nijuuni 二十二 tenggelam, duyung, dan trauma
TANPA SADAR Koraru menarik tangan Mizuo spontan tatkala melihat Karen dan Mirai di persimpangan jalan yang mengobrol sembari menuju ke arah mereka. Beruntungnya, sepertinya kedua gadis itu tidak menyadari keberadaan mereka.
Saking tidak sadarnya, Koraru membiarkan kakinya melangkah sendiri ke suatu tempat—tempat favorit ia dan saudarinya dahulu untuk bermain sekaligus mengobrol ria. Ia lalu menghentikan langkah tepat di depan sebuah gua yang mulutnya cukup besar hingga bisa dimasuki oleh manusia. Gua itu menghadap ke arah laut dan berada di tepi tebing.
Butuh jeda beberapa detik bagi Koraru untuk menyadari bahwa ia tengah menggandeng tangan seseorang. Tangannya refleks melepaskan genggaman mereka. Koraru menutup wajahnya yang memerah dengan kedua telapak tangan.
Astaga, jangan bilang kalau dari tadi aku menggandeng tangan Mizuo-kun ke sini?
Sayangnya, batinannya itu tepat sasaran.
"Mizuo-kun—eh?"
Namun, begitu ia berbalik ke belakang, yang didapati Koraru adalah raut terkejut Mizuo. Lelaki berkacamata dengan rambut baby blue itu tercengang. Matanya melebar, sedang mulutnya terbuka. Sesekali ia mengerjap.
Koraru melambaikan tangan di depan wajah Mizuo hingga lelaki itu akhirnya tersadar. "Ada apa, Mizuo-kun? Kenapa kau terlihat terkejut begitu?"
"Ah, maaf. Sebelumnya, kenapa kau membawaku ke sini?"
Koraru tersentak. Ia sendiri tak tahu jawabannya. "I-itu ... sebenarnya aku sendiri juga tidak tahu. Kakiku bergerak sendiri ke sini," jawab Koraru ragu. "Aku membawamu terlalu jauh, ya? Saking ingin menghindari Karen dan Mirai—eh, tetapi selain itu, karena aku ingin menunjukkanmu tempat menakjubkan ini!"
Ia taksengaja berbohong. Instingnya membawanya ke sini dengan sendirinya. Entah kenapa Koraru ingin membawa Mizuo ke sini. Padahal gua ini tidak banyak diketahui orang. Hanya ia dan saudarinya yang mengetahui gua cantik ini.
Raut Mizuo mendadak berubah sendu. Tanpa dimintanya, ia melangkah memasuki gua. Koraru tertegun, lalu mengikuti Mizuo dari belakang. "Mizuo-kun!"
Koraru berhenti tepat di belakang Mizuo yang tengah mengamati sekeliling. Gara-gara itu, Koraru jadi ikut mengamati gua ini. Terdapat stalaktit nan indah di langit-langit. Stalaktit itu bagai kristal es tajam dan runcing yang siap menghunjam mereka kapan saja andai jarak tanah dan langit-langit gua tidak jauh. Di tengah-tengah, terdapat sebuah danau kecil dengan air jernih. Di tepiannya—tempat mereka berdiri—berjejer bebatuan besar yang bisa digunakan untuk duduk.
Karena fokus mengamati gua yang sudah lama tidak dikunjunginya selama dua tahun itu, Koraru tidak sadar bahwa Mizuo sudah duduk di tepi danau dan mencelupkan kedua kakinya ke air. Melihat lelaki itu yang tengah sibuk berkecimpung, membuat Koraru jadi teringat tentang mitos penghuni laut—duyung—yang sangat dipercaya penghuni pulau dan saudarinya.
Di mata Koraru, Mizuo terlihat seperti seekor duyung yang sedang bermain air. Bagaimana tidak? Paras Mizuo yang menawan saja sudah di luar akal sehat. Lihat saja rambut dan iris Mizuo yang seperti menyatu dengan air. Dengar-dengar, para duyung memiliki paras menawan dan berhubungan dengan warna biru atau hijau.
Ah, andai lelaki itu tak mengenakan kacamata, Mizuo pasti sudah mencuri hatinya.
Koraru melangkah mendekati Mizuo, lalu duduk di sebelahnya, tetapi tidak ikut mencelupkan kakinya ke air. Oh, tentu saja karena ia mengenakan kimono. Kimono ini adalah kesayangan Koraru. Mana bisa ia membiarkan kimononya basah?
Mizuo menoleh. "Koraru-san, kau tahu? Aku sangat senang kau mengajakku ke sini."
"Syukurlah. Tempat ini indah, bukan?" tanya Koraru tanpa menatap Mizuo. Netra kuning kejinggaan miliknya fokus memandang pemandangan laut lepas lewat mulut gua.
"Kau ingat tidak? Waktu itu kau pernah membawa seseorang ke sini?"
Pertanyaan itu membuat Koraru sontak menoleh pada Mizuo yang juga menatapnya dengan tatapan yang baginya sulit dipahami. Dan lagi, pertanyaan itu terdengar ambigu. Bagaimana Mizuo bisa tahu kalau ia pernah ke sini bersama saudarinya, padahal Koraru belum memberi tahu Mizuo?
"Bersama kakakku? Iya pernah," jawab Koraru bingung.
Mizuo mengernyit. "Kakakmu?" ulangnya, lalu menggeleng-geleng. "Tidak, bukan itu. Maksudku, bersama orang lain selain kakakmu."
Koraru tertegun. Kenapa Mizuo berkata seolah-olah ia tahu sesuatu yang Koraru lupakan?
Akhirnya, Koraru menggeleng menanggapi perkataan Mizuo. "Seingatku, tidak. Gua ini adalah tempat favorit aku dan kakakku dahulu. Kami pasti menyempatkan diri untuk pergi ke sini setiap mendatangi festival."
Mizuo mengangguk, meski rautnya terlihat kecewa.
"Kau tahu bukan, penghuni pulau ini sangat mempercayai adanya Dewa atau penguasa laut, juga makhluk laut seperti duyung?"
Mendadak, Koraru jadi ingin membicarakan sesuatu yang ada di benaknya tatkala melihat Mizuo berkecimpung di air seperti ini.
"Apa kau juga percaya hal itu? Kau, kan, berasal dari luar pulau."
Tanpa disangkanya, Mizuo malah mengangguk. "Tentu."
"Kakakku itu, sangat mempercayai adanya makhluk laut seperti duyung." Koraru kembali mengalihkan atensi sembari mulai bercerita.
"Kau sendiri, percaya tidak?" Mizuo bertanya balik.
Lagi-lagi, pertanyaan itu membuat Koraru tertegun. Percaya atau tidak ... ia jadi teringat masa lalu yang membuatnya trauma dengan laut maupun air.
"Aku ... entahlah." Koraru menunduk. Jari telunjuknya dicelupkan ke air. "Sejujurnya, aku ingin tidak percaya, tetapi ada sebuah kejadian yang membuatku mau tak mau mempercayai eksistensi mereka."
Koraru menghela napas panjang, kemudian lanjut bercerita, "Dulu, saat kecil, aku suka sekali berenang. Namun, semuanya berubah sejak aku berumur sepuluh tahun."
"Apa itu adalah kejadian yang membuatmu trauma dengan air?"
Koraru mengangguk. "Saat itu, aku tengah naik perahu bersama Ayah dan kakakku di Okinawa. Aku yang nakal dan tidak bisa diam, membuat perahu itu oleng dan akhirnya tercebur."
"Eh?!"
Mizuo terbeliak, tetapi Koraru malah tertawa.
"Aku nyaris mati tenggelam waktu itu." Koraru mengembuskan napas berat. "Aku ingat bagaimana dadaku terasa sangat sesak dan berat. Aku kesulitan bernapas. Namun, aku bisa melihat banyak makhluk laut. Ikan-ikan yang berenang, terumbu karang, sampai ... laut terasa gelap. Penglihatanku samar-samar saat itu, tetapi aku yakin, ada seseorang—atau sesuatu entahlah—yang berenang sedalam itu dan meraih tanganku.
"Rambutnya berwarna biru muda seleher, sedangkan irisnya seperti menyatu dengan laut. Lebih dari itu, aku melihat bagian bawah badannya berekor seperti ikan. Aku ingat sekali, sisiknya yang indah berwarna sian. Dan aku juga yakin sekali, dialah yang menyelamatkanku karena saat dia datang, aku yang tenggelam merasa pencahayaan di laut menjadi benderang, meski pandanganku samar."
Mizuo memberanikan diri untuk mendongak, melihat raut Mizuo—dan, lelaki itu terperangah.
"Kau ... kau yakin yang menyelamatkanmu itu bukan manusia?"
"Aku yakin sekali dengan penglihatanku, Mizuo-kun," jawab Koraru dengan sorot yakin. "Yang menyelamatkanku adalah duyung. Aku juga ingat tubuhnya kecil, seperti anak laki-laki, tetapi berekor layaknya ikan."
Mizuo meneguk saliva. "Lalu, apa yang terjadi?"
"Aku mendengar sebuah suara yang kuyakini berasal dari makhluk itu." Koraru memejam, mencoba mengais-ngais memori yang tenggelam di benak. "Dia mendekap tubuhku dan berbisik, 'Kau akan baik-baik saja'. Lalu, saat sadar, aku sudah berada di daratan. Tak lama, perahu Ayah menemukanku yang terdampar di daratan."
Koraru mendesah panjang, tanda mengakhiri ceritanya. Ia baru saja hendak menoleh pada Mizuo, tetapi ia malah terkejut karena tangannya digenggam oleh Mizuo. Ditambah, netra kebiruan lelaki itu menatapnya intens.
🧜🧜🧜
Bagaimana dengan chapter ini?
Satu per satu background tokoh mulai terungkap!
#psst, ini chapter favorit author, loh!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro