Chapter 8 : Angin musim dingin
--- Tanjiro's POV ---
Pon! notif handphone terdengar. Sejak tadi, sepulang dari sekolah, setelah bertemu dirinya, Douma-san berbicara denganku lewat aplikasi sosmed.
.
.
Hai tanjiro-kun~
apa kau tau?
Konbawa, Douma-san
Tau.. apa?
Fufufu~
Muzan-sama datang ke tempatmu hari ini, kan?
Benar, dia–ehem, maksudku Kibutsuji-san.
Ah, tidak usah terlalu sopan.
Santai saja, kan ada aku ^^)
A-ah, souka.
Kalau begitu, ya, dia sempat kemari tadi.
Dia menyuruhku untuk mengosongkan tempat untuknya di musim dingin.
Lalu?
Lalu?
Uhh, kupikir aku bisa melakukannya.
Bagus!
Ini berita yang benar-benar bagus!
Aku hanya perlu menyiapkan sisanya.
Gomen, Douma-san.
Eh? Nani nani?
Etto, sebenarnya apa yang ingin kibutsuji-san lakukan dengan tempat itu?
.
.
Douma-san tak menjawab, dia masih sibuk mengetik sesuatu, lama sekali. Dan entah kenapa aku merasa cemas sekaligus penasaran dengan ini. Apa Kibutsuji-san berniat memberi sesuatu yang tak biasa di hari itu? Pikiran itu terus mengusikku.
Kau serius ingin mengetahuinya, Tanjiro-kun?
Balasannya membuatku semakin bertanya-tanya, tak sabar ingin mengetahui jawabannya.
Hai'
Balasku singkat.
Douma-san membalasku dengan stiker tawa malu-malu, seperti dia merasa berhasil menarik rasa penasaranku.
Baiklah, akan kukatakan padamu.
Walau sebenarnya Kibutsuji-san ingin memberinya sebagai kejutan.
Aku tak tega melihatmu menderita penasaran.
Kejutan?
Kenapa dia tiba-tiba memberiku kejutan?
Lalu, kejutan apa yang dia sembunyikan dariku?
Jadi...
Douma-san kembali memperlama ketikannya. Memompa degub jantungku.
.
.
.
.
Kibutsuji-san berniat untuk menggelar konser kecil-kecilan di bakerymu.
Dia bilang, dia ingin meramaikan bakerymu, seramai bakery di pusat kota!
Bagaimana menurutmu?
.
.
.
.
Jawaban Douma-san serasa memanah lubuk hatiku. Aku tak tau jelasnya, rasanya senang sekali.
Mendengarnya akan kemari, bernyanyi di bakery ini.
Mendengarnya dengan jarak yang terbilang dekat.
Bahkan dia sendiri yang meminta agar aku menuruti keinginannya.
A-aku...
Rasa meletup-letup di hatiku, antara menjadi penghambat dan pendorongku untuk menjawab.
Aku... senang mendengarnya.
Douma-san mengirim stiker kegirangan. Tampaknya dia sama senangnya denganku.
.
.
.
.
Yatta!!
Sudah kuduga kau pasti senang!
Aku juga sama senangnya denganmu Tanjiro-kun ≧∇≦)o
Kalau begitu,
siapkan hatimu di musim dingin~
Akan kubuat semua berjalan lancar, tanpa hambatan.
Sore ja, mata aone, Tanjiro-kun!
.
.
.
.
Percakapan itu berhenti sampai disana.
Tanganku perlahan meletakkan handphoneku diatas laci. Lantas aku berguling sambil memeluk bantal, menempelkannya pada wajahku.
"Ini pasti mimpi."
Aku tak bisa menjelaskan betapa senangnya diriku saat ini.
Yang kutahu, degub jantungku terasa tak biasa, berdetak lebih cepat.
Senyum berkembang diwajahku. Mengetahui dirinya kemari.
"Aku menjauhinya sebelumnya. Kenapa sekarang aku berpikir sebaliknya?"
Mungkin karena terlalu malu melihat dirinya dulu, aku secara tak langsung menjauh. Sampai sekarang pun, aku tetap saja begitu. Mungkin bedanya, aku ingin melihatnya lebih dekat dari sebelumnya.
Duh, apa yang kau pikirkan sih Tanjiro? ayolah, tenangkan dirimu.
"Tanjiro!"
Suara kaasan terdengar memanggilku.
"Bisa bantu kaasan mengangkat roti yang matang?"
"Hai' kaasan, aku segera turun!" balasku, berjalan keluar kamar lalu menuruni tangga.
Apa aku harus memberitahunya pada kaasan tentang ini?
Ya, mungkin dia akan senang mendengarnya.
Setelah sampai di lantai satu, dimana semua anggota keluarga berada disana. Aku membantu kaasan untuk mengangkat roti yang sudah matang. Tak biasanya Nezuko tidak ada, dimana dia?
"Kaasan, Nezuko dimana?"
"Ah, dia sedang membeli bahan-bahan bersama Tousan."
"Eh? kenapa tidak suruh aku saja? aku bisa membantu!"
"Iie, kau tampak kelelahan tadi, Tanjiro. Tak perlu khawatir, Nezuko bersama Tousan." Kaasan menepuk pundakku, dia tersenyum.
"Begitu ya, kalau begitu besok aku yang akan membeli bahan-bahan."
"Hai' hai', tapi jangan memaksakan diri ya?"
"Hai'!"
Dengan semangat aku membawa roti yang sudah matang ke meja, kemudian membungkus beberapa ke dalam plastik, beberapa lagi diletakkan diatas nampan, akan dipajang di etalase.
"Anoo, kaasan."
"Ya? ada apa Tanjiro?"
Aku agak kebingungan memilih kalimat.
"Etto, kaasan tau Kibutsuji Muzan? artis terkenal itu?"
Sebentar kaasan terdiam, tangannya menyentuh dagu.
"Pria bermata merah itu bukan? kaasan tidak sering menonton televisi, jadi agak lupa."
"Iya iya, yang itu."
"Ada apa dengannya Tanjiro?"
"I-itu..."
Tanganku mengusap belakang leher, menenangkan diri sejenak sebelum mengatakannya.
"Sebenarnya... dia datang kemari kemarin."
"Eh? benar kah?"
"Hai', mungkin Nezuko yang saat itu menjaga toko."
"Lalu, apa dia mengatakan sesuatu?"
"Iya. Dia.. ingin menggelar konser kecil-kecilan di bakery kita."
Sontak semua terdiam, bahkan Takeo, Hanako, Shigeru dan Rokuta yang tengah bersantai di ruang keluarga ikut terdiam.
"APA?!"
Suara melengking nan lembut terdengar dari arah pintu.
Nezuko dan Tousan baru saja pulang dari minimarket.
"O-okaerinasai, Nezuko."
Nezuko berlari ke arahku, dia menatapku lekat-lekat.
"Apa itu benar Niichan? dia, kibutsuji-san akan benar-benar kemari?"
Aku mengedip-ngedipkan mata, tak tau kalau Nezuko mengetahui tentang Muzan Kibutsuji.
Tidak, tunggu sebentar, apa hanya aku yang tidak tau diantara semua?
"Bukankah itu bagus?"
Tousan berjalan memasuki ruang makan yang terletak di sebelah ruang keluarga.
"Toko kita bisa ramai akan pengunjung. Kita juga bisa melayaninya sebagai tamu istimewa kita di musim dingin."
Tousan meletakkan barang belanjaan diatas meja makan, seperti tepung, telur, gula dan sebagainya.
"Um! Tousan benar, Kak Tanjiro! pasti banyak yang akan berkunjung ke toko kita. Roti jualan kita bisa laris manis!"
Takeo menyahut dengan riang gembira, dia juga mengangguk pada yang lainnya.
"Aku ingin bisa bertemu dengan Kibutsuji-san!" Ucap Hanako.
"Apa aku juga bisa menjabat tangannya?" Shigeru ikut antusias.
"Tidak, tidak, jangan terlalu frontal. Kibutsuji-san bukan orang biasa seperti kita. Pasti banyak bodyguardnya." Hanako balas bicara.
"Eehh...."
Semua...
Semua berharap dirinya datang.
Syukurlah, kalau begini aku tidak perlu khawatir lagi!
"Yosh, kalau begitu aku saja yang akan menyiapkan tempatnya nanti. Kalian bantu kaasan menyiapkan banyak roti untuk penjualan kita yang akan laris manis."
"YAA!!"
Seluruh anggota keluarga menyahut girang. Kedatangannya menjadi kebahagiaan mereka.
Melihat semua merasa senang, aku pun begitu.
Tidak sabar menunggunya kemari.
=========
"Nezuko, boleh tanya sesuatu?"
"Uhm! tentu saja Niichan."
Kini aku dengan Nezuko meletakkan roti panggang tadi bersama di etalase. Kami berdua juga yang menjaga toko hari ini, berhubung tidak ada tugas sekolah.
"Ano, sejak kapan kau tau tentang Kibutsuji Muzan? aku tak pernah melihatmu begitu menyukai dunia entertainment."
Lensa Nezuko melebar, lantas dia tertawa kecil.
"Benar, awalnya aku tidak tau tentang itu. Aku mengetahuinya dari Zenitsu-senpai. Dia suka mendengarkan sesuatu, aku penasaran. Dan dia dengan baik hati menyodorkanku earphonenya hari itu."
Sudah kuduga, bukan Zenitsu kalau tidak meracuni orang lain dengan apa yang dia sukai.
"Niichan."
Dia memanggil namaku, seketika menarik perhatianku padanya.
"Jangan bilang Niichan baru tau tentang Kibutsuji-san?"
Nilai seratus untuknya. Apa sejelas itu ketidaktahuanku dengan apa yang populer di masa sekarang?
"Ahaha, ya... aku juga lumayan mengenalnya baru-baru ini," tangan kananku mengusap punggung leher.
Kling!
Suara lonceng pintu terdengar, seorang pembeli baru saja berjalan memasuki ruangan.
"Selamat datang~" kami berdua menyahut bersamaan, menyambut hangat sang pembeli.
Pria bersurai hitam dengan rambut diikat ke bawah. Dia menggunakan blazer panjang berwarna krem. Di wajahnya bertengger kacamata coklat mengkilap.
"Apa ada yang bisa saya bantu, tuan?" Nezuko lebih dahulu bertanya, dia sepertinya tampak senang sekali setelah mendengar Kibutsuji-san akan kemari.
Pria itu terdiam sebentar, wajahnya tak berubah.
"Apa ada yang bernama Kamado Tanjiro?"
Kami berdua terdiam. Nezuko sedikit bingung tapi juga waswas, "Ada perlu apa dengan Niichan?"
"Oh, bukan apa-apa, hanya ingin mengobrol."
Nezuko melirikku, anggukanku jado jawaban. Lantas aku berjalan mendekat ke etalase.
"Aku Kamado Tanjiro."
Pria itu menoleh kearahku, senyumnya mengembang sedikit.
"Bisa kita bicara di luar? empat mata saja."
===========
Aku mengikuti orang itu sampai di luar, tak jauh dari toko, di depannya saja.
Pria itu lantas bertanya lagi, "Kau benar Kamado, bukan?".
Aku mengangguk, "Maaf sebelumnya, siapa tuan sebenarnya? ada perlu apa sampai harus empat mata denhan saya?"
Ucapanku membuatnya untuk membuka identitasnya. Kacamatanya dilepas, menampakkan parasnya yang hampir mirip dengan orang itu, hanya saja terlihat lebih kalem.
"Kagaya Ubuyashiki, salam kenal."
Dia tersenyum padaku, tapi aku tak merasa itu adalah senyum sesungguhnya, seperti ada makna lain dibalik itu.
"Kagaya... Ubuyashiki?"
Aku sama sekali tak bisa mengingat siapa nama itu. Tapi nama itu seperti nama seorang penyanyi? atau mungkin seseorang berprofesi di bidang itu.
"Kau mengenalku? atau menebak-nebak?" dia dengan mudahnya menebak pikiranku.
Orang ini...
Aku merasa dia bukan orang biasa.
"Baiklah biar kuperjelas Kamado-kun." kacamatanya dilipat. "Aku adalah rekan kerja Muzan. Lebih tepatnya aku adalah penyanyi solo sepertinya. Tapi kami tak jarang untuk berduet di sela-sela waktu."
Benar, kan!
dia punya hubungan dengan Kibutsuji-san.
"Lalu, apa yang ingin anda bicarakan, Ubuyashiki-sa–"
"Panggil saja Kagaya."
Jawabnya begitu to the point, membuatku sedikit ragu untuk berbicara lagi.
"B-baiklah Kagaya-san. Apa yang ingin kau bicarakan?"
Kini tatapannya semakin tajam melihatku, dia berjalan mendekat, memotong jarak. Bahkan wajahnya ikut mendekat.
"Kau pikir kau bisa mengambilnya dariku?" ucapnya mengintimidasi, menggetarkan jiwaku.
"M-mengambil apa? maaf, saya tidak mengerti."
"Kau tak perlu pura-pura bodoh, Tanjiro-kun. Percuma, aku mengetahui itu."
Aku semakin tak mengerti dirinya.
Memang benar, aku agak paham dan tak paham soal ini. Apa yang dia maksud sebenarnya, itu yang kupertanyakan.
"Apa ini menyangkut Kibutsuji-san?" aku milai memberanikan diri bertanya padanya. Seketika senyum ledeknya muncul.
"Kau tak seburuk yang kukira rupanya. Baguslah, tak perlu banyak waktu untuk menjelaskan." wajahnya dijauhkan.
"Apa kau mengira dia akan datang?"
Datang? apa dia tau tentang Kibutsuji-san yang akan kemari? tapi bukankah hanya Douma-san yang tau?
"Terkejut? haha, wajahmu begitu jujur, Tanjiro-kun."
Tangannya meraih kerah bajuku, menariknya mendekat, memaksaku menatap lensanya lekat-lekat.
"Tak akan kubiarkan dia datang kemari."
Intonasi suaranya, wajah seriusnya yang tampak kesal, seperti melihatku sebagai sebuah pengganggu. Aku bisa merasakan tekanan emosinya, dia tampak begitu membenciku.
Kerahku dilepasnya, lantas dia tersenyum padaku. "Itu saja yang ingin kusampaikan." tangannya menepuk-nepuk pundakku, kemudian mendekatkan bibirnya ke telingaku, membisikkan sesuatu.
"Ingat itu baik-baik, Tanjiro-kun~"
Begitu lembut, begitu mengintimidasi, bahkan dengan mudahnya masuk ke dalam otakku.
Orang ini...
Kagaya-san melepas cengkaramannya dariku. Dengan senyum mengembang, terkesan tenang. Dia pergi menjauh dariku, membiarkanku mematung di titik itu.
Detik selanjutnya saat dia mengilang dari pandangan, kakiku kehilangan kekuatannya. Keringat dingin mengucur, bahkan nafasku serasa baru saja dilepaskan.
"T-tadi itu..."
Aku melihat tanganku yang mulai bergetar, pula basah akan keringat dingin.
Angin musim dingin berhembus. Membawa musim gugur pergi ke tempat jauh.
Tak ada lagi dedaunan yang gugur,
tak ada lagi warna diantara dedaunan itu.
Putih..
Lembut...
Tapi juga begitu dingin..
==================
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro