Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. DREAMING

Maaf kalo ada typo dll, aku kek mau tidur pas ngetiknya. Tadi aku habis dari luar kota, PP 6 jam, soalnya jauh huhu. Aku mendadak ke sana, soalnya kerabatku ada yang meninggal, mau nulis jg ga ada sinyal tadi

Semoga para pembacaku diberi kesehatan dan rejeki yang melimpah yaaa!🥰

Kapan pertama kali kalian jatuh cinta?

Happy reading❤️

Nagara melepaskan tautannya, menatap Valerie penuh kebencian. "Selamat, Valerie. Lo udah buat seorang Nagara Mahaputra jadi bajingan dan nggak respect sama cewek."

"Lo jadi bajingan bukan gara-gara gue, tapi karena ada kesempatan buat lampiasin jiwa bajingan lo."

"Oke, gue bakal lihatin seberapa bajingan gue."

Nagara langsung menyambar leher Valerie dengan tanda merah keunguan, membuat cewek itu meremat rambut Nagara. Ia menggigit bibir, menahan suara laknat yang tak ingin ia keluarkan.

"Gara, stop...."

Nagara menghentikan perbuatannya. "Gue buat tanda itu biar orang tau kalo lo udah ada yang punya."

"Brengsek!" maki Valerie.

"Jangan berani cari cowok lain, cowok lain pasti bakal najis ngelihat tanda di leher lo."

Rekaman kejadian itu terpapar jelas di mimpi Valerie, membuatnya meremat kasur, keringat membasahi dahi.

Nagara yang baru saja dari kamar mandi setelah cuci muka seketika panik. Ia berjalan ke atas ranjang, menepuk pipi Valerie berkali-kali. "Valerie, bangun!"

"Jangan!" Valerie sontak terbangun, menggeleng cepat dengan napas memburu.

Nagara mengelus bahu Valerie guna menenangkannya. "Lo kenapa, Valerie?"

Mendengar suara Nagara, membuat jantung Valerie berdegup kencang, takut kalau cowok itu akan melakukan hal seperti di mimpi. "Lo boleh adu mulut sama gue, tapi jangan bikin gue sakit hati."

Nagara sekarang paham bahwa Valerie ketakutan karena dirinya. "Kenapa sampe nangis, hm? Lo mimpi apa?" Cowok itu berusaha membuat Valerie menceritakan sendiri apa yang sebenarnya dimimpikan oleh cewek itu.

"Lo buat tanda keunguan di leher gue gara-gara lo cemburu...."

Kedua retina Nagara terbelalak. "Ya ampun, gue nggak bakal kayak gitu, Valerie." Ia menangkup wajah Valerie. "Lo tenang, ya? Semarah-marahnya gue sama lo, gue nggak bakal segila itu."

"Janji?" Valerie menatap Nagara penuh harap, semoga saja cowok itu bisa memegang janjinya.

Nagara mengangguk. "Janji."

"Kali ini gue bener-bener takut, Gara...."

Nagara mendekap tubuh Valerie, mengelus punggung wanita itu. Ia mengecup kilat kening Valerie, lalu menatapnya penuh kesungguhan. "Percaya sama gue, oke?"

"Oke, tapi...." Valerie terlihat gusar.

"Tapi apa?" Nagara mengerut bingung.

"Kalo Ted nelpon, lo nggak bakal ngatain gue lonte atau sampai ngelakuin hal yang bajingan, kan?"

Nagara menghela napas. "Gue usahain buat enggak ngelakuin hal gila," jawabnya."Lo mau makan apa? Biar gue masakin."

Valerie seketika menggeleng panik. "JANGAN NAWARIN MAKAN, GUE TAKUT!"

"Kenapa, Valerie?" tanya Nagara.

"Soalnya di mimpi gue, lo nawarin makan dulu, habis itu kita ke dapur. Lo niatnya mau masak kangkung, tapi pas tau Ted nelpon, lo langsung cium leher gue sampe berbekas supaya nggak ada cowok lain yang ngelirik."

"Damn, gue nggak kayak gitu. Gue memang sering ngatain lo, tapi nggak sampe kurang ajar," balas Nagara.

Valerie menarik ujung baju Nagara, menatap cowok itu penuh harap. Ia menggeleng. "Pokoknya jangan masak, gue takut...."

"Lo kenapa jadi lemah gini, sih?" Nagara bukannya meremehkan Valerie, tapi dia takut cewek itu kenapa-napa. Dirinya memang sering mengejek Valerie, namun bukan berarti ia senang ketika perempuan berambut ombre pirang tersebut merasa sedih atau ketakutan.

"Maaf, kayaknya gue gampang sensitif gara-gara hamil."

"It's okay, gue cuma mau mastiin keadaan lo. Sekalipun lo beneran lagi lemah, gue bakal nemenin lo, walaupun gue bakal ejek dulu."

Valerie cemberut. "Kurang ajar!"

Nagara hanya tersenyum tipis menanggapinya. Setidaknya, ia sudah bisa mengalihkan Valerie dari masalah agar tak kepikiran mimpinya terus. "Ya udah, sekarang lo mau gimana? Nggak mungkin, kan, kalo lo nggak makan-makan?"

"Pesen aja, ya? Nanti minta tolong sama Pak Satpam buat bawain makanannya ke kamar."

Nagara tak henti mengelus lembut rambut Valerie. "Oke, yang penting lo ngerasa nyaman."

"Kenapa lo baik banget hari ini?" Valerie hari ini benar-benar tersentuh akan kebaikan Nagara. Apakah mimpi yang ia alami pertanda bahwa semuanya akan baik-baik saja mengingat kejadian hari ini berbanding terbalik dengan fakta.

Nagara memegang kedua bahu Valerie. "Ngelihat kondisi lo kayak gini, gue nggak mungkin ngejek lo, Valerie. Tolong jaga kondisi, ya? Gue berusaha buat nggak bikin lo sakit hati."

"Iya, Gara." Valerie seketika mengangguk seperti anak yang menurut pada orang tuanya setelah diberi lollipop.

"Sorry selama ini gue bikin lo sakit hati. Gue pikir karena lo nyolot pas gue ejek, gue ngiranya lo nggak sakit hati, apalagi sampe terbawa mimpi, berarti lo sebenernya trauma." Nagara terlihat menyesal saat mengucapkannya.

"Gitu, ya?"

"Hm," sahut Nagara. Cowok itu kini menelusupkan anak rambut Valerie ke daun telinga, mengelus lembut pipi wanita itu. "Maaf, Valerie...."

"Ini gue nggak mimpi, kan?" Valerie tak percaya kalau Nagara bisa berbuat baik.

Plak!

Nagara menampar agak keras pipi Valerie agar cewek itu tersadar.

"Anjing, sakit!" protes Valerie sembari memegang pipinya yang ditampar.

"Berarti lo nggak mimpi," tutur Nagara.

Valerie mendekatkan tubuhnya pada Nagara, membenamkan dagu di leher cowok itu untuk mencari ketenangan. Nagara membalas pelukan Valerie, mengusap lembut punggung cewek itu.

"Jangan sedih lagi, ya, Vale."

Valerie melepas pelukannya. "Itu semua tergantung lo. Kalo lo baik, pasti gue seneng."

"Asal lo nggak deket-deket sama cowok lain, gue pasti baik. Gue nggak mau bilang gue cinta. Jujur, gue masih ragu apakah yang gue rasain ini cinta atau bukan."

"Gapapa, nanti pasti sadar sendiri." Valerie yakin kalau perasaan yang Nagara alami adalah jatuh cinta kepadanya. Tak mungkin ada cowok marah melihat cewek dekat cowok lain kalau bukan karena cemburu.

"Jadi pesen makanan?" Nagara mengalihkan topik pembicaraan.

"Jadi," jawab Valerie, mengangguk.

Nagara mengambil ponselnya di atas nakas, membuka sandi benda pipih tersebut dengan sidik jari. Ia menyodorkan benda itu pada Valerie. "Lo yang pesen, pake aja hape gue."

"Oke," balas Valerie. Ia mencari aplikasi Bagong Food di layar ponsel, membukanya guna mendapatkan makanan yang ia incar. Banyak pilihan di sana, membuat Valerie bingung mau makan apa. Cewek itu tampak berpikir sejenak. "Enaknya makan apa, ya?"

"Kali ini makan makanan seh—"

"JANGAN NYURUH GUE MAKAN MAKANAN SEHAT!" Valerie teringat lagi akan mimpi buruk yang ia alami. Rangkaian peristiwa yang Valerie rasakan di mimpi hampir sama dengan yang terjadi saat ini.

"Lo takut gue ngelakuin hal itu?" tanya Nagara.

"Iya...."

"Sushi, deh, kalo gitu, biar lo enak makannya."

"Serius?" Valerie suka sekali makan sushi. Ia sumringah begitu mendengar tawaran Nagara.

"Iya, Valerie."

"Yes! Makasih banyak." Valerie memekik senang.

"Sama-sama." Nagara tersenyum melihat Valerie senang. "Pilih yang paketan gede itu, jangan yang kecil, biar bisa bagi dua."

Valerie mengangguk. "Siap."

Ponsel Valerie bergetar di atas nakas, menyebabkan cewek itu mengambil benda pipih berlogo apel digigit. Di layar terpampang nomor tak dikenal, rasa ragu seketika menyelimuti perasaan. Pada akhirnya, ia angkat panggilan tersebut.

"Halo, ini siapa, ya?" tanya Valerie hati-hati.

"Ini Ted."

Sial! Kejadian di mimpi lagi-lagi hampir sama dengan realita. Ia harus mencegah kejadian yang tak diinginkan saat ini. "Oh, gue lagi sibuk, nantian aja telponnya."

"Tap—"

Bip.

Valerie mematikan sambungan telepon secara sepihak, tak mau Nagara mengamuk lewat batas. Jika mimpi tersebut tak hinggap di Valerie, mungkin cewek itu tak akan setakut inin dengan Nagara.

"Siapa yang nelpon?" Nagara bertanya.

Dengan nyali mulai ciut, ia berujar, "Ted."

"Lo takut?"

"Iya."

Nagara sebenarnya ingin marah, namun ia tahan supaya Valerie tak ketakutan. Ia ingin menjaga perasaan cewek itu mengingat selama ini ucapannya serig menyakiti Valerie. "Udah, angkat aja, gapapa, kok."

"Beneran?" Valerie menatap Nagara antusias.

Nagara mengangguk. "Bener."

"Ya udah, gue telpon lagi, ya?" Valerie tadi sebenarnya tak enak mematikan sambungan telepon secara sepihak.

"Iya," jawab Nagara.

Valerie kembali mengecek ponsel, mencari histori panggilan terakhir kali di sana guna menelepon Ted. Ia menekan tanda untuk panggilan, lalu menempelkan ponsel ke telinga.

"Akhirnya lo nelpon lagi, Valerie."

"Lo dari mana dapat nomor telepon gue?" tanya Valerie.

Nagara mulai menyimak perbincangan antara Valerie dan Ted, jaga-jaga apabila cowok itu genit pada Valerie.

Jiwa posesifnya mulai kambuh.

"Steven yang ngasih."

"Oh, gitu. Ada perlu apa lo nelpon gue?" Valerie terkesan dingin agar Nagara tak marah.

"Pengin basa-basi aja, soalnya udah lama kita nggak ketemu."

Dikarenakan jawaban Ted menjurus ke ritual pemancingan emosi Nagara, ia memutuskan untuk cari aman. Mungkin karena efek hanil, jadinya dia lebih manja dan patuh pada calon suami. "Nih, ngomong aja sama cowok gue."

Nagara tersenyum puas. "Bagus."

"Oke, nggak masalah."

Valerie memberikan ponselnya ke Nagara, diambil oleh cowok itu. Nagara menekan tombol speaker agar sang perempuan ikut mendengar perbincangan para lelaki tangguh.

"Halo, Bro. Kenalin, gue calon suaminya Valerie." Nagara sengaja bilang begitu agar Ted tahu kalau Valerie hanya miliknya.

"Gue Ted, calon suami mantan lo, Letisya Kemuning."

"Kenapa bisa mau nikah sama Letisya?" tanya Nagara.

"Singkat cerita, gue ketemu dia pas kuliah di luar negeri, terus gabung ke komunitas perkumpulan mahasiswa Indonesia di luar negeri. Akhirnya, kita pacaran, deh."

"Setau gue, Letisya nggak suka sama cowok yang pernah main ke club malam."

Valerie cemberut mendengar Nagara malah membicarakan sang mantan di depan dirinya. Untuk apa membicarakan masa lalu di depan pacar? Yang ada bikin sakit hati.

"Baru kenal lo udah niru omongan gue."

"Memangnya yang udah lama kenal doang yang boleh niru omongan lo?" Nagara berdecak malas.

"Auk, deh." Ted memilih tak memperpanjang topik agar tidak terjadi perdebatan panjang. Ia masih ingin tahu lebih lanjut bagaimana karakter Nagara sesungguhnya.

"Jangan nanyain pacar gue, lo udah punya Letisya," tegas Nagara.

"Lo juga jangan nanyain atau kepo tentang calon istri orang, lo udah punya Valerie."

"Gak jelas," cibir Nagara.

"Kan, baru calon, bukan istri."

"Jangan macam-macam lo! Tadi perasaan lo yang nasehati gue?" Nagara sudah berusaha semaksimal mungkin menahan emosi agar Valerie tak ketakutan. Setidaknya, Nagara kini tak mengamuk seperti biasa.

"Bercanda, Nagara. Chill."

"Chill, chill kepala lo bonar!" protes Nagara, membuat Valerie tertawa.

Nagara melirik sekilas Valerie yang tertawa, membuat nyali cewek itu menciut. Nagara melempar senyuman manis kepada cewek itu, memastikan kalau dirinya tak akan mengamuk jika Valerie tertawa.

"Ya udah, kasih hapenya ke Valerie, gue mau telponan."

"Dia lagi sibuk, Tod. Bye!"

"Anjing!"

Bip.

"Nagara, gue udah tau lo bakal kayak gitu. Demi lo nggak ngamuk, makanya gue kasih telponnya ke lo," lontar Valerie.

"Harusnya nggak usah, jadinya gue bikin kacau." Naluri pengacaunya hanya bisa bangkit jika hal itu mengenai Valerie atau ancaman yang akan menghancurkan hubungan mereka.

"Gue nggak mau mimpi itu kejadian, rasanya nyata banget...."

"Tenang, Valerie," ujar Nagara.

"Gue juga pengin tenang, Gara."

"Gue bakal buat lo nyaman di samping gue," tutur Nagara bersungguh-sungguh. Ia rasa, ini saatnya untuk tak membesarkan rasa gengsi demi menutupi perasaan kepada Valerie yang kian membuncah.

"Semoga lo bisa pegang omongan lo."

"Tapi, nggak dipungkiri kalo gue bakal marah."

——

Maaf part kali ini ringan, biar ga marah mulu wkwkkw

Mending makan ayam pop atau rendang?

Yukkk lakukan tradisi readers cinderianaxx dengan cara:

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

6,8k komen + 450 vote aku up yaaa

Tbc luv❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro