Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

juu 十 jatuh hati yang salah

"THALASS, PERNAHKAH kau merasakan jantungmu berdebar-debar, wajah dan pipimu terasa panas, dan kau merasa mendapat dorongan ingin memiliki saat memikirkan atau berinteraksi dengan Anna Madelyn?"

Mare melontarkan pertanyaan itu tatkala mereka dalam perjalanan kembali ke samudra.

Thalass tak menjawab. Merman itu bertingkah seolah-olah ia taktahu.

Mare yang kesal karena tak diacuhkan oleh kakak kelimanya menendang bokong Thalass yang berenang tepat di depan dengan ekor siannya.

Thalass spontan menoleh ke belakang dan mendelik. "Sakit, bodoh!" 

"Jawab pertanyaanku." Mare memberengut.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Thalass sembari mengusap-usap bokongnya.

"Aku akan jawab kalau kau menjawab pertanyaanku."

"Kau adik paling menyebalkan seantero samudra, Mare," ujar Thalass sembari rolling eyes.

"Salah, seharusnya adik paling manis seantero samudra," ralat Mare yang terkikik-kikik.

Mulanya ia hanya bercanda, tetapi siapa sangka ternyata Thalass menganggukinya. Ia kira Thalass akan menyangkal. Bukankah itu berarti Thalass benar-benar menganggap Mare adik yang manis?

"Kau memang adikku yang paling manis, cerdas, dan diliputi rasa penasaran tinggi." Saat berkata demikian, atensi Thalass hanya terfokus ke depan. Ia tak sedikit pun berhenti berenang hanya untuk menanggapi ocehan Mare.

Sang merman bungsu dari tujuh bersaudara membusungkan dada. "Terima kasih atas pujiannya, Thalass."

Netra Thalass menyipit. "Aku tidak memujimu. Itu namanya ironi."

Seketika Mare mendesah kecewa, tetapi ia memilih abai dan lanjut bertanya, "Jadi, apa jawabanmu?"

"Ulangi pertanyaannya."

Mare mencebikkan bibir kesal. Namun, ia tetap mengulang pertanyaan panjang itu.

"Pernahkah kau merasakan jantungmu berdebar-debar, wajah dan pipimu terasa panas, dan kau merasa mendapat dorongan ingin memiliki saat memikirkan atau berinteraksi dengan seorang wanita atau singkatnya, Anna Madelyn?"

"Kalau kujawab pernah?"

"Aku sudah tahu jawabannya."

Thalass berhenti sejenak, lantas membalikkan badan hanya untuk menepuk kepala Mare.

"Bukan pernah lagi, tetapi kau memang sedang mengalaminya."

Sebelum Thalass bertanya lagi, Mare melanjutkan, "Terlihat jelas dari nada bicara dan sikapmu pada Anna Madelyn dan Oval."

"Kau ...." Thalass mengusap wajah kasar. "Sial, kau benar-benar cerdas. Aku sampai tak bisa menyangkal."

"Aku pernah dianugerahi sebagai murid terbaik di akademi, kau tahu?" Mare berkata seakan meledek Thalass. Namun, yang diledek justru takacuh dan kembali membalikkan badan untuk berenang.

"Ya, memang benar aku sedang mengalaminya. Jantungku selalu berdebar saat memikirkannya. Pipiku terasa memanas saat mengobrol dengannya dan aku merasa ingin memilikinya. Tidak boleh ada yang lain selain diriku."

"Itu namanya apa, Thalass? Perasaan berdebar-debar dan ingin memiliki itu."

Thalass menoleh sekilas ke belakang. "Namanya cinta, Mare, jatuh cinta."

"Bisa kau jelaskan?"

"Jatuh cinta itu ... perasaan ketika kau telah menaruh hati pada seseorang."

Mare mengangguk-angguk paham. Kini, ia telah mengerti perasaannya. Jatuh cinta ... siapa yang sangka ia sekarang merasakan hal yang dialami Thalass? Bagi Mare, perasaan seperti itu cukup merepotkan.

"Kau benar-benar sedang dimabuk cinta." Mare tersenyum miring, merespons jawaban panjang Thalass tadi. "Sejak kapan?"

Thalass terdiam sejenak sebelum membalas, "Sejak dulu, Mare. Tiga tahun lalu ... saat hari kedewasaanku."

Entah pemikirannya saja atau Thalass mengatakannya dengan nada sedih? Tangan Mare bergerak sendiri untuk mengusap-usap bahu Thalass.

"Kalau aku bisa, aku ingin hidup menjadi pendamping Anna. Aku ingin hidup bersama dengannya, Mare."

Mare spontan berhenti. Netranya setengah terbeliak. "Tunggu, bagaimana dengan suami Anna?"

Thalass yang menyadari Mare berhenti, turut menghentikan jalannya dan menggeleng. "Ia tidak punya suami. Anna dilecehkan oleh pria tak bertanggung jawab saat usianya enam belas tahun."

Mare menunduk sembari memainkan jemarinya. "Ternyata begitu. Sekarang semuanya masuk akal."

"Sekarang giliranmu menjawab pertanyaanku. Kenapa kau bertanya begitu?"

Mare bimbang untuk menjawabnya. Apa ia harus memberitahukannya pada Thalass? Meski dua hari ini mereka terlihat makin dekat dan akrab, Mare taktahu. Bisa saja Thalass membocorkannya pada saudara-saudarinya yang lain. Namun, Thalass sudah sukarela memberi tahu rahasia yang saudaranya itu punya.

"Sebenarnya, aku juga sedang merasakan apa yang kau rasakan."

Pada akhirnya, Mare memilih bicara. Thalass bukan orang yang salah, bukan?

Lagi-lagi Thalass spontan membalikkan badan dan terbeliak. "Kau ... apa yang kau katakan tadi?"

"Aku sedang merasakannya, Thalass," ujar Mare dengan sorot yakin, "jatuh cinta ... sepertinya aku jatuh cinta pada gadis yang menyelamatkanku kemarin."

Thalass menggeleng lemah. "Kau salah menaruh hati, Mare."

***

Merman dengan ekor sian itu langsung dipanggil oleh Tuan Ricze begitu ia sampai di tempatnya. Mare menatap Aye dan For galak, mengira kedua teman lautnya itu melaporkan perjalanannya dengan Thalass ke rumah Anna Madelyn.

"Ada apa, Tuan?" tanya Mare begitu memasuki ruangan.

Seorang merman berekor brunette dengan rambut senada tengah menunggu di meja yang terbuat dari bebatuan. Raut merman itu tampak serius. Entah kenapa Mare merasakan sesuatu yang tidak enak.

"Jadi, bagaimana hasil laporanmu tentang penelitian dunia permukaan, Mare?"

Mare yang semula tegang, kini merileks. Ternyata guru pembina clava-nya itu hanya ingin bertanya perihal izin yang ia gunakan sebagai dalih untuk pergi ke tempat Anna.

"Manusia di permukaan sebenarnya memiliki sifat yang berbeda-beda. Misalnya saja, di daerah utara bernama Okinawa, penduduk di sana yang kental akan mistis mempercayai adanya makhluk laut seperti kita, duyung dan siren. Mereka menganggap makhluk laut seperti kita adalah dewa pelindung laut yang membantu para nelayan dalam berlayar. Sementara itu, di daerah lain di sebelah barat bernama Hawaii misalnya, penduduk di pulau itu menganggap makhluk laut hanyalah mitos, tetapi jika mereka menemukan kita, mungkin kita akan ditangkap dan dimasak seperti ikan-ikan."

Meski Mare sudah sedikit mempersiapkan jawaban, tetapi ia tetap tidak menyangka jawabannya bisa akan semengalir itu. Sementara itu, Tuan Ricze mengangguk-angguk sembari bertopang dagu dengan kedua tangan ditangkupkan.

"Bagus, Mare. Seperti yang diharapkan dari murid tercerdas di akademi," ujar Tuan Ricze terlihat puas. "Aku akan memberimu nilai tambahan."

Raut Mare berubah semringah. "Terima kasih, Tuan!"

Ternyata kebohongannya membawa keberuntungan. Ia harus berterima kasih pada Thalass!

"Oh, ya, Tuan. Bolehkah saya bertanya satu hal?"

"Apa itu, Mare? Tanyakanlah."

"Apa ada cara untuk kita pergi ke daratan?"

Sorot mata Tuan Ricze mendadak menajam. "Kau tidak berniat untuk—"

Mare menggeleng-geleng. "Ah, tidak, tidak. Saya hanya bertanya untuk penelitian saya, Tuan."

Tuan Ricze masih menatap Mare curiga. Akan tetapi, merman berusia hampir setengah abad itu tetap menjawab, "Ada caranya."

Binar di mata Mare terlihat penasaran. "Bagaimana caranya, Tuan?"

"Hanya ayahmu, Yang Mulia Neptune, dan Penyihir Laut yang bisa melakukannya, Mare," raut Tuan Ricze berubah menjadi serius, "yaitu dengan mengubah ekor kita menjadi kaki manusia."

🧜🧜🧜

Selamat membaca 🌊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro