Gege
Saya tidak mendapatkan keuntungan apapun dengan membuat cerita ini. Kesamaan plot hanya kebetulan semata. Fanfiksi ini dibuat untuk fangirlingan.
Lanjutan dari tweet fic berikut:
https://twitter.com/arthursteils/status/1553341965583822849?t=RT_1t19LZS3RPyf7cb2hCg&s=19
Warnings: out of character, typos, adegan dewasa🔞, bukan bacaan minor. Dosa ditanggung masing-masing.
Selamat membaca.
***
"Lei-didi~" Huasen menggoda Xuning. Memanggil nama aslinya, ditambah embel-embel didi.
Xuning cemberut. Menjebak Huasen di dinding. Tangannya menahan kedua sisi tubuh Huasen. Mencegah pemuda di hadapannya untuk kabur.
"Panggil aku 'gege', Yang?" ucapnya.
"Kan aku yang harus dipanggil gege. Bukan kamu!" Huasen cemberut. Memalingkan wajah, pura-pura ngambek.
Huasen 13 hari lebih dulu menyapa dunia daripada Xuning. Tian Xuning yang seharusnya dipanggil didi.
"Panggil aku 'gege', Yang?" pinta Xuning. Mengeluarkan jurus puppy eyes.
"Kenapa kamu pengen banget dipanggil 'gege'?" tanya Huasen penasaran.
"Karena kamu pernah manggil Shuai-ge pake 'gege'."
Chang Huasen mengerutkan dahi. Alasan macam apa itu? Cemburu?
Sebelum Huasen mendapat kesimpulan, Xuning melanjutkan. "Lagipula panggilan 'gege' kan spesial. Kayak panggilan sayang."
"Kan kita panggilnya pake 'ayang'. Emang kurang?"
"Biar ada sensasi lain, Yang?"
"Sensasi apa? Kamu tuh aneh-aneh aja."
"Boleh ya, Yang?" pinta Xuning. Keukeuh dengan keinginannya. Pantang mundur sebelum terkabul.
Huasen berpikir sebentar kemudian menjawab. "Enggak, ah! Aku capek. Mau tidur. Awas!" Huasen menepis tangan yang menghalanginya sejak tadi. Dihempaskan tubuhnya ke kasur empuk hotel.
Seharian perjalanan langsung dilanjut ke tempat wisata pertama hingga malam ini baru kembali ke hotel. Sesampainya di hotel, Tian Xuning malah membuat ulah.
"Yah, Yang?" Tian Xuning merengek. Huasen pura-pura tidak mendengar. Menarik selimut seolah tidak terjadi apapun.
Xuning menghampiri tempat tidur dengan raut ditekuk. Jelek sekali. Ia ikut menarik selimut. Namun memilih berbaring di pinggir tempat tidur sisi lain dari Huasen dengan posisi membelakangi.
Huasen belum sepenuhnya terlelap, mengintip dari balik selimut. Biasanya Xuning akan memeluknya ketika tidur. Kali ini dia benar-benar ngambek.
Huasen tersenyum geli melihat tingkah kekanakan Tian Xuning.
'Ngatain aku bocil, tapi dianya lebih kekanakan.'
Huasen berbalik menghadap punggung Xuning. Sengaja membuat suara berisik supaya Xuning sadar. Huasen tahu Xuning pura-pura tidur, pura-pura ngambek untuk menarik perhatian.
Namun, Tian Xuning tidak bergeming. Masih di posisi membelakangi Huasen. Chang Huasen tergelitik untuk menggodanya sekali lagi.
"Tian Xuning..." panggilnya.
Tidak ada jawaban.
"Tian Lei..."
Sekali lagi, tidak merespon. Tian Xuning membulatkan tekad untuk tidak goyah.
"Lei Zi~." Huasen mendekatkan diri. Memeluk dari belakang punggung lebar Xuning. Akhir-akhir ini kekasihnya sangat rajin pergi ke gym. Hingga dalam waktu singkat, tubuhnya yang dulu kurus semakin membentuk otot.
Huasen iri, tapi sekaligus merasa nyaman di pelukan Xuning.
Bahkan dengan godaan seperti itu. Iman Tian Xuning tetap kokoh.
Huasen bangkit. Mendekatkan bibir ke sebelah telinga Xuning dan berbisik dengan nada menggoda, "Lei-gege~"
Seketika tubuh Huasen didorong keras hingga terhempas. Beruntung di bawahnya kasur yang empuk. Tidak sakit, hanya kaget.
"Kamu ini..." Xuning dengan posisi di atas tubuh Huasen perlahan memangkas jarak di antara keduanya. Huasen bisa merasakan napas Xuning menerpa kulit. "Sangat nakal." lanjut Xuning, diikuti kecupan di bibir.
Huasen membalas kecupan dengan senang hati. Tangannya melingkar di leher Xuning. Mendorong kepala pasangan agar ciuman menjadi semakin dalam dan intens.
Mereka masih ingin melanjutkan kecupan demi kecupan. Namun kebutuhan oksigen memaksa melepaskan diri. Seutas saliva bening memanjang dari ujung lidah masing-masing.
Napas Huasen memburu. Begitu juga dengan Xuning. Rona di wajah terlihat jelas di bawah lampu yang masih terang menyala.
Tangan Xuning terulur meraih remote lampu di atas meja. Mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur.
Huasen sudah berekspektasi dengan adegan tidak senonoh berikutnya. Namun ekspektasinya yang dijunjung tinggi kemudian dihempaskan dengan keras. Tian Xuning menarik selimut dan kembali tidur.
Chang Huasen yang sudah diburu nafsu seketika kecewa. "Cuma segitu?" serunya.
Xuning berbalik, dengan santai berkata. "Kalau mau lanjut, panggil aku gege lagi."
Huasen mendelik mendengar ucapan Xuning. "Yang benar saja! Dasar kekanak-kanakan."
Namun karena sudah kepalang tanggung. Bagian 'bawah' sana sudah meronta di balik celana. Sekali lagi Huasen menggoda kekasihnya―yang tanpa dosa pura-pura tidur.
"Lei-gege~, ayo lanjut. Tanggung ini~" goda Huasen. "Lei-gege~" kali ini disertai colekan di bahu Xuning.
Tian Xuning segera melempar selimut dan sekali menghempaskan tubuh Huasen. Mengecup kembali bibir ranum Huasen tanpa ampun. Huasen terkejut, namun segera menguasai diri dan menikmati permainan.
Selagi asyik bersilat lidah. Tangan mereka sibuk menjelajah sejengkal demi sejengkal tubuh pasangan masing-masing. Membelai dengan lembut, menggelitik di bagian sensitif hingga salah satu mengerang nikmat.
Jemari Xuning menemukan titik sensitif milik Huasen di balik kaos yang masih dikenakan. Memainkannya dengan berbagai variasi. Ditekan, diputar, dipelintir dan ditarik secara bergantian.
Huasen yang nafsunya sudah sampai ubun-ubun medorong tubuh Xuning untuk mengerang. Napasnya seolah sedang dikejar cheetah kelaparan.
Tian Xuning memanfaatkan waktu dengan melepas atribut yang menempel di tubuh. Kemudian melepas pakaian Huasen tanpa sisa. Celana dan kaos berserakan di lantai.
Huasen tidak berpaling dari abs milik Xuning. Kurang lebih enam bulan perjuangan Xuning membentuk tubuh ideal yang diinginkan oleh Huasen. Wajahnya makin merona dan tangannya terulur untuk menyentuh otot perut yang sangat diidam-idamkan itu.
Xuning memposisikan diri diantara kedua kaki Huasen. Tangannya terulur memanjakan titik sensitif di dada Huasen sekali lagi. Mulutnya memanjakan sebelah titik sensitif Huasen yang menganggur.
Huasen sibuk menutup mulut dengan kedua tangan. Menahan desahan dan erangan yang kapan saja bisa keluar dari mulutnya.
Padahal bukan pertama kali mereka melakukan hal seperti ini. Tetap saja wajah Huasen merona layaknya kepiting rebus.
"Jangan ditahan, keluarkan saja." Xuning menarik tangan Huasen menjauh dari mulut sendiri. Menuntunnya kepada benda kebanggaannya yang sudah meraung di bawah sana.
Huasen tahu apa yang seharusnya dilakukan. Gilirannya memanjakan Tian Xuning. Sementara miliknya juga tengah dimanjakan oleh belaian jemari Xuning.
Baik Xuning maupun Huasen sama-sama mengerang. Seakan berlomba siapa yang akan mencapai puncak terlebih dulu. Tian Xuning menghentikan aktivitas saat Huasen sudah di ujung tanduk.
"Kok berhenti?" tanya Huasen kecewa. Xuning menyeringai. Huasen merasa seringainya itu menyebalkan.
"Panggil lagi dong~"
Huasen memutar bola mata. Sudah pasti disengaja. Membuat Huasen harus memohon-mohon saat dirinya hampir mencapai klimaks.
"Lei-gege, aku sudah tidak tahan lagi~"
Huasen sudah kepalang tanggung untuk malu, sekalian saja mengikuti permainan. Xuning menyeringai puas.
"Keluar sama-sama ya, Yang?"
Dalam beberapa gerakan intens keduanya mencapai puncak kenikmatan bersama. Sejumlah cairan kental mengotori perut Huasen. Keduanya pun ambruk.
Sebelum kesadaran menghilang, Xuning membersihkan sisa 'kegiatan' mereka dengan tisu. Huasen sudah sangat lelah untuk menggerakkan persendian. Akhirnya pasrah membiarkan Xuning melakukan apapun.
Gumpalan tisu dibuang asal-asalan ke dalam bak sampah. Berakhir tergeletak di lantai bersama dengan tumpukan pakaian. Dibiarkan begitu saja semalaman. Sementara pelaku menarik selimut dan saling berpelukan untuk segera menjemput mimpi indah.
***
Terima kasih sudah membaca.
Salam,
Bella.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro