Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2 : Maaf, siapa?

--- Tanjiro's POV ---

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Pria bermanik merah itu menggenggam tanganku, menghentikan langkah kakiku.

Pria bermanik merah yang rupawan. Aku seperti pernah melihatnya, tapi dimana?

"Maaf..."

"Sepertinya kau salah orang."

"Aku harus pergi."

Lagipula, aku tak mungkin pernah bertemu dengan manusia rupawan sepertinya. Itu hanya pikiranku saja.
Perlahan genggamannya kulepas, kemudian berlari menjauhinya.

Pria bermanik merah hanya melihat kepergianku, dia tak lagi mengejarku.

------------------------------------

Nafasku terasa sesak, sudah berapa lama aku berlari hanya untuk mengejar bel sekolah yang sebentar lagi berdering.

RIIINGG!!

"Syukurlah!!"

Aku berhasil mencapai ruang tepat saat bel sekolah berdering.

"Oh? Tanjiro! Tumben kau terlambat!"

Seorang laki-laki bersurai hitam-biru mendekatiku. Bajunya agak berantakan, walau sudah mendapat pelanggaran pun, dia tetap tak memperbaikinya.

"Inosuke, Rapikan dulu seragammu! Kalau tidak, akan kucatat namamu lagi di daftar pelanggaran."

Seorang laki-laki lain muncul dibelakangnya. Surai kuning selalu menjadi ciri khasnya. Bukan cat, itu warna alaminya.
Laki-laki itu membawa papan dada yang lengkap dengan kertas juga pena diatasnya, siap untuk mencatat apapun yang diluar peraturan sekolah. Karena dirinya adalah salah satu anggota OSIS yang menjaga ketertiban.

"Ohayou, Tanjiro. Syukurlah kau datang tepat waktu, aku sempat khawatir tadi." 
"Apa karena roti panggang bakerymu belum matang, makanya kau datang hampir telat?"

Aku menggeleng padanya.

"Seorang pria menghadangku tadi."

"P-pria?! Kenapa dia menghadangmu? Apa dia preman? Kau serius tak apa Tanjiro?!"

Manik kuningnya mengamatiku dengan teliti. Seperti biasa serangan panik muncul dari dirinya.

"Seperti apa perawakannya? Tinggi besar?"

"Mungkin? tapi tak terlalu."

"Bagaimana dia menghadangmu?"

"Dia menggenggam tanganku."

Keningnya kini membiru, irisnya menghilang, hanya warna putih matanya yang terlihat, seperti dia saja yang dihadang tadi.

"P-pasti kau ketakutan Tanjiro, syukurlah, syukurlah kau selamat darinya!"

Matanya kini berbulir air mata, dia memelukku erat. Aku hanya tersenyum melihat rasa pedulinya padaku.

"Kupikir dia bukan orang jahat. Kau tak perlu khawatir, Zenitsu."
"Aku juga berpikir dia bukan orang biasa."

Zenitsu bingung dengan perkataanku barusan.

"Memang apa yang tidak biasa dari preman itu?"

"Hmm..."

Aku mulai mengingat kembali perawakan orang itu.

"Warna rambutnya hitam, kulitnya pucat, warna matanya merah."

"Dia juga tidak memeras apapun dariku, justru dia menanyakan sesuatu."

"Sesuatu? Apa jangan-jangan alamat rumahmu?" Inosuke tiba-tiba bergabung dalam pembicaraan kami. Kukira dia tak mendengarkan daritadi.

"Tidak, dia justru bilang 'apa kita pernah bertemu sebelumnya' ?"

Inosuke mengangkat sebelah alisnya, bingung. Sementara Zenitsu seperti mendapat suatu ide. Dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah brosur.

"Apa orangnya seperti ini?"

Brosur itu diberikan padaku. Dalam brosur itu tertulis bahwa sebuah acara konser juga 'meet and greet' akan dilaksanakan hari ini.
Sebuah potret seorang pria muncul di bagian tengah brosur itu. Pria bersurai hitam, berkulit pucat dan bermanik merah.

"Ya! Orang ini yang menghadangku tadi."

Inosuke dan Zenitsu terkejut mendengar jawabanku. Seperti mereka baru melihat sesuatu yang tidak biasa.

"Apa ada yang aneh, teman-teman?"

Zenitsu, dengan suara gemetar mulai berbicara.

"K-kau... tak mengenalnya Tanjiro?"

Aku menggeleng, tak pernah sekalipun aku mengenal orang ini.

"Dia Kibutsuji Muzan! Dia artis yang sangat terampil! Tak ada stasiun televisi yang menolaknya. Performanya selalu sempurna, tak pernah melakukan kesalahan. Dia selalu tampil dengan menawan di depan kamera. Kudengar dia juga lahir dari keluarga yang kaya dan berstatus tinggi. Dia seperti manusia yang lahir dengan sempurna!" -Zenitsu

Aku tak percaya Zenitsu mengenal orang ini sebegitu detailnya. Bahkan dia menggebu-gebu menceritakannya padaku.

"Muzan, ya? Aku sering melihatnya di televisi. Tapi aku tak tertarik dengannya." Inosuke ikut berkomentar tentang orang ini.

"Itu karena kau belum melihat bagian terbaiknya, Inosuke! Akan kutunjukkan DVD salah satu shootingnya. Awas saja kalau kau masih tak tertarik dengannya." Zenitsu membalas ketidakpedulian Inosuke akan pria itu.

Dua temanku justru bertengkar satu sama lain hanya karena orang ini.
Mataku kembali tertuju pada potret seorang pria di brosur itu.

"Tanjiro, kau serius bertemu dengan orang itu? Bahkan, dia m-menggenggammu?"

Aku mengangguk pada Zenitsu. Seketika Zenitsu tak percaya dengan itu.

"Dia itu artis kelas tinggi, tidak semua orang boleh bertemu dengannya. Apa kau yakin tidak salah orang?"

"Tidak, aku percaya dialah orangnya."

Zenitsu melihat lurus padaku, dia tau aku tak suka berbohong. Itu membuatnya menghebus nafas lelah.

"Kau beruntung sekali, Tanjiro. Kalau itu aku, mungkin sudah kuminta tanda tangan dan berfoto dengannya."
"Tapi aku masih bingung, kenapa dia bertanya kalau dia pernah bertemu denganmu sebelumnya? Kau bilang tak pernah bertemu."

Aku mengangkat bahuku, tak punya jawaban untuk itu.

"Aneh... jangan-jangan..." Zenitsu bertompang dagu. Saat kepalanya berusaha keras untuk berpikir...

"OHAYOUGOZAIMASU, MINNA-SAN!"

Uzui-sensei tiba-tiba muncul dari belakang Zenitsu, sengaja mengejutkan kami bertiga.

"Kenapa tidak duduk di kursi, hm? Apa mau sensei hukum?"

Seketika kami bertiga berlari menuju kursi masing-masing. Dan sempat-sempatnya paha Zenitsu menabrak pinggir mejanya, membuatnya mendesis kesakitan--itu pasti sakit sekali, pikirku.

==============

Kelas Uzui-sensei tak lama berakhir juga. Kami bertiga kembali berkumpul, membicarakan topik yang sempat terpotong tadi.

Zenitsu masih mengusap-usap pahanya yang terasa sakit.

"Apa hari ini aku sial sekali sampai-sampai terbentur pinggir meja?" -Zenitsu
"Hari ini juga kau membuatku iri, Tanjiro."

Aku hanya tersenyum miring mendengarnya.

"Jadi tadi sampai mana?"

Inosuke mulai membuka kembali topik tadi. Mengingatkan Zenitsu akan perkataannya yang terpotong.

"Ah ya, jangan-jangan..."

Baru saja Zenitsu ingin membuka bicara.

"HAYO, BAHAS APA?!"

Uzui-sensei tiba-tiba muncul dari balik kami bertiga. Membuatku, Inosuke juga Zenitsu terkejut sampai gelagapan.

"Sensei!! Tolong jangan mengejutkan kami dong! Kalau jantungku copot gimana?!"

"Kalau begitu akan kuganti dengan jantungku~"

Lagi-lagi Uzui-sensei berbuat usil pada Zenitsu. Ini bukan pertama kalinya. Apa dia tertarik dengan Zenitsu?

"Kalian lagi ngobrol apa sih? Daritadi nggak selesai-selesai."  Uzui-sensei mulai memasuki lingkar pembicaraan kami

"Itu karena sensei terus!"  Zenitsu menggerutu pada orang yang terus memotong dialognya.

Aku hanya tertawa melihat kelakuan mereka berdua.

"Tadi kami mengobrol tentang Kibutsuji Muzan." Ucapku pada sensei.

"Oh, Kibutsuji. Aku tau orang itu. Artis yang lagi tenar sekarang, kan?" -Uzui

"Semua orang juga tau, Sensei. Ya, kecuali Tanjiro." Zenitsu mengangkat bahunya.

"Tapi aku lebih tau dirinya daripada kalian bertiga."

"Hah?! Gimana bisa?" 

"Karena aku pernah berduet dengannya~" 

Kami bertiga terdiam mendengarnya.
Sampai akhirnya Zenitsu angkat bicara.

"USO DAROU?! SENSEI PASTI BO'ONG!!"

"SIAPA BO'ONG, TOLOL! NYOH, KALO GAK PERCAYA!"

Uzui-sensei mengeluarkan foto potret dirinya dengan Kibutsuji, yang dimana pastinya Zenitsu semakin tak percaya.

"HEEE?! USO! USO! USO!!" Dia menyambar foto itu dan histeris sendiri.

Uzui-sensei hanya tersenyum, lantas dia mulai menceritakan cerita singkat dimana dia bertemu dengan Kibutsuji Muzan.

"Dulu aku pernah bekerja dalam dunia entertainment, kemudian bertemu dengannya. Siapa sangka ternyata kami cocok. Besoknya, dia langsung memintaku berduet dengannya." 

Zenitsu melongo, dia tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.

"Kau bertemu dengannya, Tanjiro?" Sensei menatapku.

Aku mengangguk, lalu Uzui-sensei menepuk pundakku.

"Kalau begitu..."
"Kau orang yang beruntung." 

Kemudian dia pergi meninggalkan kelas untuk menikmati jam istirahatnya.

Aku berdiri terdiam, mataku kini memandangi potret seorang pria yang berada di tengah brosur itu.
Sejenak mulai memikirkan kejadian tadi pagi.

Beruntung?
Keberuntungan apa yang menarikku bertemu dengannya?

=================
To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro