nana 七 pergi ke tenggara
"THALASS, BOLEHKAH aku ikut denganmu menemui Anna Madelyn dan si kecil Oval?" tanya Mare sembari mengekor merman dengan ekor bersisik safir yang berenang menjauh.
Agaknya Thalass berenang bolak-balik, menghindari Mare yang terus-menerus mengekorinya bagai piyik atau meri. Merman dua puluh tahun tersebut mengusap wajah kasar, lantas berbalik.
"Dari mana kau tahu aku mau menemui mereka?"
"Caramu berenang mengendap-endap sama sepertiku saat ingin ke utara," jawab Mare, membusungkan dada.
Thalass tak habis pikir dengan adik bungsunya itu yang dengan bangganya mengatakan rahasianya.
"Tidak boleh. Nanti bebanku bertambah."
Mare mengerucutkan bibir. "Kau barusan berkata bahwa aku ini beban?"
"Ya-tidak, ah ...." Thalass kembali mengusap wajahnya. Ia salah bicara dan sekarang, adik bungsunya itu terlihat seperti merajuk.
"Ayolah, aku ingin ikut denganmu. Aku ingin bertemu mereka!" seru Mare makin menggebu-gebu.
"Tidak. Nanti Ayahanda tahu."
"Ayahanda memang sudah tahu." Mare mengangkat bahu tak acuh. "Jadi sekalian saja."
"Aku pergi ke sana karena luang, sedangkan kau, bukankah seharusnya kau belajar di akademi? Ocea, apalagi Marine bisa mencari-carimu."
"Hari ini hanya jadwal clava. Aku bisa izin pada Tuan Ricze dengan alasan meneliti dunia permukaan," jawab Mare santai. "Bungkam saja para ikan-ikan dan makhluk laut lain, termasuk kau, Aye."
Mare menunjuk kepiting merah bernama Aye yang tengah merangkak di bebatuan.
Raut Aye tampak ingin memprotes andai Mare tak menyelak dan menatapnya nyalang, "Kau temanku bukan? Kalau kau benar temanku, jaga rahasiaku."
"Mare, jangan mengancam teman-temanmu," tegur Thalass.
"Ikut." Mare melipat kedua tangannya di depan dada.
Melihat tatapan dan keteguhan hati Mare, Thalass mendesah. Tak disangka, ia menyunggingkan senyum sambil mengusap-usap puncak kepala Mare.
"Baiklah."
Raut Mare berubah semringah, kemudian ia menunjuk Aye dan For, si penyu kecil.
"Dengar Aye, For, kalau Ocea dan Marine atau siapa pun bertanya ke mana aku pergi, jawab saja aku sedang melakukan penelitian di permukaan, oke?"
Aye dan For mengangguk cepat.
"Bagus."
Mare mulai berenang mendahului Thalass. "Ayo, Thalass! Kita temui Anna Madelyn dan Oval!"
Thalass berenang mengikuti Mare. Ia sengaja membiarkan adiknya itu memimpin.
"Kenapa kau jadi antusias sekali?" Kening Thalass mengerut heran.
"Ini pertama kalinya aku bertemu manusia selain Obaa-san-eh," Mare menggantungkan ucapannya, seakan terlupa sesuatu, "ralat, kedua kalinya, setelah Sachihara."
"Siapa itu Sachihara?" Tampaknya Thalass mulai tertarik dengan pembicaraan Mare.
"Gadis yang membantuku saat di Okinawa."
"Maksudmu, gadis yang membantumu saat kau hampir kehabisan napas di permukaan? Gadis yang kau ceritakan kemarin?"
Mare mengangguk. "Benar."
Sesekali Mare bersenandung kecil sambil berenang menuju arah timur. Thalass yang ada di samping kirinya berenang beriringan.
"Oh, ya, Anna Madelyn dan Oval, mereka seperti apa? Ceritakan sedikit, dong."
Thalass tak langsung menjawab. Merman muda itu mendongak, menatap jernihnya air laut dan ikan-ikan yang berenang berlalu-lalang di atas mereka.
"Anna Madelyn, kau bisa memanggilnya Anna. Usianya dua puluh dua tahun. Dia bukan wanita cantik, tetapi kalau kau melihatnya nanti, kau akan tahu kalau dia itu menawan."
Entah pemikiran Mare saja, atau Mare memang melihat Thalass yang jarang tersenyum saat membicarakan orang lain, mengatakan itu sambil menyunggingkan senyum? Thalass juga begitu tenang saat mendeskripsikan Anna Madelyn.
"Oh, lalu si kecil Oval, usianya baru menginjak lima tahun, tetapi dia anak laki-laki yang cerdas dan imajinatif. Kau akan senang bermain dengannya," lanjut Thalass.
Mare menoleh pada saudaranya itu. "Sepertinya mereka sangat baik. Makanya kau jadi nyaman, kan?"
"Begitulah."
Hening melanda. Hanya arus air yang menjadi penengah di antara mereka. Kini, giliran Thalass yang memimpin di depan.
"Kau tidak tahu jalan menuju Hawaii, 'kan? Nah, biarkan aku memimpin di depan. Omong-omong, ini akan jadi perjalanan yang sedikit panjang."
Tangan Mare dalam posisi hormat di samping kepala. "Siap!"
***
Saat kedua merman muda itu sampai di Hawaii, tempat Anna Madelyn dan si kecil Oval tinggal, matahari sudah tenggelam. Mereka pergi ke suatu pulau kecil berpenduduk sedikit. Padahal matahari baru tenggelam tidak terlalu lama, tetapi penerangan di pulau itu amat minim. Lampu-lampu sudah dipadamkan sehingga mereka dengan mudah mengendap-endap lewat sungai kecil yang mengalir sampai ke rumah Anna Madelyn.
"Mulus sekali," komentar Mare. "Tidak seperti saat aku pergi ke Okinawa untuk menemui Obaa-san."
"Ini pulau kecil dan jarang berpenghuni. Lagi pula penduduknya tidak beraktivitas malam hari, selain nelayan."
"Oh, ya, bagaimana caranya Anna tahu kalau kau mengunjunginya?"
"Mudah, kita tinggal menyelinap ke lubang air di bawah tanah, lalu muncul di sungai di sebelah rumah Anna."
"Lubang air?" Mare menatap Thalass jijik.
"Yah, itu caraku sejak dulu-ups ...." Thalass mengaduh, cepat-cepat ia menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Jadi, kau sudah lama mengenal Anna?" tanya Mare dengan netra memicing.
"Kau bisa jaga rahasia tidak?"
"Bisa, kalau kau juga menjaga rahasiaku."
Thalass menyelinap terlebih dahulu ke lubang air berukuran dua meter. Mare-dengan ogah-ogahan-mengikuti dari belakang. Air di lubang bawah tanah itu agak keruh, pun berbau agak menyengat. Mereka lantas mengikuti arah arus air mengalir.
"Baiklah, jawabannya ...," Thalass kembali memulai percakapan, "sejak hari kedewasaanku."
Mare tidak terkejut, tetapi mulutnya spontan bertanya, "Bagaimana bisa?"
"Sekali lagi, kau bisa jaga rahasia tidak?"
Agaknya Mare sudah kesal ditanya itu lagi oleh Thalass.
"Astaga, Thalass! Aku bukan Ocea, Aurora, apalagi Marine! Apa aku perlu mengulang jawabanku?"
Gerutuan Mare membuat saudaranya terkekeh.
"Mungkin hanya Ayahanda yang tahu kejadian ini," ucap Thalass, "sebelum kau."
"Ceritalah."
"Kejadianku saat bertemu Anna kurang lebih sama seperti hari kedewasaanmu kemarin. Aku terbawa rasa penasaranku hingga tertangkap nelayan dan dibawa sampai ke tempat ini."
Mare terperangah. "Bagaimana caranya kau lepas? Apa Anna yang menyelamatkanmu?"
"Anna adalah salah satu penumpang kapal itu. Ayahnya adalah nelayan. Saat sampai di pulau ini, dia langsung membawaku pergi.
"Sejujurnya, aku nyaris dibunuh oleh penghuni pulau ini untuk dimasak-"
Mare spontan menoleh dan terbeliak. "Hah?!"
"-tetapi mereka melupakan kejadian itu."
Mare terdiam. Tak lama ia kembali berbicara saat mereka keluar dari lubang air. "Pasti ada campur tangan Ayahanda."
"Benar."
"Anna seharusnya melupakanku, tetapi saat aku kembali ke pulau ini untuk kedua kalinya, Anna-entah kebetulan atau apa-terlihat seperti menungguku di tepi pantai tengah malam. Lalu kami mengobrol banyak hal."
"Apa mulanya kau takut dengan Anna?"
"Tidak sama sekali. Anna benar-benar amat baik dan ramah."
Setelah melewati jalur lubang air, tubuh Thalass pertama kali muncul di permukaan, diikuti Mare yang mengekor dari belakang. Lantas mereka kembali mengikuti arah arus sampai tiba di sebelah rumah satu lantai yang tidak terlalu besar. Temboknya terbuat dari bebatuan dan atapnya dari genting. Dilihat dari mana pun, ini bagian belakang rumah. Namun, ada sebuah pintu kayu.
Thalass mengetuk pintu itu beberapa kali, tetapi pelan. Tak lama, pintu itu dibuka dan memperlihatkan seorang anak laki-laki berambut legam yang berwajah semringah.
"Thalass!" seru anak itu riang.
Thalass melambaikan tangan sambil mendekati pintu.
"Hai, Oval! Bagaimana kabarmu?" sapa Thalass, lantas mengajak Oval melakukan tos.
"Aku baik!" Mulanya, Oval tak menyadari keberadaan Mare. Begitu seorang wanita muda berambut pirang keluar dari pintu, atensi Mare yang semula mengamati seberapa imut Oval, langsung teralihkan.
Wanita yang Mare terka adalah Anna Madelyn menyunggingkan senyum. "Hai, Thalass."
"Anna." Thalass membalas senyuman hangat itu.
Anna melempar tatapan pada Mare. Thalass yang menyadari tatapan itu, langsung memperkenalkan Mare.
"Ah, Anna. Kenalkan, ini adikku, Mare. Mare, kenalkan, ini Anna Madelyn dan si kecil Oval."
Anna-masih dengan senyum yang membuat hati Mare menghangat-membungkukkan badan sekilas. "Halo, namaku Anna Madelyn," ujarnya memperkenalkan diri, kemudian merangkul bahu Oval, "dan ini putraku, Oval Madelyn."
Mare terkesiap. Putra? Entah kenapa Mare merasa Anna masih terlalu muda untuk memiliki anak berusia lima tahun. Akan tetapi, Mare memilih tak menghiraukannya.
"Halo, Anna. Namaku Mare. Thalass bercerita cukup banyak tentangmu. Kuharap kau tidak marah karena ceritanya membuatku penasaran ingin bertemu denganmu," kata Mare, lantas terkekeh.
Ia kira Thalass akan mengomelinya, tetapi merman satu itu terlihat tidak peduli dan sibuk berbincang dengan Oval.
Anna ikut terkikik. "Thalass juga terkadang menceritakan tentang saudara-saudarinya. Aku tahu, kau Mare, adik bungsu dari tujuh bersaudara yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar."
Mare tersenyum simpul. Tanpa sadar ia tenggelam dalam obrolan bersama Anna. Sesekali ia menimpali celotehan Oval. Benar kata Thalass. Dalam sekali bertemu, Mare bisa tahu Anna adalah gadis nan terlihat kuat dan amat menawan. Pantas saja ... Thalass selalu menatap Anna teduh dan berbicara dengan nada lembut.
Malam itu, Mare tahu, bahwa tak hanya dirinya yang jatuh cinta pada manusia. Sebelum ia, sang kakak sudah terlebih dahulu tenggelam dalam euforia bersama manusia bernama Anna Madelyn.
🧜🧜🧜
Selamat membaca 🌊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro