Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kahanan Genting

Sedari tadi tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Keduanya bingung untuk memulai percakapan. Biasanya di kelas kicauan merekalah yang paling berisik, bahkan burung beo saja kalah. Namun, lihat suasana yang mereka ciptakan sekarang. Tenang dan damai, sama sekali tak mencermikan sifat Adi dan Pita yang hampir mirip dengan Suku Mongol.

"Nih, anak lagi mikirin apa sih? Tumben dari tadi nggak ngomong-ngomong mulu," batin Adi.

Lelaki itu bingung, tak biasanya si tuyul betina seperti ini. Ia begitu anteng mengamati lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi, ada yang aneh dari pandangan Pita. Tatapan kosongnya seperti tatapan orang yang terkena pelet.

Tak lama kemudian Adi pun membelokkan sepeda yang ia kendarai ke jalan tusuk sate dekat sekolah. Jalan yang sama ketika Pita bertemu dengan kucing hitam dan putih yang menghantuinya akhir-akhir ini. Tidak ada angin tidak ada hujan, ketika Adi memutar stang sepeda ke arah kiri, perempuan yang sedang diboncengnya memeluk dirinya dengan erat.

Perasaan aneh bergejolak di dalam diri Adi. Ia seperti sedang duduk di kursi listrik, tetapi bukan listrik yang menyambar saraf-sarafnya. Melainkan sebuah rasa gatal yang sangat ekstrem.

"JIR, LEPASIN GUEEE MARKONAH."

Adi pun memberhentikan sepeda dan melepas kedua tangan yang melingkari tubuhnya. ia langsung terkena serang kejang-kejang saat itu juga.

"Nah, akhirnya lu ngomong juga."

Lelaki itu berhenti menggaruk badannya yang sama sekali tidak gatal ketika mendengar perkataan itu. Badannya ditegapkan dan pandangannya kini berfokus kepada Pita.

"Jadi, maksud lo, lu tiba-tiba meluk gua gegara ...."

"Gua gak mau ngomong duluan, iya, hehe." Senyum merek pasta gigi terpancar dari wajah Pita. Ekspresi polosnya menambah kesan perempuan ini memang benar-benar menyebalkan.

Adi mengambil napas dalam-dalam lalu ia tahan. Canda tahan. Pada saat itu juga ia embuskan perlahan. Dirinya sedang menerapi diri agar selalu sabar menghadapi gadis itu.

"Tolong ini mah, lain kali jangan meluk gua tiba-tiba."

"Lah, emang kenapa? Lu baper, ya?"

Adi menghela napas, bola matanya berputar seiringan. "Heh, maniak risol! Tau sendiri yang ngomong zodiak kita gak cocok tuh sape, hah? Yakali gua baper ama tuyul betina kayak, lo."

"Bener si ... Lu aries gua taurus. Sama-sama elemen tanah pula. Untungnya gua tanah humus, bagus buat tanaman. Daripada lu tanah mediterania, rapuuuuh, ew!" Tatapannya yang polos berubah menjadi tatapan tengil yang selalu ia lontarkan ke Adi. Tangan di depan dada seperti belalang sembah. Mulutnya naik ke atas dan begitu juga kedua pundak. Pose ini lah yang menyebabkan Pita disebut tuyul betina oleh Adi.

"Udah bisa ngomong aje, lambe lu nyerocos mulu kek soang. Percaya sama zodiak pula, ade-ade aja emang. Dah, lah cape ngeladenin lu mulu." Adi pun kembali mengambil kursi kemudi sepeda. Namun, pandangannya kemudian teralihkan dengan sosok hewan yang menunggu mereka di ujung jalan tersebut. Tak hanya satu, tetapi dua.

"Sumpah gak lucu, deminya gak lucu. Adi tolong lu cepet muter sekarang juga," ucap Pita seraya menarik-narik kerah Adi seperti kuda.

Adi yang melihat Pita panik, tanpa basa-basi memutarkan sepeda dan mengayuhnya dengan cepat menuju jalan yang ramai. Baru pertama kali ini Pita mengalami deja vu. Namun, tidak dengan Adi, tanpa perempuan itu tahu, ia sudah dihantui kedua makhluk itu beberapa tahun terakhir.

📜📜📜

P

anasnya matahari seperti membakar semua orang di kelas XI IPS 1 layaknya kentang goreng Emsidik yang baru saja dituangkan ke dalam minyak. Bulir-bulir keringat yang melewati pelipis para siswa menjerit untuk diobati dengan segarnya Ponari sweat. Andai saja angin gelebug di tempat ini sekencang kipas angin El ji, semua murid tidak akan mengeluh seperti ibu-ibu yang melihat harga minyak naik.

Namun, tidak dengan kedua orang yang ada di bangku paling depan. Keduanya fokus memperhatikan gurunya yang sedang memberikan materi. Ini adalah hari Selasa, hari di mana mata pelajaran sejarah minat dijelaskan.

Pak Arthur kadang kerepotan ketika menjelaskan materi karena Pita dan Adi selalu menanya fakta-fakta yang tidak ada dalam buku untuk mendapat kejelasan. Antusias keduanya memang tidak bisa diragukan. Untuk teman sekelasnya pun tidak menganggu persaingan antar mereka berdua. Selama keduanya tidak pelit memberikan ilmu yang mereka miliki orang-orang kelas bisa diajak kompromi.

"Mister Arthur izin bertanya." Arthur yang sedang sibuk menulis di papan tulis pun menghentikan kegiatannya. Ia memutar badan dan tersenyum hangat kepada Pita.

"Iya, Pita? Ada apa?"

"Kenapa sampai sekarang pembunuhan John F Kennedy masih belum ditemukan siapa pelakunya?"

Arthur terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan muridnya. Ia bisa menjawab pertanyaan Pita dan menghabiskan waktu empat puluh lima menit pelajarannya hanya untuk menjawab pertanyaan itu jika dia memakai empat belas teori yang beredar di wikipedia. Namun, pria berumur dua puluh tujuh tahun itu malah tersenyum ke Adi dan memberikan sinyal untuk menjawab pertanyaan Pita.

"Saya aja yang jawab, Pak?"

"Go on, saya lihat mulut kamu udah gatel, tuh." Pita terlihat kecewa atas respons yang didapat. Sepertinya Arthur tahu bahwa dirinya hanya ingin mengetes kemampuannya.

"Karena yang paling valid sampai saat ini itu, bukti atau hasil autopsi mayat JFK dibakar dan hilang tanpa jejak gitu aja. Belum lagi beredar rumor-rumor di internet yang ngebuat kasus viral dan konspirasi makin naik daun. Tapi kalau lu nanya soal pendapat gue Pit, gua yakin ada foul play di sini."

"Foul play emang apaan, Di? Kok, gua baru denger?" tanya Pita dengan ekspresi lugu. Adi sangat familiar dengan tatapan itu. Tatapan di mana Pita ingin mengetes kemampuan seseorang.

"Singkatnya, ada yang nggak suka sama kemenangannya JFK. Di sini si pelaku bikin ancaman ataupun bisa jadi sampai nyewa hit man untuk bisa menurunkan jabatannya pada masa itu. Permainan licik dalam konteks pembunuhan. Buktinya dari empat belas konspirasi, lima di antaranya bersangkutan sama pemerinatah. Belum lagi kejadian ini tuh yang katanya penyebab perang Vietnam dan ada sangkut pautnya sama revolusi Cuba. Karena kalau JFK masih hidup kejadian-kejadian di atas kemungkinan besar nggak akan terjadi. "

Seisi kelas terdiam sekaligus terkesima mendengar jawaban Adi. Sisi jeniusnya mulai terpancar ketika ia bisa melahap pertanyaan Pita dengan sangat detail. Semua teman kelasnya yang sebelumnya terlihat malas, menyerap energi Adi dan menjadi bersemangat seketika. Tidak heran dirinya menjadi ketua English Club angkatannya dengan cara aklamasi.

"Wow, bravo Adi! Really detail. Kamu dapat tambahan poin dari Bapak."

"Terima kasih, Pak," ucap Adi sambil menundukan badannya.

"P-pak, saya nggak dapat juga?" tanya Pita sambil mengangkat tangan kanannya.

Arthur menghela napas. "Lain kali kamu jangan nanya pertanyaan yang udah tahu jawabannya. Gak baik ngetes orang. Understand, Pit?" Pita mengangguk perlahan. Kepalanya kemudian terbenam oleh pertanyaan yang mengubur dirinya sendiri.

"Oh, iya. Istirahat kedua kalian temuin bapak, ya, di perpus. Ada yang mau bapak omongin." Pita seketika melirik ke arah Adi begitu pun sebaliknya.

"Pak, kalau misal ketemunya besok gimana, Pak? Bisa, gak?" tanya Adi yang pikirannya buyar ketika tahu rencanananya akan gagal.

"Sebentar, kok. Paling lama lima belas menitan, kamu ada keperluan ke mana emang?"

"N-nggak, Pak. Tadinya saya .... "

"Adi mau rapat EC pak, kemarin mau ngomongin soal proker." Di waktu yang tepat, Pita menyela perkataan Adi dan menyelamatkan pria itu dari kecurigaan sang guru. Pria itu paling tidak bisa untuk berbohong.

"Loh, sekarang kamu ikut EC, Pit?"

"Iya, pak. Di tim lari saya udah ngundurin diri, jadinya nyari eskul baru, hehe."

"Oke, ya, sudah. Jangan lupa, ya. Kembali ke buku paket hal 193 di sana bisa di lihat revolusi Amerika ...."

Baik Adi maupun Pita saat itu pun mulai gundah memikirkan kemungkinan yang akan terjadi di perpustakaan. Mereka takut akan kehadiran seseorang yang mengawasi mereka dari ruang perpustakaan sedari tadi.

📜📜📜

Suara yang keluar dari audio sekolah terdengar jelas. Lantunan bel istirahat kedua merupakan lantunan yang paling tidak disukai oleh kebanyakan siswa Kusuma Bangsa. Alasan umumnya karena bel itu terlalu nyaring dan memekakkan telinga. Alasan khusus, melodi yang tercipta memberikan kesan horor dibanding kesan bebas dari pelajaran.

"Di, lu yakin kita mau masuk ke sini? Lu bisa baca kan pesan singkat yang tadi kita dapetin pas masuk kelas?" Ucapannya terdengar saat terburu-buru. Wajah Pita terlihat begitu cemas. Bagaimana tidak? Jika kalian mendapatkan sebuah pesan menggunakan tinta berwarna merah yang tidak lazim. Apakah kalian akan mengikutinya?

"Pit, lu mau kan bisa tidur tenang? Lu emang gak mau tahu jawaban mimpi-mimpi aneh yang lu alamin, gitu?" Manik hitam Adi menatap Pita dengan tajam. Kantung hitamnya bisa terlihat jelas oleh perempuan itu. Keduanya butuh jawaban atas persoalan mereka yang sama. Tepat saat Pita mengalihkan pandangannya, dari dalam kaca terlihat sosok besar dengan matanya yang merah memandang sang gadis dengan tatapan aneh.

"Ad—"

Teriakan yang keluar dari mulut Pita dibarengi dengan suara pintu perpus yang terbuka. Bu Heni penjaga perpus langsung ditampilkan pemandangan tak senonoh ketika hanya ingin menghirup udara segar.

"A-anu, ibu ini nggak ...."

"Adipati Retno Saputra ...." Bu Heni menarik napas dalam-dalam. Bom waktu akan meledak dalam hitungan tiga, dua, ....

"I-ibu, mau ke kantin 'kan? S-sini biar saya sama Pita yang jagain perpus." Pita yang panik pun melepas pelukannya.

"Halah! Alasan aja, 'kan kalian mau dua-duaan di tempat sepi? Nggak boleh!"

"Bu, tolong inimah tadi saya refleks ngeliat kecoak terbang di atas saya, ya kali nggak ngejerit? Ibu juga pasti kalau deket Pak Kepsek pasti modus meluk 'kan?" Celotehan yang keluar dari Pita berhasil membuat pipi Bu Heni menjadi tomat. Siapa sangka rumor yang beredar ternyata benar.

"Ah, yaudah, lah, mana lama banget si Yoga nganter bakso mang Raju. Nih, saya kasih kunci perpus ke kalian. Sampe kalian macam-macam awas aja. Ada CCTV yang pantau." Bu Heni memberikan kuncinya ke Adi dan dengan terburu-buru sang guru menjemput makan siangnya dan meninggalkan mereka berdua.

"Pit, coba ini mah. Refleks lu benerin."

"Lu kate refleks gua mainan bongkar pasang bisa gue benerin!"

"Ya, tolonglah. Jangan biasain meluk gua! Udah tahu gua uwuphobia. Dipeluk sama tuyul betina lagi, makin alergi gua."

"Kurang ajar lo anjrit."

📜📜📜

Kedatangan Pita dan Adi disambut oleh wangi buku-buku yang tersebar di berbagai arah. Rak kayu yang masih terlihat kokoh berjejer rapi membuat barisan. Lampu gantung besar berwarna silver yang menjutai membuat suasana tempat ini semakin klasik. Jangan lupa keheningan yang membuat betah. Tempat ini memanglah menyimpan berbagai pengetahuan. Namun, di saat yang sama tempat ini pula yang mengubur banyak rahasia.

Di ruang tengah seorang lelaki jangkung tengah sibuk mengangkat koran-koran lama. Ke arah meja administrasi. Hampir dua puluh koran telah ia baca bersama gadis dengan rambut ekor kuda, tetapi belum ada informasi yang tentang hal yang mereka incar.

"Sejauh ini udah berapa orang?" tanya Adi sambil meletakan tumpukan surat kabar lama.

"Dua puluh empat."

"Belum nambah?"

Pita menggelengkan kepalanya.

Sudah hampir dua puluh menit Adi dan Pita mencari daftar nama orang-orang hilang dari tahun ke tahun. Tak hanya dari koran, buku tahunan, nomor telepon, bahkan data peminjaman buku mereka cek dengan teliti. Setelah kejadian kedua mayat kucing yang mereka temukan, keduanya kemudian menceritakan semua yang mereka alami ketika pagi tadi. Benar saja dugaan Adi, Pita dan dirinya mendapat kejadian yang sama hanya saja dengan sudut padang yang berbeda.

"Di, kayaknya gua nemuin sesuatu." Adi bergegas menuju Pita dan melihat apa yang ditemukannya.

Sepuluh orang menghilang di jalan Asia-Afrika secara misterius.

"Tunggu, itu tahun berapa?"

"2014. T-tapi bukan itu yang bikin gua takut ...." Pita kemudian membuka dua buku tahunan dan berhenti di bagian foto kelasan dan sesi pemotretan eskul.

"Pas gua lihat buku tahunan angkatan 2007 di sesi kelas XII MIPA 5 sama angkatan 2014 bagian foto eskul english club gua nemuin hal yang janggal dan gak bakal lu percaya ...."

Pita memutar kedua buku tahunan itu ke Adi. Kedua mata Adi pun membesar ketika melihat gambar yang ada di hadapannya. Di sana terlihat ada empat foto wajah yang tersilang merah dengan sebuah aksara kuno yang ditulis tepat di bagian badan mereka.

"Ada tambahan yang harus lu tau juga, Di," ucap Pita dengan suara yang mendadak pelan.

"Demi gua gak suka kalau nada bicara lu udah gitu. Apa yang lu temuin."

Pita menelan ludahnya perlahan. Pandangannya tidak bisa lurus menatap Adi. Ia terlalu takut mengatakan informasi yang dirinya ketahui.

"Pita, kalau lu semakin lama ngomongnya ...."

"Gak ada nama-nama yang tertera. Ini kayak mereka bener-bener ditelen bumi tau, gak?"

Adi mematung. Apa yang ia takutkan selama ini benar-benar terjadi.

Pita pun angkat bicara. "D-di, lu gak pikir kita bakal jadi korban selanjutnya, kan?"

"Kau yang terpilih, Pita." 

Suara itu datang dari makhluk besar dengan badan yang menjulang tinggi. Ia membawa buku hitam di pangkuannya. Matanya yang merah dengan taring yang mencuat, menatap tepat ke dalam jiwa Pita.

Ya, makhluk itu yang sudah mengincarnya sedari tadi.

~Bersambung~

Akhirnyaaaaa, dua ribu kata lebih beres juga :') apakah Pita sama Adi bakal hilang? Atau mereka bisa meberentikan itu semua? Tunggu update minggu depan, ya! Jangan lupa tinggalkan jejak dan beri tanda bintang. Makasih, maniez!

Love, Xen

31 Januari 2021
2015 words

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro