Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(1/1)

And i give up forever to touch you, 
cause iknow that you feel me somehow.

(Goo Goo Dolls - Iris)

***

Aku menghela napas berat ketika mata kami bertemu, sekilas ia menatap kearahku sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Lagi-lagi, dadaku berdesir ngilu menyaksikannya.

"Kay, ayo!" Aku menoleh, menemukan Dira yang sudah berdiri di sampingku.

"Ayo deh, Dir." Dira menatapku, lalu mengikuti arah pandangku, sejurus kemudian ia menggeleng-geleng tidak percaya.

"Lo masih nggak mau kenalan juga?"

"Nggak berani Dir, bukan nggak mau." Aku menggigit bibir bawahku, membuat Dira mendengus keras. Bosan mendengar keluhanku.

Akhirnya, kami hanya melangkah meninggalkan lobby fakultas, menuju kelas yang berada di lantai dua.

Aku meletakan tasku di kursi yang berada tepat di samping jendela, baris ke tiga dari kursi paling depan.

"Pasti telat deh tuh si Tedi." Aku tidak menghiraukan keluhan Dira di sampingku, karena memang setiap mata kuliah Statistik Sosial, dosenku selalu terlambat masuk kelas, dan setiap itu pula Dira akan mengeluhkan hal yang sama.

Tatapanku kini terpaku pada sosok yang duduk di bawah kanopi depan gedung fakultas.

Pada cowok dengan kaus oblong berwarna hitam, lengkap dengan jeans robek dan kets berwarna cokelat.

Cowok itu sedang asik mengobrol dengan teman-temannya, sesekali asap rokok dihembuskannya keras-keras, membuat aku mencibir. Cowok yang sama, dengan cowok yang tadi tatapannya bertemu denganku di lobby.

Namanya Rama.

Senior tingkat akhir yang masih belum bisa mengurus skripsi, berkat absennya yang bolong sana-sini.

Sampai saat ini, aku hitung, dia masih harus mengikuti tiga mata kuliah yang sama dengan angkatanku.

Bukan bodoh, dia cuma terlalu sibuk jadi aktivis, sampai lupa bahwa normalnya orang mencapai gelar sarjana dalam kurun waktu empat tahun.

Pertama kali kami bertemu, ketika masa pengenalan kehidupan kampus. Aku menjadi salah satu maba bimbingannya yang harus rela diseret-seret ke gedung sana sini. Aku adalah satu dari seratus dua puluh mahasiswa baru bimbingan Rama. Selamat, karena artinya aku hanya sebuah jarum diantara tumpukan jerami emas. Kenapa jerami emas? Karena 'mereka' mahasiswa baru lainnya, lebih berpotensi untuk dapat teraba oleh alat indra Rama.

Aku mengingat jelas, bagaimana kesan tentangnya pertama kali  terbentuk saat itu. Manly.

Itulah yang pertama kali menghampiri benakku, namun ketika ia mulai berbicara, sederet kesan baik lainnya ikut tertera jelas dalam ingatanku. Baik, humoris, tegas, supel, humblefriendly.

Dua hari pertama yang seharusnya terasa seperti neraka, justu selalu membuatku bersemangat mengikuti kegiatan ospek tersebut. Terlebih lagi, ia jauh berbeda dengan yang lain. Tidak membentak, tapi tetap tegas. Membuat aku semakin yakiniwant this one.

Setelah dua hari ospek tingkat universitas, kami di serahkan pada fakultas masing-masing, untuk mengikuti ospek tingkat fakultas. Itulah masa-masa ospek yang benar terasa seperti neraka.

Tapi, Tuhan cukup menyayangiku. Dia memberiku peluang lebih untuk tetap menjadi pengagum rahasia Rama, karena Rama ternyata  satu prodi denganku.

Jadi, setelah aku resmi melepaskan masa ospek, kami lebih sering bertemu-- atau mungkin, aku yang lebih sering menemukannya.

Pada hari senin biasanya aku menemukannya di depan sekretariat BEM universitas, yang berderet dengan sekretariat UKM lainnya.

Pada hari selasa dan rabu, kadang ia berada di kampus, seringnya tidak. Pada hari-hari seperti ini, biasanya kami berpapasan di lobbykantin bersama, atau depan sektetariat.

Pada hari Kamis, selalu setiap pukul sepuluh, ia duduk di bawah kanopi bersama teman-temannya, seperti hari ini.

Pada hari Jum'at, dia hanya dapat ditemukan di depan sekretariat atau di kantin bersama.

Lihat sendiri 'kan, dibanding di sekitar kelas, ia lebih sering berkeliaran di ruang sekretariat. Bagi Rama, kuliah hanya pengisi waktu senggang diantara organisasi dan hobby.

Kalian bertanya apa hobbynya? Sampai saat ini, ada tiga hal yang menjadi hobby Rama; rapat, naik gunung, dan musik.

Pernah suatu waktu aku mengetikan namanya pada mesin pencari google, yang aku temukan cukup membuatku bermimpi indah sepanjang malam; rekaman suara Rama.

Mendengarkannya membuatku berdebar, membuatku merasa hangat, dan membuat fantasiku meliar.

Setelah itu, aku memberanikan diri untuk meng-add salah satu akun social medianya dan yang aku temukan, malah membuatku jatuh cinta lebih dalam lagi.

Dia mencintai keluarganya, khususnya ibunya.

Hampir tidak ada postingannya tentang perempuan, kecuali tentang ibunya, atau tentang kakaknya yang telah dipeluk bumi dua tahun silam.

Setiap kata yang tertera di sana membuatku semakin terhanyut jatuh cinta.

Sejak saat itulah, jantungku berdebar lebih keras, darahku berdesir lebih hebat, dan kupu-kupu memenuhi perutku tiap kali tatap kami bertemu.

Aku menyukai Rama, lebih dari pada aku menyukai diriku sendiri.

Delapan belas tahun, pada akhirnya dialah laki-laki pertama yang dapat membuatku jatuh cinta lebih dahulu.

Hari berganti, bulan berlalu, ia masih tidak mengenalku, aku masih menyukainya, ia masih tak tergapai, dan aku masih tidak kasat mata.

Namun tetap, aku menyukainya. Menyukai cara ia berbicara, caranya tersenyum, caranya berjalan, caranya tertawa, caranya mengeluh, bahkan caranya menghisap tembakau. Aku menyukainya lebih banyak dari pada aku membenci rokok. Singkatnya, aku menyukai apapun yang ada pada dirinya.

Sampai pada suatu waktu, aku mengetahui Nanda--salah satu teman seangkatanku-- juga menyukainya.

Dia jauh lebih berani dibanding aku, beberapa kali mereka saling  pesan, bertukar sapa, dan berbagi pengalaman satu sama lain.

Sejak saat itulah, apa yang aku rasakan tiap kali kami bertemu berubah.

Kini tidak ada lagi debaran keras, desiran hebat, atau kupu-kupu yang berterbangan. Sebaliknya justru sesaklah yang terasa.

Aku merasakan tenggorokanku tercekat setiap kali kami bertemu pandang. Kenapa aku baru menyadarinya? Rama terasa begitu dekat namun ternyata terlalu tingi untuk digapai. Dia... tidak tersentuh.

Air mataku meluruh bersamaan dengan dia yang berdiri dari tempat duduknya, lalu mendongakan kepalanya. Lagi-lagi, tanpa sengaja mata kami bertemu.

Aku ingin mengalihkan pandanganku, agar ia tidak menyadari bahwa aku memperhatikannya, namun seluruh syarafku mengkhianatiku.

Aku tetap tenggelam dalam mata cokelat lumpur itu, tidak perduli seberapa jauhnya jarak, seberapa tebalnya kaca jendela ini, aku masih dapat menemukan manik matanya disana.

Jika tatapan dapat berbicara, aku berharap mataku dapat menyuarakannya. Menyuarakan, betapa aku menyukainya, dan seberapa menyakitkannya menjadi pengagum rahasia.

Setelah beberapa waktu, teman Rama menepuk bahunya, membuat Rama mengalihkan pandangannya sebelum berlalu dari tempatnya.

Aku menghela napas berat berusaha membunuh sesak yang menghantam.

Pada akhirnya Rama, aku menyerah untuk menyentuhmu, karena kamu memang terlalu jauh untuk direngkuh.

Pada akhirnya Rama, selamanya mungkin aku akan akan seperti angin, yang tidak teraba oleh indra penglihatanmu.

Dan kenyataan terakhir, yang paling menyakitkan.

Pada akhirnya Rama, selamanya mungkin aku akan menjadi si pengagum rahasia, yang mencintai dalam diam.

-----

Bekasi, 16 April 2016



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro