Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Empat Belas

Tema: "Buatlah tokoh cerita kalian sedang PDKT dengan crush-nya sesuai dengan love language kalian masing-masing."

Mature-romance (non-eksplisit)

666 kata

Aku dan Amee sebenarnya belum pernah bertemu sama sekali selepas kelulusan SMA. Jadi, waktu reunian angkatanku minggu lalu, aku dan dia luar biasa awkward. Padahal, masa-masa sekolah, kami pernah pacaran, berciuman, bucin-bucinan, romantisan, mojok, layaknya hal lumrah yang dilakukan remaja kasmaran.

Masalahnya cuma satu, pasca kelulusan empat tahun lalu, kami sedang dalam status berpacaran tiga bulan saat ayahnya Amee memutuskan untuk pindah kota dan serta melarangnya untuk menjalin hubungan denganku. Sebab pertama, kata ayahnya aku ini remaja berandal, bengal dan sifat itu tidak masuk dalam kriteria kelayakan menjadi pasangan anak semata wayangnya. Maka dari itu, remaja yang menjadikan tawuran antar sekolah sebagai hobi ini terpaksa memutuskan kontak dengan Amee.

Aku tidak rindu dengan gadis itu, sungguh. Meski bibirnya seolah meminta dicium, mati-matian aku menahannya. Jangan sampai kelewat batas. Aku dan Amee tidak ada hubungan lagi. Toh, aku juga sudah punya pacar.

"Hai, Zas," sapanya. Gadis itu memakai gaun super ketat sampai belahan dadanya kelihatan mentereng. Bokongnya dia dudukkan di sofa sampingku—sebagai info, reuni kami diadakan di rumah mewah milik ayahnya teman kami, yang sekaligus merayakan ulang tahun. Di tangan Amee, ada segelas kecil minuman. Wine, mungkin. "Sudah lama kita nggak bertemu, ya. Kau banyak berubah."

"Amee," sapaku. Sebenarnya, aku tidak memperdulikanya. Lamat-lamat, kuperhatikan sekawananku yang sibuk menari seperti kuda mabuk kecubung di tengah-tengah ruangan dengan pendar cahaya neon. "Kau juga."

"Ah, aku tersanjung." Dia menyesap minumannya. Dengan sengaja semakin mendekat ke sampingku. "Tidak menyangka kita bisa bertemu di sini. Terakhir kali kita bertemu ...."

"Empat tahun lalu," sambungku. Aku menoleh padanya. Amee melengkungkan seulas senyum kecil. Banyak perubahan pada figur gadis kecil yang dulu jadi pacarku. Pipinya agak kencang, kulitnya sawo matang nan glowing, bibirnya tebal dibalut gincu merah. Bah.

"Iya, empat tahun. Rasanya lama juga." Dia menaruh telapak tangannya pada pahaku. Tubuhku bergetar. "Kamu nggak rindu denganku, ya?"

Rasanya, desiran itu terulang lagi seolah kami sedang bermesraan di masa sekolah. Naik motor berdua, ke taman, ke mall, ke rumah ....

"Ah, ya, aku tahu." Sebelum aku sempat membalas, dia melanjutkan, "Kau, 'kan, sudah punya pacar."

"Ya, begitulah," paparku.

"Tapi, Zas, bukan berarti kau tidak bisa merindukan seseorang, 'kan? Maksudku, dalam artian bukan pacar," terang Amee, "ingat, sebelum berpisah, aku tidak mengonfirmasi kalau hubungan kita kandas."

Aku menoleh padanya. Susah sekali menaruh fokus hanya pada matanya. "Bagiku kita selesai, Amee."

"Ayolah, Zasca!" Dia tampak memelas dan, demi apa pun, dengan sengaja mengusap-usap pahaku yang dibalut celana jins. Telapak tangannya terasa memberi efek berbeda di sana. "Aku tahu kau masih kesal dengan ayahku sebab dia main pindah kota tiba-tiba begitu! Kau cukup benci dengan ayahku, tetapi jangan denganku. Cukup akui saja—kau rindu padaku, kan?"

Amee menaruh segelas minumannya di atas meja. Lalu bergerak intens, teratur, rapi, elegan dan pelan mendekat ke arahku. Duduk di sampingku, dengan sengaja menaruh lipatan kakinya—lagi-lagi—di atas pahaku. "Dindingmu sekarang tinggi juga, ya. Siapa sih, gadis yang telah mengubahmu dan sedang berpacaran denganmu itu? Dulu kau sering menggoda siapa pun, sekarang bahkan kau kaku disentuh olehku. Siapa sih dia? Si menor Ametys? Si kaya Shareen atau ... si pintar Delilah?"

Belum sempat aku berkata, Amee melanjutkan kalimatnya, "Oh, aku tahu. Kau pasti menjalin hubungan dengan Geesa. Si cewek transparan yang dulu itu pemalu banget, duduk paling belakang, paling pojok, yang jika dipanggil guru, butuh tiga kali seruan sampai ia menoleh. Itu, 'kan? Wah—"

Aku menciumnya.

Aku benci mendengar dia mengoceh, jadi aku mencium bibir merahnya. Melumatnya selama sepuluh detik—

Karena, Geesa sedang memerhatikan kami berdua. Gadis itu berdiri kaku di tengah-tengah kawananku yang sedang menari ria.

Amee sepertinya sadar, karena dia mengerutkan kening dan lekas bangkit setelah menoleh ke belakang. Sebelum benar-benar hengkang, Amee mendekatkan bibirnya di telingaku, berbisik, "Sudah kuduga, kau benar-benar belum bisa melepaskanku."

Sial. Dia benar.

anggep aja 4 tahun nggak ketemu, di atas itu adalah masa-masa pendekatan (lagi) bagi Amee ke Zasca. BUAHAHAHAHHAHA

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro