Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 : Kibutsuji Muzan

Cekrek! Cekrek!

"Ya, bagus! Tetap begitu! Nice~"

Kilauan cahaya kamera tertuju padaku. Bagai dihujani cahaya, kulitku ikut berkilau karenanya.
Fokus lensanya menangkap tiap sudut poseku dengan sempurna, menghasilkan lembar potretku yang tampak begitu menawan.


Siapa yang tak mengenal diriku?
Sosok artis dengan paras menawan, postur sempurna dengan aura dewasanya. Tak lupa dengan kehormatan yang diberikan orang berstatus tinggi sepertiku.

Kibutsuji Muzan, 23 tahun.

Tak ada yang tak mengenalku. Aku sudah sering mendapat undangan dari berbagai acara televisi dan itu meningkatkan popularitasku.

Ah ya, aku juga termasuk pengusaha terkenal karena perusahaan saham yang kini sudah tumbuh dengan pesat.

"Kerja bagus hari ini, Kibutsuji-san!"

Salah seorang kru memberiku sebotol air dingin sesaat setelah aku mengistirahatkan tubuhku di sofa.

"Setelah ini acara konser yang akan diadakan di stadium X."

Stadium X, ya? Stadium yang terletak di pusat kota Tokyo. Kudengar muat untuk banyak penonton disana.

"Aku berangkat."

"Eh? tapi Kibutsuji-san baru istirahat." Seorang kru yang membawa script mendekatiku.

"Istirahatku sudah cukup."

Jas hitam yang diletakkan diatas sofa kukenakan. Tak lupa aku juga mengenakan kacamata hitam untuk menutupi identitasku.

Aku berjalan menuju pintu keluar, dimana sebuah mobil sport berwarna hitam menunggu.

Disamping mobil itu, seorang pria bersurai merah dengan tuxedo membukakan pintu mobil untukku.

"Konnichiwa, Muzan-sama."

Dengan sopan dia menyapaku dan mempersilahkanku untuk duduk di kursi belakang.

"Konnichiwa, Akaza."

Akaza, dia adalah salah satu butler yang bekerja untuk melayaniku. Surai merah dan manik kuning menjadi ciri khasnya.

Akaza menutup pintu mobil setelah aku masuk ke dalamnya. Kemudian dia berjalan menuju kursi yang berada di samping pengemudi.

"Konnichiwa, Muzan-sama. Tujuan hari ini hall X, apa benar?"

"Ya, gunakan jalan tercepat. Aku tak ingin terlambat satu detik pun, Kokushibo."

"Hai', Muzan-sama."

Kokushibo, Seorang pria bersurai hitam dengan manik hitam pula. Butler kedua yang menjadi pengantarku menuju tempat tujuan, lebih tepatnya sopir.

Punggung kurehatkan pada sofa mobil. Sejenak aku membuka kembali jadwal hari ini, sambil menunggu sampai di tujuan.

Lampu lalu lintas berwarna merah menyala, otomatis Kokushibo menghentikan kecepatan mobil.

"Muzan-sama."

Kokushibo melihatku dari kaca spionnya, dia tampak khawatir.

"Apa sebaiknya kita berkunjung ke konbini sebentar? Saya dengar tuan belum mendapat jam istirahat yang cukup."

Wajah kukembalikan pada kertas jadwal yang kubuka.

"Tidak, istirahatku sudah cukup."

"Tapi, anda belum mengonsumsi sedikit--"

"Sudah kubilang, sudah cukup."

Kokushibo berhenti berbicara setelah mendengar ucapanku barusan.
Dia kembali memfokuskan tatapannya pada setir mobil.

"Gomennasai, Muzan-sama."

Mobil kembali melesat setelah lampu berubah menjadi hijau.

Tak lama sampai juga di tempat tujuan, dimana seorang pria bersurai blonde sudah berdiri menunggu kedatanganku.
Wajahnya tampak kegirangan setelah melihatku turun dari mobil.

"Muzan-sama~ Aku sudah menunggu anda~" Douma langsung berlari ke arahku dengan tangan terbuka.

"Douma! Gunakan bahasa yang sopan untuk Muzan-sama!" Akaza menahan wajahnya sebelum Douma sempat memelukku.

Douma, Butler ketiga yang melayaniku. Surai blonde dan manik warna-warni menjadi daya tariknya. Biasanya dia bekerja menjadi tata rias pribadi atau asistenku.

"Aku sudah memeriksa setiap sudut stadium ini. Semua sudah kutata dengan baik agar penampilan Muzan-sama tampil sempurna~" Jelas Douma yang kuutus untuk survey tempat.

"Bagus, antar aku ke panggung."

Douma menemaniku menuju panggung stadium. Panggung yang sudah terlihat megah, sangat identik dengan warna hitam dan merah, sangat melambangkan kesanku.
Itulah pekerjaan Douma, menata panggung dan segala persiapan untuk tiap acaraku.

"Selanjutnya, Aku akan mengantar Muzan-sama menuju tata rias. Aku sudah memikirkan mana yang cocok dan aku yakin tuan akan menyukai--"

"E-eh?! Muzan-sama?"

Douma tak menyadari jika aku sudah lebih dahulu berada diatas panggung.
Layaknya melakukan gladi bersih, aku berdiri menghadap tempat duduk para tamu yang akan melihatku nanti.

Tarikan nafas panjang juga hembusan perlahan. Tanpa basa-basi mulai kugemakan suaraku pada ruang hall itu.

Menawan dan sempurna.

Douma, Kokushibo, juga Akaza hanya melihatku dari bawah panggung.
Takjub melihat talenta yang kumiliki.

"Muzan-sama..." -

Akaza selalu berdiri, dia selalu tak berhenti melihatku dengan takjub.

Sementara itu, Kokushibo berdiri dan tak bisa berkata-kata. Tatapannya tak bisa lepas dari tiap gerak tubuhku.

Sementara Douma menompang dagu dengan tangannya. Sebuah senyuman muncul di wajahnya.

"Seperti biasa, ya?" ucap Kokushibo.

"Tuan selalu tampak begitu sempurna dan menawan diatas panggung. Walau banyak sekali acara yang sudah dilewati, dia tetap dalam kondisi primanya." Akaza menatapku kagum.

"Sasuga, Muzan-sama~" Douma meletakkan kepalan tangannya di depan bibir.

Mereka bertiga berdiri menyaksikanku sampai aku berhenti dan turun dari panggung stadium itu.

Panggung hall X, tempatku menunjukkan performa terbaik dan suara yang harus benar-benar dipersiapkan.

==============

--- Tanjiro's POV ---

"Ini... apa?"

Zenitsu memberiku kertas tiket yang didesain begitu berkelas.

"Apa lagi kalau bukan tiket konser Kibutsuji Muzan, Tanjiro?"

"Aku membelikan satu untukmu juga Inosuke, berterimakasih lah!"

"Tapi aku tidak tau seperti apa konser itu?"

"Makanya aku membelikan kau itu, Tanjirooo."

Entah kenapa Zenitsu ingin sekali aku melihat konser Kibutsuji Muzan setelah apa yang kuceritakan hari ini.

"Dimulai pukul 6 sore sampai 12 malam. Aku tak bisa selama itu disana, Nezuko pasti khawatir denganku."

Zenitsu menghembus nafas lelah mendengatku. Jarinya menunjuk tiket yang kupegang.

"Tidak harus sampai selesai Tanjiro. Pokoknya kau bisa menonton sebentar itu tak apa."

"Inosuke juga ikut."

"Hah?! Untuk apa? Aku tidak butuh ini!"

Mereka berdua pun bertengkar hanya karena Inosuke menginjak-injak tiket yang ditraktir Zenitsu. Karena tiket konser Kibutsuji Muzan tidak tergolong murah. Tiket biasa saja tidak murah, apalagi tiket VIP, bukan?

Tapi, apa aku harus melihat konser Kibutsuji Muzan?

Pertanyaan itu terus berputar dikepalaku. Terbawa sampai bel sekolah berdering.

==============

Pukul empat sore, saat bel sekolah berbunyi. Satu jam sebelum konser itu dimulai, waktuku untuk memikirkan keputusan akan datang atau tidak.

Tatapanku masih tak lepas dari lembar tiket yang diberi Zenitsu. Menatap potretnya yang selalu menjadi bintang dalam kertas itu.

"Apa aku harus pergi?"

Gumamku, berjalan melewati jalan raya.

BEEPP!!

Sebuah mobil berkecepatan tinggi meluncur ke arah seorang pria yang tengah menelfon saat menyebrang.

"Awas!!"

BRUK!

Refleks aku mendorongnya, menghindarkannya dari tabrakan yang hampir terjadi.

"Paman tidak apa-apa?"

"It-ttai... ya, aku tak apa. Bagaimana denganmu?"

Wajah kami bertemu, posisinya aku berada diatasnya, bisa melihat jelas.
Terlihat seperti kesalahpahaman.

Mengetahui itu, aku juga pria itu menjauhkan diri. Kemudian berdiri seperti biasa.

"Terimakasih untuk yang tadi. Aku berhutang budi padamu."

"Itu bukan apa-apa. Yang penting paman selamat."

"Anak baik. Hai', ini untukmu."

Pria itu memberiku selembar kertas, itu kartu VIP konser Kibutsuji Muzan.

"Anak muda sepertimu butuh hiburan untuk menikmati masa muda. Aku permisi dulu ya, bye bye~"

Aku ingin menolaknya, tapi paman itu sudah pergi dengan cepat.
Apa boleh buat, aku harus menerima ini.

"Kartu VIP, ya?"

"Memang apa bedanya dengan tiket biasa? Lebih baik kutanyakan pada Zenitsu saja."

Telfon genggam kukeluarkan dari saku, jariku menekan salah satu kontak disana.

"Moshi-moshi, Zenitsu."

================

Sementara itu di tempat lain.
Pria bersurai merah yang bertemu dengan Tanjiro berjalan menuju suatu gang kecil.
Dia bertemu dengan pria lain yang sudah menunggunya tadi.

"Kau pikir tadi itu mudah dilakukan, Douma?"

Lawan bicaranya tertawa, bibirnya dia tutupi dengan kipas yang selalu dibawa.

"Aku yakin anak itu cocok untuk Muzan-sama."
"Kau tau kan, akhir-akhir ini seperti apa kondisinya?"

Pria bersurai merah itu terdiam, dia tau jelas kondisi yang dimaksud Douma.

"Untuk kebaikan Muzan-sama. Aku akan melakukan yang terbaik untuknya."

"Kenapa kau memilihnya, Douma?" Tanya Akaza.

Douma tersenyum, matanya melirik ke arah mentari yang sebentar lagi tenggelam.

"Bagaimana, ya? Mungkin karena auranya hangatnya cocok dengan Muzan-sama."

"Sudahlah, setidaknya dia sudah mendapatkan itu, kan?"

"Kalau begitu tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Kita hanya perlu menunggu dan membuat semuanya berjalan lancar."

Douma mengakhiri dialognya dengan Akaza. Lantas mereka berdua kembali ke stadium setelah menyelesaikan tugas penting mereka.

===================
To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro