Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Target Lain

Di tengah kerumunan, seorang lelaki jangkung mencoba mencari jalan keluar. Mukanya terlihat begitu risih dengan orang-orang sekitar. Suara tawa dan candaan mereka yang lakukan terhadap sahabatnya tadi sangat tidak bisa dimaafkan. Dirinya bukan tipe pendendam, tetapi jika itu menyangkut orang yang ia pedulikan, sifat itu akan berubah.

Ketika sudah berada di barisan depan, Adi tidak menemukan orang yang ia cari. Dirinya mendapatkan seorang laki-laki yang tengah dikelilingi para gadis. Lelaki itu memancarkan pesonanya dengan lancar seolah hal yang baru saja terjadi hanyalah angin lalu.

"Woi, Asu!" Semua pandangan tertuju padanya.

"Gak usah, sok, mutados lu, Setan. Lu kira lu lucu, ya?" Wajahnya begitu serius. Terlihat dari rahangnya yang tegas dan tatapan mata layaknya seekor elang. Di hatinya sudah terbakar api-api amarah jika melihat pria itu.

"Santai dong, Bos, gak usah ngegas," ucap salah satu laki-laki di kerumunan.

Adi kemudian menatap lelaki itu dengan tatapan yang sama. Mulutnya mengisyaratkan sesuatu dengan perlahan.

"Diem Anjing." Semua orang yang melihatnya hanya bisa menelan ludah dan menampakan wajah yang ketakutan. Pandangan Adi kembali fokus kepada lelaki di depannya.

"Gak usah senyum-senyum lu, gaada yang ngelawak di sini."

Yoga tertawa renyah. "Pita ternyata punya peliharaan yang loyal, ya. Gua baru tahu."

Tak terima Adi pun menerjang ke arah lelaki itu. Tangan kanannya secepat kilat meraih kerah baju Bagus dan mengangkatnya ke atas. Keduanya saling melontarkan tatapan penuh kebencian.

"Jangan mentang-mentang ngerasa lu famous di sini, lu bisa berbuat seenaknya."

Lagi-lagi Yoga hanya tertawa, kali ini lebih keras. "Lu, salah. Temen lu, yang udah buat kuburannya sendiri. Lu lupa, ya? Di sekolah ini masih berlaku hukum rimba, yang kuat bertahan ...." Yoga tersenyum dan mengecilkan suara. "Yang lemah bakal tertindas."

Tak lama setelah kata-kata itu lolos dari mulut Yoga, pipinya seketika bertemu dengan tanah dengan suara hantaman yang begitu keras. Mulutnya mengeluarkan darah segar. Rahangnya seperti tergeser dari tempat semula.

Semua orang pun lari menjauhi kedua pemuda itu. Teriakan histeris para siswa perempuan menambah ketegangan. Ada yang begegas mencari anak PMR, melapor ke guru bahkan masih ada siswa yang merekam kejadian itu.

Yoga yang masih terkapar di tanah masih belum bisa bergerak. Ia nampak terkejut atas apa yang terjadi pada dirinya. Rasa sakit yang ia alami masih belum ada apa-apanya dibanding apa yang telah ia lewati. Dirinya terkejut menyadari ada seseorang yang mampu membanting dirinya sekeras ini.

Adi melangkahkan kakinya ke arah Bagus. Ia pun duduk sila di samping lelaki itu.

"Masih ngerasa jagoan di sini?" ucap Adi disertai dengan tawa kecil.

"S-siapa lu sebenernya?"

"Lu gak usah tau siapa gua yang asli, selama tubuh ini bisa dikendaliin, nyawa sama identitas asli lu ... terancam." Adi meneruskan kata-katanya dan saat detik itu juga netra Adi yang hitam keabuan berubah menjadi biru dalam hitungan sepersekian detik.

Ketika melihat ke arah belakang, Adi hanya bisa menghela napas. Ia pun berdiri dan mengangkat kedua tangannya ke atas. Seolah penjahat yang sudah terkepung lelaki itu hanya bisa pasrah. Giliran para guru yang mengerumuni mereka berdua. Sebagian menggotong Bagus dan lainnya menuntun Adi ke ruang BK. Keduanya masih mempunyai urusan yang belum terselesaikan.

📜📜📜

Matahari sudah mecapai shift akhir. Ia tidak akan mengambil jatah kerja sang rembulan untuk mendapatkan upah tambahan. Jika hal itu terjadi, mungkin semua makhluk hidup sudah ketar-ketir mencari perlindungan.

Gradasi langit jingga menciptakan suasana yang sendu untuk para pencipta kopi. Burung-burung pulang ke sarang. Suara klakson mobil dan motor menggema di jalan raya. Malam sebentar lagi tiba, tetapi Adi belum beranjak dari rumah di ujung jalan.

Sedari tadi ia hanya termenung memandangi rumah itu sambil meminum segelas kopi di tangan. Pikirannya runyam memikirkan hal yang baru saja ia lakukan di sekolah. Di saku bajunya sudah ada surat peringatan yang telah ditandatangani kepala sekolah. Besok ibunya harus menghadap BK dan mendengar cerita yang dilebih-lebihkan para guru. Menyesal? Tentu tidak. Ia hanya bingung kenapa ia hanya menjadi seorang penonton ketika kejadian tadi berlangsung.

"Gua itu sebenernya siapa, si? Apa, iya, harus ke psikiater? Kayaknya kelamaan sendiri bikin psikis gua terkikis," ucap Adi bermonolog ria.

Rumah tua ini sudah dinobatkan menjadi tempat tongkorongannya semenjak duduk dibangku SMP. Dari mengerjakan tugas hingga tidur sampai larut malam pun bisa. Rumah kedua setelah rumahnya sendiri. Setiap pagi ia akan menyisihkan uang jajannya untuk membelikan makanan dan menaruhnya di atas pagar, ketika ia kembali ke sini pastinya makanan itu sudah hilang. Entah itu dimakan para tuna wisma atau pun binatang, lelaki itu tidak pernah absen melakukan kebiasaan anehnya.

Suara nada dering ponsel Adi begitu keras sampai menimbulkan getaran hebat di saku belakang celananya. Ia pun mengangkat telepon itu dan melihat kontak ibunya Pita di layar.

"Halo, ada apa, Tan?"

"Adi, kamu bisa ke sini, nggak? Pita dirujuk ke RSUD Lembang sekarang belum siuman. Tante sebentar lagi ada meeting di tempat kerja, kamu keberatan nggak kalau jagain Pita malam ini?"

Pikiran Adi langsung teringat dengan suara teriakan perempuan ketika dirinya sedang berada di ruang BK. Ternyata dugaanya benar, bahwa teriakan itu berasal dari Pita.

"Adi?"

"Ah, iya, Tan. Bisa-bisa, kabarin ibu Adi dulu, aja."

"Udah, kok tadi tante udah nelpon Citra, katanya boleh."

"Oke, Tan. Sebelumnya Adi boleh nanya sesuatu nggak?"

"Boleh-boleh, ada apa, Di?"

Adi menggigit bibirnya. Ia takut jika dugaannya yang kedua benar. "Pita kenapa bisa masuk ke rumah sakit, Tan? Yang nganterin dia ke sana siapa? Perasaan di sekolah dia nggak kenapa-napa." Lelaki itu berbohong dengan sangat mulus.

"Tadi kata suster yang bilang, badan Pita panas suhunya lebih dari tiga puluh delapan derajat. Lemes banget pokoknya, kayaknya dia kecapean. Dia biasa gitu, kalau udah ngerasa stres."

"Terus dia dianter siapa, Tan?"

"Tadinya tante kira itu kamu. Abisnya siapa lagi selain kamu yang biasa nganterin Pita, kan? Taunya kakak kelas Pita yang sering antar jemput Pita dulu." Bola mata Adi pun membesar setelah mengetahui siapa orang itu.

Adi menutup telpon. Netranya berubah menjadi biru lagi.

"KEPARAT!"

~Bersambung~

Halo! Ketemu lagi sama tor-tor, maaf, ya, kemarin ilang seminggu tor-tornya lagi sok sibuk wkwk. Maaf banget kalau part ini sedikit, tor-tor lagi gaenak badan banget doain cepet sembuh, ya! Semoga minggu depan bisa triple update gitu, hehe! Jangan lupa tekan vote dan komen, ya!!! Bye, maniez. 

Love, Xenon

Minggu, 21 Februari 2021
900 words.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro