"

——

Btw aku ngetik sampe agak pusing, soalnya capek tadi pulang dari PKL, nulis berkas di kantor magang banyak banget😩

Lagi satu part end guis. Ada yang mau disampaikan untuk author?

Ada yang mau disampaikan untuk Valerie?

Ada yang mau disampaikan untuk Nagara?

Maaf yaa kalo ga puas sama ceritanya. Aku ga bisa memuaskan semua orang, tapi aku berusaha untuk lebih baik lagi ke depannya hehehe. Apa jg yg mau di-expect dari cerita mainstream-ku ini wkwkwkw

Yukkk lakukan tradisi readers cinderianaxx dengan cara:

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

2.7k komen + 500 vote aku up yaaa (HARUS TEMBUS YAAA GUISSS!!❤️)

Tbc luv❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro