nijuuroku 二十六 tanggung jawab
"MARE, JANGAN pergi jauh-jauh!"
Seekor mermaid dengan rambut biru gelap yang terjuntai hingga punggung dan berekor sian berteriak memperingati Mare, sang kembaran lelaki yang bila disandingkan dengannya bagai penang dibelah dua.
"Ayolah, Marine. Mumpung Ocea tidak mengawasi kita! Ini kesempatan!" Mare kecil yang berenang jauh di depan membalas dengan nada tinggi. Ekor siannya bergerak amat lincah ke sana kemari dan berputar-putar.
"Justru karena itu, Mare! Ocea bisa memarahi kita nanti!" Marine berhenti berenang. Kedua tangannya terkepal, sementara air mata mulai mengalir dari pelupuknya. Tetes-tetes air yang mengalir melewati pipinya terjatuh membentuk kristal-kristal kecil.
Sayangnya, Mare tak mendengar itu. Ia malah tambah berenang menjauhi Marine.
"Awas saja. Kalau Ocea marah, aku tidak tanggung jawab!" Marine menggumam kesal sebelum berbalik dan pergi meninggalkan Mare.
Di lain sisi, ini pertama kalinya Mare pergi ke samudra lain. Ia bertemu banyak makhluk laut yang baru ditemuinya selama sepuluh tahun ia hidup di lautan. Ia melihat banyak terumbu karang nan indah.
Mare amat antusias tatkala memilah bunga karang kecil untuk saudara-saudarinya. Setelah dirasa cukup, Mare kembali turun ke dasar laut. Namun, netra biru lautnya yang cerah menangkap sesuatu yang jatuh perlahan. Mare memicing. Lalu, pupilnya membulat kala mendapati jika seusatu yang jatuh itu adalah seorang manusia.
Spontan ia melepas bunga karang yang ada di dekapannya dan berenang turun ke arah manusia itu. Mare akhirnya bisa melihatnya dari dekat. Seorang gadis kecil dengan rambut cokelat gelap sebahu, mengenakan terusan lengan pendek selutut berwarna merah cerah. Mata gadis kecil itu terpejam, tetapi Mare tahu ia masih hidup.
Mare mengulurkan tangan, mencoba meraih tubuh Gadis Kecil. Tanpa diduganya, si Gadis Kecil membuka kelopak mata perlahan dan mencoba mengulurkan tangan. Tekanan di dasar laut amat kuat, tetapi itu bukan masalah besar bagi Mare. Karena ia, berhasil mendekap tubuh rapuh Gadis Kecil itu dan berbisik, "Kau akan baik-baik saja."
***
Ini pertama kalinya bagi Mare pergi ke permukaan setelah memberanikan diri untuk muncul. Mare sengaja membawa gadis kecil yang tak sadarkan diri itu ke pulau terdekat. Mare sampai naik ke daratan. Tubuhnya terasa amat kering, tetapi tak mengapa.
Mare meletakkan tubuh Gadis Kecil di tepi pantai yang permukaannya berpasir putih. Ia sengaja mencari pulau yang sepi penghuni lewat bantuan teman kepiting kecilnya, Aye.
Mulanya ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mare hanya menilik wajah Gadis Kecil yang menurutnya imut dan manis.
Dia seperti Marine.
Jemari Mare yang agak berlendir mencoba menyentuh wajahnya. Perlahan jari telunjuknya menyentuh pipi, lalu mulai membelai sebagian wajah Gadis Kecil dengan halus.
Dia sangat manis, tetapi bagaimana cara membangunkan manusia yang tak sadarkan diri—ah.
Mendadak Mare mengingat kisah yang sering didongengkan seorang dayang saat ia kecil. Cara membangunkan seorang manusia yang tak sadarkan diri adalah dengan ciuman tulus.
Mare menyentuh bibirnya yang berwarna merah muda pucat. Ia menggeleng-geleng. Entah kenapa ia merasa malu!
Pasti ada cara lain!
Mare bertekad. Kemudian, teringat cara yang kerap dipakai pada siren untuk memikat manusia.
Bagaimana jika Mare menarik manusia dengan sihir nyanyian yang pernah ia pelajari dan membiarkan manusia lain yang membangunkan Gadis Kecil? Itu ide bagus!
Tanpa menunggu lama, Mare menceburkan diri ke air dan berenang agak menjauh, kemudian mulai membuka mulut dan bernyanyi sembari memejam.
Na la la~
Na na la la~
Na la na na la~
Na na la la la la na~
Begitu Mare membuka kelopak mata, didapatinya sebuah perahu yang tengah menuju ke arah mereka. Mare menoleh kepada Gadis Kecil itu. Cepat-cepat ia mengesot ke tempat Gadis Kecil berbaring, lalu mengecup bibir mungilnya sekilas.
Setelah itu, Mare kembali ke lautan sebelum terlihat oleh manusia yang ada di perahu.
"Semoga kita bisa bertemu lagi, Manusia."
***
Sekelebat memori seakan menghantam kepala Mizuo tatkala kedua tangannya menggenggam tangan kiri Koraru. Kepalanya terasa amat pening sampai-sampai ia tak sadarkan memegang kening.
Ingatan apa itu? batin Mizuo. Napasnya tersengal, kemudian ekor matanya melirik Koraru yang menatapnya khawatir.
"Mizuo-kun? Kau kenapa?"
Mizuo menggeleng. "Ah, tidak. Aku baik-baik saja."
"Kau yakin? Tubuhmu berkeringat, lho."
"Sebenarnya, aku baru saja mengingat sesuatu yang buruk." Lagi-lagi ia berdusta.
Mizuo termenung memikirkan ingatan itu. Ia yakin sekali, itu adalah memorinya saat kecil. Manusia yang diselamatkannya saat kecil adalah Koraru. Itu berarti, duyung yang diceritakan Koraru adalah dirinya. Lagi pula, siapa lagi duyung yang memiliki ciri-ciri rambut biru gelap, aura benderang, dan ekor sian indah selain dirinya—oh, sebentar. Tentu ada Marine, sang kembaran. Namun, yang dimaksud Koraru, kan, merman. Sudah pasti itu Mare. Ya, ia yakin sekali.
Akan tetapi, masalahnya ... kenapa Mizuo bisa tidak ingat? Ke mana perginya memori itu? Dan kenapa ia baru ingat saat menggenggam tangan Koraru?
Ah, saking banyaknya pertanyaan yang memenuhi benak Mizuo, ia merasa pening.
"Mau kembali?" tawar Koraru, masih dengan gurat cemas di wajahnya.
"Jangan dulu, tunggu sebentar."
Mizuo mengeluarkan sebuah kalung berliontin bintang laut biru dari saku celananya, kemudian menggenggamnya erat. Kelopak mata Mizuo terpejam. Ia berniat memberi sedikit sihir di kalung itu.
"Eh, kau sedang apa?" Pertanyaan Koraru yang terdengar bingung membuat Mizuo kembali membuka kelopak mata.
"Melakukan ritual," jawabnya dengan cengiran.
Namun, Koraru malah memukul bahu Mizuo pelan. "Dasar, kau ini! Lama-lama seperti Hara saja!"
"Apanya?"
"Cengiran menyebalkan itu."
Mizuo tertawa, lalu menyerahkan kalung itu kepada Koraru dengan kedua telapak tangan.
"Ini."
Koraru mengerjap. "Eh? Buatku?"
"Tentu."
"Kupikir, kalung itu untuk sepupumu, Keiko-san."
"Aku membelinya dua. Satu untuknya dan satu untukmu."
Koraru ber-oh seakan mengerti. "Jadi kau bertanya soal bagusan yang mana itu—"
"Iya. Ambillah."
Tangan kanan Koraru terangkat. Namun, berhenti sebelum ia benar-benar menyentuh kalung itu.
"Sungguh tak apa? Maksudku, benar untukku?"
Mizuo mengangguk. "Sungguh, ini untukmu. Kalau memakai ini saat berenang, kau tidak akan tenggelam. Percayalah."
Koraru malah tertawa. "Jadi itu ritual yang kaulakukan? Kau benar-benar mempercayai yang seperti itu?"
"Yah, aku tidak memaksamu untuk percaya, tetapi aku benar-benar tidak berbohong. Anggap saja kalung ini sebagai jimat yang bisa membuatmu bernapas di air dan berenang sesukamu seperti para duyung."
"Baiklah. Karena kau yang memberikannya, aku akan mencoba percaya." Koraru mengambil kalung itu dengan senyum simpul.
Mizuo amat bersyukur Koraru menerima kalung pemberiannya.
"Mau memakainya sekarang?"
"Iya."
"Mau kupasangkan?"
"Bolehkah?"
"Tentu."
"Kalau begitu, silakan."
Mizuo mengubah posisi duduknya menghadap Koraru, sementara Koraru duduk membelakanginya. Ia kembali mengambil liontin itu, kemudian mengalungkannya di leher Koraru. Setelah selesai, gadis itu berbalik dan menghadap Mizuo.
"Sudah kuduga, kau terlihat tambah cantik dengan kalung itu, Koraru," ujar Mizuo memuji.
Koraru menunduk sedikit, tetapi bibirnya mengulas senyum yang membuat wajahnya terlihat cerah di mata Mizuo.
"Terima kasih banyak, Mizuo-kun. Aku akan memakainya selalu."
Mizuo ingin menjawab, tetapi ia hanya bisa termangu. Apalagi, tangannya diam-diam digenggam oleh Koraru.
"Terima kasih."
🧜🧜🧜
Aduh, ehei manis banget.
Author-nya jadi iri~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro