juusan 十三 segitiga bermuda
"TEMPAT PENYIHIR itu berada di Samudra Atlantik, tepatnya Segitiga Bermuda, Mare," jawab Kyma yang memiliki pengetahuan luas soal informasi-informasi gelap di Akademi, "kalau aku tak salah ingat dari Tuan Orfan."
"Ah, terima kasih, Kyma."
Segitiga Bermuda, ya? Jauh juga.
Saat ini mereka tengah duduk menunggu sang saudari di pelataran rumah. Kyma, merman dengan ekor sebiru langit malam menegakkan punggung. Saat ini mereka tengah duduk menunggu sang saudari di pelataran rumah.
Iris senada dengan ekornya menatap adik bungsunya hati-hati. "Kau tidak berniat untuk ke sana, kan?"
Pertanyaan telak itu seakan menghunjam hati Mare. "Sebenarnya, iya."
Masa kujawab begitu?
Mare jamin seratus persen, Kyma pasti akan langsung mendampratnya. Meski ia kenal kakaknya yang satu itu bukan tipe ceriwis seperti Ocea atau penjaga rahasia yang andal seperti Thalass, tetapi tetap saja. Kyma adalah merman berkepribadian paling suram—terlebih suka menyendiri—di antara ketujuh bersaudara. Namun, dia bisa lebih berisik daripada Ocea maupun Marine jika sudah menyangkut Aurora. Mare tidak bisa jamin Kyma tidak akan membocorkan rahasianya pada Neptune ataupun saudara-saudarinya yang lain.
"Mare!" panggil Kyma sembari melambaikan tangan di depan wajah Mare. "Sepertinya akhir-akhir ini kau banyak melamun, ya?"
Mare yang ditanya begitu gelagapan. "A-ah, begitu?"
"Memikirkan apa? Aku tahu ada yang mengganggu pikiranmu." Kyma menyenderkan bahu, duduk setengah bersandar menghadap Mare.
Mare menatap kakak keempatnya itu sejenak, lantas meluruskan pandangan pada ikan-ikan yang gemar berenang berlalu-lalang. Ia ingin bertanya hal yang sama pada Kyma dengan pertanyaan yang pernah ia ajukan pada Thalass.
"Kyma ... pernahkah kau merasakan jantungmu berdebar-debar, wajah dan pipimu terasa panas, dan kau merasa mendapat dorongan ingin memiliki saat memikirkan atau berinteraksi dengan seorang wanita?"
Kyma mengangkat satu alisnya. "Pernah."
Mare langsung menoleh dengan raut terkejut. "Benarkah?"
"Yaa," dia diam sejenak, "tetapi kau jangan bilang siapa-siapa, ya."
Mare mengangguk cepat. Ia tampak antusias. Oh, tentu saja Mare penasaran. Siapa gadis yang mampu membuat si suram Kyma jatuh hati?
"Aku merasakannya pada Aurora."
Keantusiasan Mare seketika sirna. Punggungnya yang semula tegap, meluruh. Mengapa pula ia mengajukan pertanyaan bodoh itu, padahal jelas-jelas ia tahu jawabannya? Tentu saja Kyma dan Aurora ada sesuatu. Kalau tidak, kepribadian Kyma yang suram tidak mungkin bisa berubah begitu saja di hadapan Aurora.
"Nah, aku sudah memberi tahu rahasiaku. Sekarang, giliranmu. Apa kau juga tengah merasakannya, Mare?"
"Ti-tidak!"
Sialnya, ada rona di pipi Mare yang membuat Kyma semakin gencar menatapnya dengan tatapan menggoda.
"Siapa orang itu, Mare?"
"Sudah kubilang, aku tidak!" sanggah Mare, lantas bangkit dan hendak pergi andai Kyma tak memulai bercerita.
"Kau tahu, Mare? Ada sebuah cerita yang tidak banyak diketahui makhluk laut karena menjadi aib bagi Akademi Neptunus."
Baru beberapa meter, Mare sudah berhenti dan membalikkan badan, kemudian kembali duduk manis disertai tatapan penasaran khas seekor Mare.
"Dua puluh tahun lalu, ada seekor siren—murid terbaik akademi di angkatan itu—yang jatuh cinta pada seorang manusia. Ia nekat pergi ke Penyihir Laut dan rela menukar kehidupannya sebagai siren untuk hidup bersama pemuda pujaan hatinya. Dan sampai sekarang, ia tak pernah kembali."
Mare tercengang mendengar cerita singkat itu. Sebagai murid akademi, ia baru tahu fakta itu.
"Sebelum ia melakukan itu, ia senang pergi ke daratan. Sudah berkali-kali Ayahanda menghukumnya, tetapi berkali-kali pula ia bisa lolos, tentu dengan bantuan Penyihir Laut."
Sekarang Mare berpikir, apakah orang yang dimaksud Ocea dan Thalass saat memperingatinya adalah siren itu?
"Aku ... aku baru tahu kisah itu."
"Ayahanda dan Akademi sengaja memilih tidak menceritakannya karena menganggap itu adalah aib. Jangan tanya aku tahu dari mana, kau sendiri pasti tahu aku tukang pengumpul informasi gelap di akademi."
"Aku heran kenapa kau tidak kunjung mendapat hukuman," gumam Mare.
Kyma mengangkat sebelah alis. "Kau berharap aku dihukum?"
"Kau salah dengar," sangkal Mare berpura-pura mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Dengar, Mare." Sekonyong-konyong Kyma memegang kedua bahu Mare dan menatapnya intens. "Aku harap kau tidak melakukan kesalahan yang sama. Aku tidak ingin kehilanganmu sebagai saudara."
Kata-kata Kyma saat itu sangat menusuk lubuk hatinya.
***
Namun, apalah dikata, Mare tetap seorang duyung paling penasaran seantero samudra. Beberapa hari ini, pikiran Mare makin tidak tenang. Yang ada di benaknya hanya manusia itu. Mare bahkan ingat rupanya; gadis berwajah manis dengan rambut cokelat gelap yang digelung di belakang kepala, iris kuning kejinggaan yang menawan, bibir merah muda pucat mungil, dan pipi tirus nan menawan.
Pagi-pagi buta, Mare diam-diam menyeret Aye dan For untuk ikut pergi bersama dengannya ke Segitiga Bermuda. Mulanya kepiting merah dan penyu kecil itu menolak karena takut dengan sang penguasa lautan, tetapi Mare merajuk seperti anak kecil dan mengancam akan memutuskan tali pertemanan mereka. Jadilah sekarang mereka dalam perjalanan menuju tempat tinggal si penyihir laut.
"Wah, ternyata Samudra Atlantik sepi juga, ya," ocehnya entah pada siapa. Barang kali pada Aye dan For yang berenang beriringan dengannya. "Sebelumnya aku belum pernah pergi sejauh ini, tetapi demi gadis itu, aku rela melakukannya!"
Aye menghadap Mare dan berkata sesuatu yang hanya sesama makhluk laut yang mengerti.
Mare tertegun dengan pernyataan yang dikatakan kepiting merah itu. "Eh? Maksudmu karena kita sudah memasuki wilayah Segitiga Bermuda?"
Aye menundukkan badan yang artinya mengiakan.
"Benar ju—"
Mendadak, arus dari arah utara bertambah kencang dan berputar-putar, membuat tubuh Mare terguncang ke sana kemari. Tangan Mare berusaha meraih penyu kecil dan kepiting merah yang ikut terempas. Beruntung Mare bisa menggapai kedua temannya itu. Mare mengarahkan telapak tangan kanannya ke depan sambil berusaha mendekap Aye dan For dengan tangan kirinya. Cahaya putih kehijauan berpendar dari telapak tangan Mare. Pusaran air kencang seketika mereda. Perlahan arus air kembali berangsur tenang.
Mare yang teringat kedua temannya langsung spontan melepaskan dekapannya. Aye dan For berhambur keluar.
"Aye! For! Kalian baik-baik saja?!" tanya Mare panik.
Kepiting merah dan penyu kecil mengangguk.
Mare baru saja mengusap dada lega. Namun, tahu-tahu, merman itu sudah berada di depan sebuah bangkai kapal nan besar. Tidak ada makhluk laut sama sekali di sekitar bangkai kapal ini, padahal biasanya ikan-ikan kecil senang mengelilingi bangkai kapal.
Mare terperangah. Tanpa sadar ia berenang memasuki bangkai kapal dari celah lebar yang ada di depannya, diikuti Aye dan For yang menarik-narik tangan Mare takut. Mare mengamati ruangan besar di dalam bangkai kapal dengan penerangan temaram. Tanpa sadar ia bertanya entah pada siapa, "Ini ... di mana?"
🧜🧜🧜
Selamat membaca~ 🌊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro