Nungka Baru

Embusan angin bergerak cepat menembus bagian tubuh yang sekarang pelesat cepat layaknya sebuah rudal. Air matanya terepavorasi. Rambutnya sedang bersenang-senang dengan dewi langit. Wajahnya? Oh, tentu saja begitu ikonik. Kedua mata membesar , hidung kembang-kempis, dan mulutnya terus merengek layaknya bayi. Spertinya dengan wajah itu Pita bisa masuk banyak akun meme di sosial media.
Perempuan itu fokus menghadap ke daratan luas di bawahnya. Penuh dengan warna hijau yang begitu beragam. Memang cantik dan menyejukan jika dilihat. Namun, akan menyeramkan jika membayangkan tubuhmu akan menghantam tanah begitu keras dengan suara seperti rudal sungguhan.
"Gustiiiii hampura Pita loba misalah, Pita hoyong hirup ya Allah, Ncan kawin kami teh, Ncan PO risol teteh Amoooooy, Gustiii can sarjanaaaaa." Pita terus saja mengoceh tanpa henti. Memanjatkan segala doa dan keinginannya yang belum tercapai. Tanpa ia sadari di belakangnya seorang laki-laki dengan rambut hitam nan klimis mencoba mendekatinya dengan berenang di atas awan dengan gaya kupu-kupu.
"Pitaaaaaa, weiiii."
Suara itu begitu familier di telinga sang perempuan, ia ingin menengok ke belakang tetapi takut malah sebuah siluman elang yang ia temukan. Lelaki itu terus menoba memanggil namannya. Namun, Pita masih kukuh dengan pendiriannya. Lagi pula dia masih harus berfokus ke arah depan karena dalam hitungan detik mungkin saja ia akan menjadi rudal sungguhan.
"Jack Austin Sugar daddy guaaaaaaa."
Pita tersentak. Reflek ia seketika menengok ke belakang dan mendapati sahabat karibnya langsung memeluknya dengan erat. Pipi pita memerah dan langsung memanas ketika sadar ia dan Adi tengah menempel tepat di atas badannya. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tepat sebelum keduanya jatuh ke daratan, sulur-sulur pohon berwarna emas bergerak sendiri dan membentuk sebuah jaring. Jaring tersebut berhasil menahan beban Adi dan Pita dengan mudah dan melemparkan keduanya ke atas lagi seperti sebuah trampolin. Malaikat maut sepertinya kecewa melihat mereka berdua selamat.
"H-hi," ucap Adi sambil tersenyum. Tidak dalam hitungan detik tangan kanan Pita mendarat di pipi Adi. Saking kerasnya tamparan tersebut Adi melepaskan pelukannya dan tersungkur ke arah samping.
"Hai, hai, cungurmu Hai! Udah nyebut nama bapak gua, modus meluk gua, bisa-bisanya lu nyapa sambil senyum pas kita hampir aja mati dari ketinggian ratusan meter dari tanah." Adi belum bisa menggubris. Dirinya masih kesakitan mendapatkan tamparan Pita yang begitu dahsyat.
Pita pun melihat sekeliling dan sadar bahwa mereka berdua sedang di tempat antah berantah. "Di ... kita di mana?"
Menunggu Adi yang belum pulih, Pita memutuskan keluar dari jaring emas. Matanya benar-benar dimanjakan dengan pemandangan pohon-pohon tinggi menjulang. Sinar matahari begitu terasa menghangatkan kulit. Suara kicauan burung begitu sopan masuk ke dalam telinga. Percikan air pun terdengar di arah kiri. Pita coba memeriksanya dan mendapatkan sebuah sungai yang masih jernih dipenuhi ikan-ikan kecil.
"Oh, wow, bukan di Lembang lagi ini, mah ...."
"Pit ...." Lengan Pita sekali menampar sahabatnya dengan keras. Kali ini tepat sasaran di pipi bagian kiri.
"Eh, maaf-maaf, sumpah demi apapun gua reflek banget kirain orang lain."
"Lu kira sape, hah? Pak tarno? Tenaga lo, kek, tenaga kuli gila," ucap Adi sambil mengelus kedua pipinya yang merah lengkap dengan telapak tangan Pita di kedua pipi.
"Ya maap, Di. Btw, keknya kita di dunia lain, deh. Serius di sini pemandangannya terlalu asri gak kayak tempat kita. Jangan-jangan ...." Pita menengok ke arah Adi.
"Apaan? Gak usah sok dramatis, deh, anjir. Iye, kita di dunia lain."
"Bukan itu maksud gue, lo nggak inget sama mimpi kita? Ketemu sama kucing item putih dan lain-lain? Ini maksudnya! Kita udah jadi target." Pita menendang sebuah batu di depannya dengan ketus. "Kenapa kita, sih? Anjir, lah!"
Adi yang melihat Pita berhasil menendang batu di depannya pun terkejut. Ia mulai melemparkan pandangan dramatisnya lagi.
"Nape lu, terpesona sama kecantikan gue?" Adi menggeleng. Telunjuknya mengarah tepat ke arah kaki perempuan itu.
Sama terkejutnya dengan Adi, Pita pun meraba-meraba kakinya. Ia bisa merasakan tulang, kulit, bahkan rambut-rambut tipis yang tersebar. Ia mencubit-mencubit betisnya sendiri seolah kejadian ini adalah mimpi. Ekspresi perempuan itu pun berubah. Kepalanya terus menggeleng dan kedua tangannya ia taruh menutupi mulutnya yang terbuka.
"Di ... g-gua i-ini ...." Adi hanya bisa tersenyum melihat temannya yang terkejut bukan main. Pita tak sanggup berkata-kata lagi atas kejadian aneh yang menimpanya. Air mata bahagia keluar begitu deras dari pelupuk mata. Kakinya bergetar dan dirinya pun terjatuh ke tanah.
"Eh, eh, jangan syok gitu dong, bangun-bangun sini." Adi mengulurkan tangannya untuk membantu Pita berdiri lagi. Ia pun membersihkan debu-debu yang mengotor pakaian sahabatnya. "Nggak ngerti, deh, gue. Lu nampar gua tiba-tiba aja kaki protestik lu tergantikan. Gimana kalau lu jadi pacar gua coba tiap hari nampar gue bisa jadi milayarder, elu."
Pita pun berhenti sejenak. "Tunggu, lu ... nembak gua?"
"Pit awas!" Adi menarik lengan Pita tepat sebelum dua buku berwarna biru jatuh menimpa kepalanya. Pemuda itu kemudian mendekati temuannya dan langsung saja mengambil salah satu buku tersebut.
"Ngapain lu ambil, anjir?" tanya Pita dengan wajah yang masih berderai air mata.
"Sapa tau gua dapet hadiah." Ketika salah satu jarinya menyentuh buku tersebut semua alat geraknya tiba-tiba saja berhenti berfungsi. Ia menatap Pita dan tubuhnya langsung terpental ke arah belakang saat itu juga.
"Ah, akhirnya para collector datang juga!"
Pita langsung mencari dari mana suara itu berasal. Ia melirik ke kanan dan ke kiri dan tidak menemukan apa-apa selain semak belukar.
"Tak usah bingung Pita! Selamat datang di Nusantara!"
~Bersambung~
Hai semua! Asik ketemu lagi sama thor-thor. Maaf chapternya nggak sepanjang kemarin lagi banyak TO akhir-akhir ini. Doain aja thor-thor masuk PTN, yak! Biar Untold bisa rampung juga ihiy. Jangan lupa vote dan ramein kolom komentar! Terimakasih, Maniez ❤
Love, Xenon
1000 words.
7 Maret 2021


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro