Nuwala peringatan
"Lu diem-diem mulu kalau ada gua, ada apa si sebenernya? Lu suka sama gua bukan?" tutur Pria di sebrang Pita yang sedang mengunyah makanan. Bola mata perempuan itu berputar seraya mendengar perkataan yang baru saja ia dengar.
Namanya Adipati. Tujuh belas tahun, disukai banyak perempuan, dan saingan Pita dalam semua hal. Entah itu pelajaran, olahraga, bahkan dalam membaca buku. Keduanya tak terpisahkan semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Suka membaca buku, bermain kartu dan pandai memainkan suling. Sifatnya tidak dingin, ia benar-benar hangat kepada semua orang. Senyumannya bagaikan koreografi love shot yang dipraktikan Kim Jong-in. Sangat candu.
"Neng Pita, lirik akang Adi, dong," ucap Adi sambil menjawil Pita. Ia memberikan gaya bunga mekar andalannya. Kedua tangannya memegang kedua pipi dan ketika sang target sudah berfokus padanya senjata pamungkasnya ia lancarkan.
Pita hanya bisa menghela napas melihat tingkah laku musuh bubuyutannya itu. Ia langsung meneguk air dan membereskan bekalnya agar tidak ada korban lagi yang terjatuh ke perangkap senyuman Adi.
"Di, lu mau gimana pun juga, kalau lu bukan Henry Cavill, mah. Gua gak bakal tertarik," ucap Pita sambil menggigiti kuku.
"Jorok ari maneh! Kebiasaan lu kalau udah makan bukannya cuci tangan malah ngemutin kuku." Sayang, perkataan Adi sama sekali tidak diindahkan.
Jika ditanya bagaimana hubungan keduanya. Pasti bukan seperti Dilan Milea di buku Dilan. Cinta Rangga di film ada apa dengan cinta atau pun Elizabeth dan Darcy di buku pride and prejudice. Mereka berdua memiliki hubungan yang ... unik.
Unik dalam artian selalu bersaing satu sama lain. Namun, keduanya saling menghargai bahkan juga peduli. Kadang saling membenci. Kadang juga bekerja sama. Kedinamisan mereka berdua memanglah tidak serumit kode enigma, tetapi patut dipertanyakan.
Bulu kuduk Pita tiba-tiba saja berdiri. Energi negatif datang dari arah timur. Tepatnya segerombolan adik kelas yang mengawasi dirinya layak elang ketika Adi duduk memutuskan duduk bersama Pita.
"Di, lain kali jangan duduk sama gua coba kalau di kantin, gua risih sumpah sama anggota sekte lu."
Adi tertawa renyah. Para anggota sektenya semakin menggila.
"Lain kali kalau glow up jangan kebangetan coba! Lu dari yang suka main di comberan, kucel and the kumel, dekil. Canda dekil. Bermetamorfosis jadi mirip kayak Louis Partridge. Lu pas ke Banten pasti beli susuk, 'kan?"
"Lah, kok, tahu gua ke Banten? Gua kan nggak ngasih tau siapa-siapa! Tuhkan, lu tuh suka sama gua, sampe nge-stalk gue gitu."
"Ngelunjak, anjir! Ditamasan ku coca-cola geura!" Pita mengeluarkan botol minumnya dan memposisikan tangannya untuk melempar botol tersebut.
"Lu juga glow up, Pit. Lu kan dulu sering ngambil tutut di sawah, terus ngegelantung di pohon nangka pak RW. Liat aja lu sekarang. Lu atlet lari punya banyak medali, mirip Millie Bobby Brown lah, tapi versi eksotisnya dikit."
"Mantan atlet ...." Pita pun terdiam sebentar ketika mendengar kata atlet. Ia tak pantas lagi mendapat sebutan itu. Mimpinya sudah terkubur dalam-dalam.
Adi pun langsung menyadari apa yang terjadi. Refleks ia menampar jidatnya sendiri dengan pelan. "Gak maksud serius, lu emang cantik dari dulu, kok."
Pita pun menatap Adi. "Iya, emang dari dulu gua cantik, sih. Alami kayak Purbasari." Pita lalu mengusap kedua pundaknya dengan cepat. Ada kekesalan di wajah Adi setelah mengatakan itu semua.
Waktu telah menunjukan pukul tujuh empat puluh lima. Bagi siswa dan siswi yang masih di keluar kelas dimohon untuk masuk ke kelasnya masing-masing. Kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai.
"Mapel pertama kita, sejarah, ya?" tanya Adi dengan was-was.
Pita mengangguk pelan. Keduanya seketika melontarkan tatapan serius. Sejarah adalah mata pelajaran yang paling mereka suka. Semenjak kelas sepuluh, ketika pelajaran tersebut dimulai Adi dan Pita akan selalu aktif menjawab dan bertanya untuk mendapatkan nilai tertinggi.
"Gua yang bakal spotlight hari ini, liat aja nanti!" ucap Pita dengan penuh percaya diri.
"Cih, maaf aja, lu bakal tenggelam kayak perahu Barents, Pit," balas Adi tak mau kalah.
Akhirnya keduanya berdiri dan berjalan ke kelas dengan mengambil rute yang berbeda. Mereka tidak sadar sebuah makhluk mungil mengamati gerak-gerik mereka dari balik tong sampah.
📜📜📜
Senin bukanlah hari terbaik bagi semua orang. Tanpa terkecuali Adi dan Pita. Keduanya kecewa karena ternyata Pak Rudi-guru sejarah Indo-harus absen karena masih bertugas di tempat lain. Seisi kelas terlihat tidak ada gairah sama sekali. Bukan karena mereka siswa IPS, tetapi karena guru yang mengajar kurang interaktif dan fokus berbicara pada papan tulis.
"Ya, jadi tadi penjelasan tentang Ralph Rinton mengenai diferensiasi ras, mengerti semuanya?"
"Mengerti, Pak." jawab para murid serempak.
Karena bosan, Pita memutuskan untuk membaca novel baru yang ia bawa dari rumah. Sedangkan Adi membaca kumpulan cerpen Nusantara. Keduanya duduk berdekatan, tepatnya di belakang kelas dekat dengan peta seluruh dunia dan mading kelas.
Ketika sedang asyik larut dalam cerita. Tiba-tiba saja penghapus kecil yang dipotong-potong mengenai tepat kepala Pita. Hal itu membuat Pita langsung menengok ke arah samping.
"Di, sumpah gak lucu." bisik Pita kepada lelaki yang ada di sebelahnya.
Adi pun menengok ke arah Pita yang sedang memegang potongan penghapus putih.
Adi pun menggelengkan kepala sebagai respons. "Demi gua gak lempar apa-apa ke elu, gua juga lagi fokus, anjir." Pria itu pun kembali menjalankan aktivitasnya.
Sementara itu, Pita masih terheran-heran. Ia tahu bahwa lemparan itu dari jarak dekat karena ia bisa merasakan itu langsung. Dirinya pun duduk di paling ujung bagian kanan kelas, jika ada yang melemparkan kertas pun, Pita akan melihat hal tersebut dengan jelas.
"Pit, sumpah ...."
Adi kembali menengok ke arah Pita, tadinya ia akan memarahi perempuan itu karena dirinya pikir Pita sengaja membalas, karena sedang tidak ada kerjaan. Namun, niatnya terurungkan ketika melihat Pita sudah memberikan tatapan linglung.
Dari luar jendela tiba-tiba saja terdengar suara yang begitu keras. Pita refleks melihat ke bawah dan menemukan sebuah genting yang sudah hancur.
Ternyata hal itu tidak sekali, beberapa genting lain pun menyusul dengan cepat. Pita pun kembali terkejut ketika mendengar suara kucing berada tepat di atasnya. Ia merasa ada sesuatu hal yang tidak beres akan menimpanya.
"Pita, awas!"
Adi dengan cepat menarik Pita keluar dari tempat duduknya. Tak selang beberapa detik. Langit-langit kelas pun jatuh menimpa tempat duduk gadis itu. Di waktu yang bersamaan jatuhlah sepasang kucing berwarna hitam dan putih yang terlihat sudah tidak bergerak lagi.
Pita dan Adi kemudian saling bertukar pandangan ketika melihat sepasang kucing yang ada di hadapan mereka.
Keduanya tersentak. Diam mematung. Seribu bahasa. Pasalnya kedua kucinh tersebut adalah kucing yang baru saja mereka lihat pagi ini.
~Bersambung~
===
Podium
Jorok ari maneh! = Jorok banget si kamu (maneh = kamu tapi kasar)
"Ngelunjak, anjir! Ditamasan ku coca-cola geura!" = Ngelunjak, ya! Dicuci/basuh (tamas = cuci muka versi halus) sama coca-cola, nih!
===
Apakah ada yang punya crush ke Adi? Yang mau daftar sekte Adipati silakan yok, dm Xenon aja langsung wkwk. Jangan lupa pencet bintang di kiri kawan-kawan! Ramein juga, ya, kalau bisa! See you next week, maniez!!
Love, Xenon
Minggu, 17 Januari 2021
1038 words.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro